"Kita istirahat disana sebentar"
Jeon selaku panglima perang mentitahkan perintah pada regunya, telah di bagi pasukan menjadi 4 regu, dimana tiap regunya dipimpin olehnya, jimin, jin dan namjoon. Regu ketiganya sudah memencar guna menyisir wilayah hutan mendekati pantai lepas dengan persenjataan yang telah lengkap. Begitupun regu jeon yang kini menyisiri bagian tengah hutan, bergerak belakangan dengan jumlah persenjataan yang lebih sedikit. Menurut perhitungan jeon, pasti musuh sudah lebih dari bersiap-siap, dan untuk mencegah penyerangan dari sisi yang tak diharapkan, jeon membagi pasukan dan akan berakhir menyatu dipantai.
Saat ini jeon membawa regu yang tak lebih dari 50 orang, namun sekali lagi, dengan persenjataan yang sudah lengkap—walau tak selengkap regu didepan—, tak lupa persenjataan untuknya yaitu rose. Wanita itu sedari pagi buta tadi selalu memungut ranting untuk membuat busur panah, meruncingkan ujungnya lalu menggoreskan ujung tajamnya dengan dedaunan maupun buah beracun. Sebuah senjata yang sudah sangat diperhitungkan, setidaknya walau rose tak akan ikut berperang, ia harus ikut andil mempersiapkan persenjataan, begitu katanya.
Pasukan yang dikomandani oleh jeon berhenti didekat danau luas, beberapa pasukan segera mengisi penuh perbekalan air dari sumber danau, lalu kembali berjaga-jaga. Suasana sudah semakin petang, beristirahat sejenak mereka lakukan, guna kembali menjelajahi gelapnya hutan saat benar-benar gelap nantinya.
"Mandilah" Jeon mendudukkan diri didekat rose yang masih setia meruncingkan ranting kayu dengan wajah merengut.
Rose melirik jeon tak bersahabat, jangan kira wanita itu sudah terima dengan nasibnya yang kalah bertarung. Wanita penuh ambisi itu masih mengharapkan dapat turun tangan juga dalam perampokan. Namun jeon lebih keras kepala darinya, penolakan dari yang lembut, jenaka, bahkan bentakan terus dilayangkan, hingga rose memilih menyerah. Namun tidak dengan wajah kesal dan otaknya yang terus memikirkan cara agar jeon-lah yang menyerah.
"Mandilah rose, aku akan menemani"
"Cihhhh... enak sekali jadi kau? Menemani mandi seenakmu, meniduri seenakmu" cibir rose mengalihkan fokus kembali pada rantingnya.
Begini keseharian asli keduanya, beradu argumen, saling sindir dengan tajam, bahkan beradu kekuatan juga. Itulah mengapa kala itu Jimin terheran, saat sejoli ini terlihat akur, bahkan sedikit bermesraan—bagi jimin.
Jeon terkekeh pelan, tangannya mengusap rambut rose, namun ditepis kasar oleh wanita itu. Bukannya kesal, jeon kembali terkekeh geli lalu beranjak mendekati danau luas dihadapannya. Matanya menyisiri sekitar danau yang ditumbuhi pepohonan lebat, beberapa kali matanya menangkap badan dengan ikatan kuning sedang menyisiri hutan sekitar danau, lalu fokusnya kembali pada rose yang masih bergeming.
"Aku akan masuk terlebih dahulu" ucapnya seraya menanggalkan pakaiannya.
Sedang rose memutar bola matanya kesal, mandilah jika lelaki itu mau, untuk apa mengajaknya? Pasti diotaknya sedang merajut rencana mesum yang akan dilancarkan pada rose. Karena tentu saja besok saat fajar tiba, rose harus siap untuk apapun, terutama mempersiapkan badannya. Begitu kan fungsinya disini? Hanya itu.
"Kau akan tidur bersamaku dengan tubuh berkeringat? Yeah.. tak apa, aku suka saat badanmu terasa percampuran antara asin dan m—"
"Diamlah! Hey cabulll...!!!!" pekik rose kencang, kedua telapak tangannya kini menutup rapat matanya.
Sialan! Rose kira jeon sudah masuk kedalam air, ternyata lelaki sialan itu masih berdiri menghadapnya tanpa sehelai pakaianpun! Sialan!!
"Dasar brengsek cabul!" geram rose luar biasa kesal, amarahnya sudah naik keubun-ubun. Okelah anggap dia sering menatap badan telanjang itu, namun rasanya menyebalkan jika setelahnya hati rose akan memuji lelaki itu! Rose tak mau terbawa suasana dan terlarut! Sekuat hati ia harus menanamkan benih kebencian, agar jeon tak menundukkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕎𝔸ℝ𝕃𝕆ℝ𝔻 (ℂ𝕦𝕣𝕤𝕖 𝕠𝕗 𝕥𝕙𝕖 𝕎𝕒𝕣𝕝𝕠𝕣𝕕) ✔
Fanfiction[Cerita dihapus sebagian, pindah di Webnovel dengan judul 'The Curse Of Warlord'] ⚠️ Konten Dewasa, Adegan Kekerasan Kutukan sang Panglima Perang Ribuan nyawa melayang dari tangannya, dan tuhan menghukumnya, saat nyawa tak berdosa ikut ia hilangkan...