9.

1.6K 185 22
                                    




Rose mengerjapkan matanya, rasa perih menyeruak begitu kesadarannya menyatu, rasa sakit semakin membelai sekujur badannya saat gerakan pelan ia lakukan. Namun dengan segera rose melebarkan matanya begitu kilasan ingatan bagaimana rasa sakit akibat hantaman kencang menumbuk kepalanya sebelum dirinya tak sadarkan diri.

Mata rose menatap lurus, menyambut cahaya matahari yang mencuri tampak pada celah dedaunan rimbun, saat ini ia masih berada dihutan, setidaknya dengan satu teriakan jeon akan menghampirinya. Namun saat rose berusaha menggerakkan tangannya, rasa kebas menyelimuti tangannya, rose yakin saat ini ia tengah terikat, dan kebas pada tangannya akibat kedua tangan yang terikat dibalik punggungnya.

"Roseanne, putri tunggal christ sang penguasa" kekehan sinis terdengar nyaring, bersamaan dengan suara langkah kaki yang semakin mendekat.

"Akhhhh" ringis rose dengan geliatan kesal, matanya melotot menatap lelaki yang kini menginjakkan sepatu kulitnya tepat pada leher rose. Menekannya kencang hingga rasa sesak semakin menggerogoti habis udara didalam paru-parunya.

Rose hanya bisa menggeliatkan badannya, dengan tatapan mata yang memicing tajam menatap lelaki yang seakan tak punya hati nurani. Lelaki itu malah bahagia saat melihat rose terengah akibat kekurangan nafas. Kedua tangan rose terikat, begitupun dengan kedua kakinya, hanya mata yang dapat ia gunakan untuk menyorotkan tatapan tajam, hidung untuk bernafas, dan mulut untuk mencaci, namun rose tak mau gegabah, ia memilih bungkam terlebih dahulu.

"Ahhh..... maaf, aku lupa kau wanita" ringis lelaki itu dengan senyuman meremehkan.

Segera rose meraup rakus udara yang kini dapat ia hirup dengan bebas saat kaki dari lelaki itu telah beranjak dari leher rose. Lelaki yang tak rose ketahui siapa itu, kini menundukkan diri berjongkok mendekat kearah rose yang masih terkulai diatas tanah.

"Namun kau tetap harus mati" seringaian lolos dan melengkapi rona kejam dari lelaki dihadapan rose.

Seketika rose sadar, saat ini pasti ia berada amat jauh dari jeon, pasti lelaki sialan dihadapannya ini adalah musuh yang harusnya jeon kalahkan, tapi mengapa rose bisa berakhir disini? Ia hanya ingat jika ia tertidur setelah bersama jeon, lalu tiba-tiba tersadar saat mendengar suara berisik disekitarnya, namun hanya sekejap karena tiba-tiba pukulan kencang menumbuk belakang telinganya, selanjutnya....

"Ingatlah sesuatu rose!" Teriak rose dalam hati.

"Akkhhhhhhh!" Rose memekik kencang saat meraskan perih yang kembali menyerang lehernya "Brengsek.." lirih rose pelan, namun ekspresi wajahnya sedari tadi tak kendur. Mata dan wajahnya saling menyesuaikan untuk memberikan serangan tatap pada lelaki dihadapannya.

Rose mengernyit dalam, matanya terpejam rapat saat merasakan perih yang menjalari lehernya, bersamaan dengan rasa geli akibat cairan yang mengalir lambat pada lehernya. Jika tadi lehernya hanya merasakan perih, kini perih ia rasakan bersamaan dengan terangkatnya besi tajam bernama pisau yang sudah berbalut cairan merah, darah tentu saja.

"Kalau kau memang lelaki, lepaskan ikatanku dan ayo bertarung, bangsat!" Tegas rose dengan badan yang terus meronta, rasa perih dilehernya tak lagi ia hiraukan, apapun harus ia lakukan untuk bertahan hidup.

Ini bukan hanya hidupnya, nyawa yang sekarang bersarang ditubuhnya adalah tumpuan untuk orang lain juga, jeon... bagaimana dengannya jika rose mati? Bagaimana nasib desa tanpa ada jeon? Dan Ayah...

Nafas rose semakin memburu, matanya berkilat ketika bertemu tatap dengan mata lelaki dihadapannya. Lelaki itu hanya diam dengan seringaian yang seakan pajangan yang tak luntur dari wajah sialannya.

Kembali rose meronta dan mendesis kesal saat pisau mendekat kekening rose, dapat rose rasakan besi dingin itu menyusuri pelipis hingga pipi rose, tusukan kecil rose rasakan disana, namun tatapan rose belum melemah. Matanya masih berapi-api seakan siap menerjang mangsanya jika saja tangannya kini terbebas.

𝕎𝔸ℝ𝕃𝕆ℝ𝔻 (ℂ𝕦𝕣𝕤𝕖 𝕠𝕗 𝕥𝕙𝕖 𝕎𝕒𝕣𝕝𝕠𝕣𝕕) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang