"Ya tuhan"
Rose melebarkan matanya saat secara tak sengaja matanya menangkap sosok yang kini berdiri dihadapannya, dilihatnya wajah itu terdapat beberapa luka memar, sudut bibirnya mengalir darah yang mulai mengering.
Perlahan tapi pasti air mata rose berlinang dengan ekspesi yang belum berubah, ekspresi keterkejutan dengan tatapan kosong, dan begitu sosok itu mendekat dan mengusap pipinnya, tangis rose pecah, ia menangis dengan kencangnya. Sayang kedua tangannya terikat, karena jika tidak, dapat dipastikan rose akan melayangkan pukulan pada sosok lelaki dihadapannya.
Pukulan kekesalan karena sejauh ini membuatnya merasakan kekhawatiran tak berujung. Rose takut lelaki ini tersakiti, rose takut lelaki ini tak selamat, bahkan meninggalkannya dengan rasa penyesalan yang bahkan belum sempat ia ungkapkan.
"Kau..." rose menormalkan tangis sesegukan yang membuat suaranya terasa susah untuk dilontarkan.
Namun gagal, air matanya seakan tak henti terus turun, suaranya bahkan terkubur entah dimana, hanya menyisakan isakan yang entah mengapa malah terdengar begitu nyaring.
"Iya, aku disini rose, aku menjemputmu" lirih jeon seraya mengusap puncuk kepala rose.
Berkali-kali rose merasakan kecupan pada kepalanya, kecupan yang menegaskan bahwa ini bukanlah mimpi, dia benar-benar jeon, dia benar-benar disini menjemputnya.
"T-tolong...." rose menatap mata jeon begitu lelaki itu melepaskan rose dari dekapannya "Tolong lepaskan tanganku"
Jeon tersenyum iba, ditatap pergelangan tangan rose yang memerah, bahkan luka memar mengelilingi pergelangan tangannya, membentuk lingkaran tali tambang yang mengikat tangan rose.
Badan rose terkulai begitu satu ikatan tangannya terlepas, rasanya ia begitu lemas, 3 hari lamanya ia disekap dan tak memakan apapun. Bukan karena sosok vante yang kejam padanya, namun rose menolak, ia memilih akan mati kelaparan saja. Namun tuhan berkehendak lain, ia membawa jeon padanya, ia membawa nyawanya kembali pada raga rose.
Kedua tangan rose meraba punggung jeon begitu kedua ikatan tangannya terlepas, didekap erat badan jeon tanpa mau dipisahkan. Sedang jeon hanya menepuk-nepuk punggung rose saat merasakan punggung itu bergetar hebat.
"Semua baik saja rose, aku disini"
Rose segera menjauhkan diri begitu ia menyadari sesuatu, diusap air matanya dengan kasar, ini bukan saatnya ia menangis, ia bukanlah sosok lemah yang karena hal kecil akan membuatnya putus harapan!
"Dimana yang lain?!"
Belum sempat mulut jeon berucap, pintu terbuka dengan cukup kencang dan sosok diujung sana menatap keduanya dengan nafas pendek yang ia tarik ulur dengan kepayahan.
"Sekarang, tak ada waktu"
Rose mengernyit tak paham, kemudian menatap jeon yang kini perlahan menoleh kearahnya.
"Apa yang.. dia siapa?"
Jeon menangkup kedua pipi rose, mengarahkan tatapan rose untuk fokus padanya.
"Rose.. kita tak ada waktu, ayahmu dan yang lain sedang dalam keadaan mendesak, eumm.." jeon mendadak tergagap saat rose menatapnya penuh tanya.
"Eummm kita.."
"Kita menyusul? Semua musuh sudah kalah kan?"
Masih saja jeon menatap rose gelisah, sedang rose sudah dibuat kesal karena sikap jeon yang terlihat menyebalkan karena tak kunjung bicara. Baru saja rose bahagia melihat sosok jeon yang masuk dan melepas ikatannya, baru saja juga rose memeluk lelaki yang kesehariannya selalu membuatnya kesal karena kata-kata vulgarnya karena kesialan yang membuat mereka selalu terhubung dengan hal vulgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕎𝔸ℝ𝕃𝕆ℝ𝔻 (ℂ𝕦𝕣𝕤𝕖 𝕠𝕗 𝕥𝕙𝕖 𝕎𝕒𝕣𝕝𝕠𝕣𝕕) ✔
Fanfiction[Cerita dihapus sebagian, pindah di Webnovel dengan judul 'The Curse Of Warlord'] ⚠️ Konten Dewasa, Adegan Kekerasan Kutukan sang Panglima Perang Ribuan nyawa melayang dari tangannya, dan tuhan menghukumnya, saat nyawa tak berdosa ikut ia hilangkan...