10 April 2016 sebelum pengulangan
Siang hari di jam istirahat saat matahari sedang terik-teriknya. Diriku termenung dalam lamunan. Yang lain sibuk mengobrol bersama gengnya. Sementara aku hanya terdiam di bangku. Tak akan ada yang menanyakan apakah aku sedang ada masalah atau tidak selama Sakura yang mereka kenal adalah sosok yang selalu riang dan gembira.
Dalam lamunanku terdengar langkah kaki yang semakin keras. Sampai terasalah dia sudah berada persis di depanku. Aku mendongak sedikit untuk melihat siapa dia. Ah, itu Araya.
"Sakura mau belajar bareng? Akhir-akhir ini kamu jarang belajar bareng kami lagi." Araya memanyunkan bibirnya.
"Maaf Aya, hari ini aku ingin langsung pulang." Itu adalah sebuah alibi.
"Baiklah kalau begitu. Selamat beristirahat." Aku hanya mengangguk saja.
Kabarnya hari ini ada latihan eskul basket. Tadi aku berbohong tidak bisa ikut belajar bersama karena aku ingin melihat Maratha berlatih. Tak lupa juga mencoba lagi memberikan sebotol jus yang tak bisa diberikan tempo hari.
Bel pulang sudah berbunyi. Semua buku sudah dimasukkan ke dalam tas. Aku menggendongnya dan keluar kelas menuju gymnasium. Sebelumnya tak lupa aku membeli sebotol jus di kantin.
Untuk sampai ke gymnasium aku harus melewati kelas Maratha. Dengan kuat hati aku mencoba untuk melewatinya. Masih banyak murid yang berlalu-lalang.
Lorong demi lorong sudah ditelusuri. Aku harus bertemu dengan sudut ruangan yang membuatku harus berbelok ke kiri agar melewati kelasnya. Ketika berbelok aku mendapati Maratha dan Aprillia sedang keluar bersamaan.
Hanya dengan melihat mereka berdua bersamaan benar-benar membuatku sakit. Memangnya siapa aku untuknya? Kita hanya bertemu secara kebetulan karena tabrakan. Kenapa juga aku harus jatuh cinta dengannya.
Daripada hatiku semakin kacau, aku membalikkan badan dan berjalan ke arah sebaliknya. Sebotol jus yang tergenggam olehku lagi-lagi harus terbuang sia-sia. Hanya ingin memberikannya saja sesulit ini. Padahal seharusnya tadi aku mendekatinya dan langsung memberikannya. Tapi, itu sulit sekali.
Tanpa disadari air mata ini mengalir tiba-tiba. Menyesali segala perbuatan yang harusnya dilakukan tapi tidak. Kalau saja aku lebih berani untuk mengajaknya bicara pasti tidak akan begini. Tidak apa-apa sih. Lagian mereka juga belum jadian. Hanya sebatas teman sekelas. Masih ada kesempatan di lain waktu.
Bukannya menuju keluar sekolah untuk pulang, melainkan aku malah pergi ke ruang loker untuk menyimpan barang para murid. Mencari loker miliknya yang berada di deretan loker kelasnya.
Aku menyobek selembar kertas dari buku catatanku dan menulis, 'aku ingin berkenalan denganmu.' tapi aku tidak bisa memberikannya. Selembar kertas itu hanya tergenggam di tangan. Merasa lemas aku memasukkan kertas itu ke saku seragam dan duduk di depan lokernya. Menyembunyikan wajahku diantara kedua lutut dan mulai menangis.
Terdengar suara langkah kaki dari sebelah kiriku. Semakin kencang dan dekat. Sedikitpun kepala tak kuangkat. Sampai dia mengguncang pundakku dan membuat kepalaku terangkat menatapnya.
"Maaf bisa minggir?" Oh, ini laki-laki yang waktu itu di gymnasium. Sepertinya dia mau menaruh sesuatu di lokernya.
"Ma-maaf menghalangimu." Tanpa melihat wajahnya aku berjalan melewatinya untuk pulang.
"Hei." Merasa terpanggil aku berhenti. "Matamu sembab, kenapa menangis?" Dia tiba-tiba bertanya begitu.
Aku membalikkan badan dan memasang raut wajah yang suram. "Bukan urusanmu." Setelah itu aku pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alternate Ending
RomanceBagaimana jika kau bangun di hari yang sama? Atau, bagaimana jika kau bisa mengubah takdir? Mengubah alur kehidupan dirimu. Tapi apa jadinya kalau tak sesuai keinginanmu. Natsuga Arthur seorang siswa SMA yang sangat pendiam sebelumnya. Sangat menyuk...