I

16 2 2
                                    

Ada apa ini? Kenapa aku bisa kembali ke tahun lalu. Pertanyaan itu menggangguku sepanjang perjalanan menuju sekolah. Pandanganku kosong. Mudah-mudahan ini semua hanya mimpi. Ketika aku terbangun besok pasti tahun 2017. Ini semua bohong!

Untungnya aku masih ingat dulu aku kelas 11 IPA 6. Aku memasuki ruangan kelas. Betapa senangnya ketika melihat sosok yang kudambakan sudah duduk disana. April duduk disana di dekat jendela yang mengarah ke lapangan sekolah. Kuhampiri dirinya yang sedang duduk. Dia rupanya menyadari kedatanganku.

"Halo Natsuga. Kamu tumben dateng pagi." April tersenyum hangat padaku. Aku masih belum yakin akan semua ini lalu bertanya lagi.

"Pril, kamu jadian sama Atha." Jantungku berdegup kencang. Sebisa mungkin harus siap mendengar jawabannya.

"Hah? Mana mungkin. Kamu ada-ada saja." Dia tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaanku. Mataku terbelalak. Kemarin adalah hari jadian mereka. Dan lebih tepatnya hari ini adalah hari dimana aku mulai menyukainya.

Tanpa kusadari air mataku menetes. Hanya kebahagiaan yang kurasakan.

"Kenapa nangis nat?" Aku hanya menggelengkan kepala. Aku sangat bersyukur bisa kembali ke hari ini, tahun ini. Aku takkan menyia-nyiakannya lagi. Pasalnya aku di tahun lalu menyukainya tapi tak berani mengungkapkannya. Karena itu aku hanya bisa menikmati senyumnya. Karena aku tak mengungkapkan rasa dia menjadi dekat dengan Maratha. Kesempatan ini takkan kusia-siakan lagi. Mulai saat ini aku akan mengubah sejarahku. Mengubah masa depan.

April menepuk kursi kosong disebelahnya. "Kamu mau duduk disebelahku?" Tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Aku hanya tersenyum lalu duduk disebelahnya.

Suara pintu kelas tergeser. Seorang laki-laki bertubuh jangkung berdiri di ambang pintu. Itu Maratha. Dia masuk dan menyapa kami lalu duduk di depan. Dia tidak berjalan ke arah April. Ternyata aku benar-benar kembali ke masa lalu.

April 2016 sebelum pengulangan

"Pagi Natsu, kursi disebelahku kosong duduk saja disini! Aku takut nanti nggak ada teman sebangku." Tangannya menepuk kursi kosong disebelahnya.

"N-nggak, aku duduk di belakang saja." Orang secantik dia tidak berhak duduk denganku. Aku berjalan meninggalkan bangku April ke belakang. Memilih tempat dudukku di pojok ruangan.

Suara pintu digeser. Seorang pria bertubuh jangkung memasuki ruangan kelas. Maratha dengan wajah tampannya berjalan ke arah April. Melirik ke arahku yang berada di pojok ruangan. Mengembalikan pandangannya pada April.

"Pagi Atha." April tersenyum padanya.

"Pagi juga Pril." Atha membalas senyumnya. "Kursi sebelahmu kosong?" Atha menunjuk kursi di sebelah April.

"Iya Tha."

"Aku duduk disebelahmu ya." Atha menaruh tasnya di atas meja. April hanya mengangguk. Kemudian Atha duduk disebelahnya.

Hari itu adalah penyesalan terbesarku. Kalau saja aku nggak memilih duduk di pojok. Kalau saja aku menerima tawarannya untuk duduk sebelahan. Walau dunia sedang tersenyum cerah. Hatiku dilanda gundah gulana. Lagipula aku tidak boleh seperti ini. Toh aku bukan siapa-siapanya.

Selama jam pelajaran aku tidak bisa fokus. Keduanya selalu kuperhatikan. Mereka terlihat akrab. Begini kata 'nggak mungkin' yang tadi kamu bilang. Sesekali kulihat mereka bercanda dan tertawa. Untuk mengalihkan kekesalanku aku membaca buku saja. Hanya itu saja yang bisa aku lakukan.

*****

Bel istirahat berbunyi. Tak ada keinginan untuk beranjak dari kursi sama sekali. Moodku sudah hancur hari ini. Tak ada lagi semangat melakukan apapun. Makan saja sudah tak ingin. Biarlah hari ini saja seperti ini. Besok, lusa, atau lain hari aku harus lebih siap menghadapi kenyataan.

Alternate EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang