"Yang ini rumah nya?" Aku menoleh kearah pemuda yang mengantarku ke sebuah rumah, dengan motor CBR ini, ia melepas helm nya.
"Iya Teh, masuk aja." ujarnya, menitahku untuk mengikutinya. Aku dengan ragu turun dari motornya dan membuntuti sosok lelaki bernama Lee Jeno itu.
Rumah di kawasan Antapani ini terlihat besar, cukup membuatku menganga karnanya. Baru memasuki ruang tamu, aku dapat melihat segerombol Remaja asyik bermain game ditengah ruangan.
"Gais, tutor kita udah dateng." ucap Jeno menarik atensi yang lain, seorang dari mereka memperhatikan Jeno. Ia menepuk teman disebelahnya dan itu berlangsung pararel. Hanya satu anak yang melihatku sekilas kemudian kembali pada aktifitas bermain gamenya.
"Ini Teh Kania, yang bakal bimbing kita sampe SBM nanti," jelas Jeno memperkenalkanku.
Salah satu dari mereka memperhatikanku lamat, "temennya Teh Sakha ya?"
Aku mengangguk menjawab, "Iya, dan aku emang atas Rekomendasi Sakha buat bantu kalian."
Anak itu membulatkan bibirnya, "Aku Haechan, Teh! Salam kenal." sapanya, begitu ramah.
Anak disebelahnya ikut tersenyum, "Jaemin, Teh."
Aku memberikan senyuman kepada mereka berdua, lain halnya dengan satu orang yang terus bermain Ponselnya.
"Yang itu Hendery Teh, sedikit nggak pedulian anaknya," celetuk Jeno, melihatku memperhatikan lelaki bernama Hendery itu.
Ya, sudahlah. Lagipula tugasku hanya mengajar disini. Tak peduli bagaimana sikap muridnya.
Aku menepuk tanganku, "Ini udah deal tiap hari Minggu kita belajar?" Tanyaku pada mereka ber-empat setelah membicarakan jadwal kelompok belajar ini.
"Deal!" Seru Haechan begitu bersemangat. Jaemin menganggukkan kepalanya dan Jeno mengetik sesuatu di layar Ponselnya.
"Oke kalau gitu, Gue balik duluan ya. Masih harus ke rumah sakit nemenin Renjun," pamit Jeno kepada kami ber-tiga.
Aku menoleh. "Loh? Mulai belajar aja belum?"
Jeno bangkit dari tempatnya seraya membereskan sesuatu. "Sorry, Teh, ini urusannya emang nggak bisa diganggu," Jelasnya.
Aku hanya berdeham mengiyakan. "Yaudah, hati-hati."
Setelah Jeno berpamitan pada kami dan sosoknya pergi, aku mulai membuka buku latihan Soal di hadapan mereka bertiga.
Hendery masih saja Memainkan ponselnya, membuatku ingin menegurnya namun aku tidak berani.
"Kita mulai di Bahasa Indo-"
"Der! Perhatikeun!" seru Jaemin pada Hendery yang duduk disebelahnya, walau ia berbisik namun aku masih dapat mendengarnya.
"Ambil hapenya aja weh, Jem," usul Haechan sama berbisik.
"Sok ambek euy, sieun." (Suka marah, takut.)
"Ekhem..." aku berdeham, bermaksud meminta atensi mereka. Haechan tersenyum cengegesan, Jaemin kikuk, dan Hendery tetap saja dengan ponselnya.
"Kenapa?" tanyaku.
Haechan hanya menggeleng kepalanya seraya berkata, "E-enggak, Teh." Dan Jaemin menunduk pura-pura bersiul.
Aku paham, dan memandang Hendery yang tepat di samping Jaemin. Aku mengetuk meja di hadapannya, "Der... Hendery," Panggilku.
"Hm?" Hanya itu jawaban Hendery tanpa sedikitpun memalingkan wajahnya padaku.
"Kita udah mulai belajar, bisa nanti dulu main gamenya?" aku masih bersabar, membujuk dengan tenang tapi Hendery mendengus kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blunder [WayV Hendery FF]
FanfictionKetika semua kekacauan ini, berawal dari kesalahanku. aku menyesal masuk kedalam hidupmu dan mengacaukan hidupku. bisa kah aku kembali pada hidupku semula? Note : -Lokal -nonbaku -AU -Harsh Word