Episode 1
#luka_yang_tak_berdarah
Terbiasa terlukaPagi-pagi sekali aku terbangun. Hari ini ada pemandangan tidak biasa di atas ranjang yang selalu ku tiduri. Ya Rizam 'suamiku' tengah tidur memeluk bantal tepat menghadap ke arahku. Mencoba mengabaikan desiran aneh yang menyusup begitu saja ke dalam hati, aku buru-buru bangkit berdiri. Menatap Rizam terlalu lama membuatku seakan menjadi istri yang sebenarnya.
"Sudah bangun Dira? Pagi sekali." Ibu menyapa begitu melihatku menghampirinya.
"Iya bu. Maaf semalam aku tidak sempat menyapa ibu, aku ketiduran."
Aku sengaja berbohong, tidak ingin menyakiti perasaan wanita itu.
"Tidak apa-apa. Lagi pula ibu dan Rizam memang pulang sedikit malam."
Ibu tersenyum penuh kasih. Tak tega rasanya terus membohonginya. Andai ibu tau pernikahan kami tidaklah sehangat yang selalu Rizam perlihatkan. Tak ingin larut dalam perasaan bersalah, aku mulai membantu ibu menyiapkan sarapan dengan sesekali bercanda bersamanya.
Saat sedang membuat kopi, mataku menangkap sosok Rizam yang mendekat. Ibu masih sibuk dengan masakannya. Beliau belum menyadari anak bungsu kesayangannya itu sedang menuju ke dapur. Tak berapa lama ibu terkaget saat tangan Rizam melingkar di perutnya.
"Pagi-pagi bukanya peluk istri malah memeluk ibu."
Beliau mendelik saat dengan manja Rizam menenggelamkan wajahnya di bahu wanita tua itu.
"Peluk istri bisa setiap hari ibu. Tapi pemandangan pagi seperti ini sudah sangat jarang ku dapati."
Rizam melepas pelukannya sembari mengedipkan mata ke arahku. Apa maksud laki-laki menyebalkan itu? Sejurus kemudian aku mengerti maksudnya setelah dengan sangat cepat satu kecupan melayang di pipiku. Ibu tersenyum bahagia melihat apa yang dilakukan anak kesayangannya.
"Pagi sayang."
Aku hanya tersenyum, mencoba menyingkirkan perasaan aneh yang kembali menyelinap ke dalam hati.
"Kenapa cuma senyum? Biasanya kau akan membalas ciuman selamat pagi dariku."
Aku menatap Rizam tajam. Tentu saja tanpa sepengetahuan ibu. Rizam membalas tatapan tajam dariku dengan tawa renyah. Sekilas aku berbalik, ibu tersenyum senang melihat kedekatan kami. Ah andai dia tau kalau Rizam tidak pernah bersikap semanis itu.
"Tidak perlu malu Dira. Ibu mengerti kok. Namanya juga pengantin baru maunya mesra-mesraan melulu."
Ibu berkata sembari tersenyum menggoda ke arahku dan juga Rizam.
"Bukan begitu ibu. Tapi rasanya canggung saat bermesraan di depan orang tua."
"Ibu juga pernah mengalami masa-masa seperti kalian. Ibu paham betul bagaimana rasanya."
Beliau tersenyum simpul sambil meletakan masakan di atas meja makan. Rizam sudah tidak mendengarkan obrolan kami. Tangan dan pikiran laki-laki itu sudah sibuk dengan ponselnya. Tak berapa lama ibu menyita ponsel yang sejak tadi selalu berbunyi. Rizam ingin protes, tapi beliau sudah lebih dulu menjauhkan ponsel tersebut dari jangkauan Rizam. Ponsel itu tepat berada di hadapanku. Sebelum ponsel itu mati, dapat ku lihat dengan jelas obrolan Rizam dan Airin. Begitu mesra dan penuh cinta. Diam-diam aku merasa terluka.
"Dira kenapa cuma bengong? Ayo makan."
Ibu menyodorkan nasi goreng yang tadi kami buat. Sementara Rizam, laki-laki itu makan dengan begitu lahap. Apa dia sama sekali tidak merasa bersalah? Atau haruskah aku juga menganggap bahwa pernikahan ini tidak nyata?
"Kamu sakit?"
Ibu kembali bertanya saat aku tak kunjung mengambil nasi yang dia sodorkan. Buru-buru ku ambil nasi itu dan bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luka yang tak berdarah (End)
RomanceAndira dan Rizam harus terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan. Berbakti kepada orang tua, menjadi alasan kenapa mereka akhirnya harus menikah. Mungkinkah pernikahan tanpa cinta bisa bertahan lama? Rizam punya Airin pacar yang tetap dia...