Elisode 3

7.4K 424 33
                                    

Episode 3
#luka_yang_tak_berdarah
Godaan terberat

Tanpa sadar tanganku menyentuh jemari Rizam. Menggenggamnya erat, menyalurkan kegugupan yang tidak mampu ku sembunyikan.

"Ri Rizam..."

"Ada apa Andira?"

Suara Rizam yang begitu dekat dengan telinga, membuat jantungku berdetak tak berirama.

"Tolong jangan seperti ini. Aku belum siap."

"Kenapa? Bukankah aku ini suamimu?"

Rizam kembali menyentuh simpul handukku. Aku gelagapan dan makin erat memejamkan mata. Tak lama kemudian laki-laki itu tertawa terpingkal-pingkal sambil menjauh.

"Kau sangat lucu Dira. Hei, aku cuma bercanda. Kenapa kau terlihat sangat gugup?"

Rizam kembali tertawa. Wajahku memanas antara malu dan marah. Brengsek. Ternyata dia tengah mempermainkanku. Kesal, segera ku raih baju ganti dan menuju kamar mandi. Di luar sana Rizam masih tertawa. Setelah selesai, aku memilih meninggalkan Rizam ke dapur. Jujur aku masih malu bertatapan dengan laki-laki itu.

Pukul 9 malam. Aku lapar. Tadi aku sengaja tidak makan di rumah ayah dan ibu. Rizam yang sengaja ku hindari, malah mengikuti. Kenapa dia harus ikut ke sini sih?

"Kau marah?" Rizam bertanya dengan senyum yang masih merekah di pipi.

"Tidak." 

"Apa aku keterlaluan? Kalau begitu aku minta maaf Andira."

Rizam menghampiri dengan wajah bersungguh-sungguh. Aku masih mengabaikannya dan sibuk mengeluarkan sisa makanan dari kulkas untuk di panaskan.

"Ayolah Andira. Aku cuma bercanda."

Karena terus ku abaikan, Rizam menarik tanganku.

"Bagaimana kalau kita makan di luar. Aku juga lapar. Aku juga belum makan."

"Tidak."

"Berhentilah marah Dira. Hari ini aku sudah cukup kesal dengan sikap Airin yang kekanak-kanakan."

"Kau pantas mendapatkannya."

"Berhentilah merajuk. Wanita kalau sedang lapar memang cenderung pemarah. Bagaimana kalau kita beli nasi goreng di warung depan?"

Aku masih ingin marah. Tapi perut yang lapar tidak sejalan dengan pikiran. Alhasil aku memilih mengangguk dan berusaha bersikap biasa. Rizam tersenyum senang. Tak lama laki-laki itu menarik tanganku keluar menuju mobilnya.

"Aku cuma pakai baju tidur lho. Kau tidak malu jika nanti kebetulan kita bertemu kenalanmu?"

"Kenapa harus malu Dira? Kan aku tinggal bilang kalau kamu itu keluargaku."

"Iya juga sih. Good ide."

Rizam mengendarai mobilnya pelan. Warung nasi goreng yang kami tuju memang tidak terlalu jauh dari rumah. Setelah sampai disana, ternyata warung itu tutup. Aku dan Rizam terpaksa berkendara cukup jauh. Rizam ingin membeli makanan dari warung langganannya. Untunglah warung itu masih buka meski sekarang sudah hampir pukul 10 malam.

"Ayo turun. Disini masakannya sangat enak."

Aku menurut, mengikuti langkah Rizam. Laki-laki itu berbincang akrab dengan pemilik warung sembari memesan. Aku memilih duduk dan memperhatikan pengunjung warung yang masih ramai walau hari sudah malam. Aku ingin memanggil Rizam mendekat, tapi niat itu ku urungkan begitu melihat Airin.

Kenapa wanita itu ada disini? Rizam tampak terkejut, tapi kemudian dia tersenyum senang saat Airin menghambur ke pelukannya. Sepertinya mereka sudah berbaikan. Aku cuma memperhatikan dari kejauhan. Lagi pula aku tidak mungkin mendekat dan membuat Rizam dalam masalah.

Luka yang tak berdarah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang