Episode 2

7.9K 420 20
                                    

Episode 2
#luka_yang_tak_berdarah
Rasa yang salah

Aku sedang masak nasi goreng saat ekor mataku menangkap Rizam yang baru pulang. Sekilas menatap jam dinding, ternyata sudah pukul 7 malam. Ini pertama kalinya Rizam pulang cepat. Aku tidak ingin menanyakan apapun padanya. Seperti biasa, kami masih saling mengabaikan.

Selesai masak, aku menikmati nasi goreng seorang diri. Rizam pasti sudah makan di luar sana. Terkadang walau menyiapkan masakan untuknya, laki-laki itu tidak pernah menyentuh hidangan yang sudah ku sediakan. Sejak itu aku tidak pernah masak untuk Rizam lagi. Dia juga tidak pernah memintaku melakukan sesuatu. Benar kata Rizam, kami sudah terbiasa mengabaikan.

Selesai makan aku memilih menonton tv. Sebenarnya aku tidak tertarik pada acara yang di tayangkan. Hanya saja aku belum ingin masuk ke kamar dan terjebak berdua dengan Rizam. Niat ingin menghindari laki-laki itu pupus sudah saat tanpa canggung dia duduk tepat di sebelahku di sisi sofa yang kosong. Haruskah sekarang aku pamit untuk tidur? Apa dia tidak akan marah jika aku bersikap seperti itu?

Alhasil kami hanya memperhatikan tv tanpa ada yang berniat membuka obrolan. Sebenarnya banyak yang ingin ku tanyakan. Tapi selama tinggal bersama Rizam sebulan ini, kami tidak pernah benar-benar bicara. Jadi harus mulai dari mana?

"Jadi kau Andira yang selalu Wisnu ceritakan dulu? Dunia memang sempit sekali. Tak ku sangka wanita yang begitu di cintai oleh Wisnu malah jadi istriku."

Aku tak menanggapi. Lagi pula apa yang harus ku jawab?

"Apa yang kalian lakukan di restoran tadi? Wisnu seleranya memang sedikit berbeda."

"Maksudmu? Kau mengejekku? Aku tau aku tidak begitu cantik."

Rizam tertawa. Aku menatapnya takjub. Dia sangat tampan ketika dia tertawa. Karena terpesona aku bahkan lupa kalau aku sedang tersinggung oleh ucapannya.

"Kau memikirkan apa Dira? Maksudku selera makan Wisnu memang sedikit berbeda. Bukan selera wanitanya. Dia terbiasa makan di restoran mewah. Begitu kebiasaan Wisnu saat kami sama-sama kuliah di Inggris dulu."

Aku merona malu. Sial ku pikir Rizam sedang bicara tentangku.

"Kalian pasti sangat dekat Rizam. Wisnu sudah kaya sejak lahir. Jadi makan di restoran seperti itu bukan masalah untuknya."

"Kau juga pasti mengenal Wisnu dengan baik. Wisnu banyak bercerita tentangmu."

Aku memilih diam. Sejauh mana cerita yang Rizam dengar dari Wisnu, sebenarnya aku ingin tau. Tapi jika aku bertanya, apakah orang yang berstatus sebagai suamiku ini tidak akan tersinggung?

"Aku tidak ingin tau tentang Wisnu Rizam. Saat ini aku istrimu. Jadi aku tidak ingin ada laki-laki lain selama kita masih berstatus sebagai suami istri."

Rizam menatapku lekat. Jujur, malu rasanya di tatap seperti itu oleh Rizam.

"Jangan anggap pernikahan ini nyata Dira. Kau juga berhak bahagia. Kau jelas tau aku masih pacaran dengan Airin."

"Pernikahan kita nyata Rizam. Hanya saja kita masih sulit untuk mengakuinya."

"Tapi aku tidak mencinta..."

"Catat aku juga tidak mencintaimu. Kita tau alasan kita menikah bukan karena cinta. Jadi jangan pertegas lagi hal itu. Kita berdua sudah sangat paham." Aku sengaja memotong ucapan Rizam.

"Apa kau masih mencintai Wisnu?"

Rizam bertanya, tapi matanya menatap tv yang masih menyala di depan sana.

"Dira apa tidak sebaiknya kita akhiri pernikahan ini? Kau bisa bebas bersama Wisnu, aku juga bisa menikah dengan Airin."

Ah tawaran yang begitu menggiurkan. Tapi kalau pun keinginan kami sama, siapa yang akan membicarakan perihal perceraian kami pada orang tua? Bagaimana nanti tanggapan mereka? Darah tinggi ayahku pasti kambuh, ibu Rizam pun pasti akan sangat kecewa. Tidak. Untuk sementara biarlah kami seperti ini.

Luka yang tak berdarah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang