Episode 4

7.6K 437 22
                                    

Episode 4
#luka_yang_tak_berdarah
Ciuman pertama

Sudah cukup malam saat aku tiba di rumah. Sepi, Artinya Rizam belum kembali. Selesai mandi dan bersiap tidur, pintu kamar terbuka. Rizam datang dengan wajah yang begitu bahagia.

"Hei belum tidur? Tadi aku mampir di toko pizza. Aku beli sekotak untuk kita."

Rizam duduk di tepi ranjang, aku pura-pura sibuk berbalas pesan dan mengabaikan laki-laki itu.

"Kau masih marah? Aku minta maaf Dira. Aku sungguh tidak punya maksud meninggalkanmu di sana."

Aku masih mengabaikannya dengan membalas pesan iseng dari Wisnu. Tak lama Rizam merebut ponsel pintar yang sejak tadi ku mainkan.

"Oh kau sedang berbalas pesan dengan Wisnu. Pantas saja kau mengabaikanku."

Rizam meletakkan ponselku di atas meja. Aku melipat tangan di dada untuk menunjukkan aksi protes padanya.

"Kau juga sering seperti itu jika sedang asyik berbalas pesan dengan Airin."

"Ternyata kau bisa balas dendam juga." Rizam tersenyum menggoda, mencoba mencairkan suasana.

"Maaf gara-gara aku semalam kau sampai demam."

"Bukan salahmu. Tubuhku memang tidak bersahabat dengan cuaca dingin." Aku menjawab ketus.

"Tapi kau berada di luar sana karena keteledoranku Dira."

Sekilas ku pandang wajah Rizam. Raut wajahnya menunjukan kalau dia benar-benar menyesal. Tapi aku terlalu kesal. Tidak mudah memaafkan kesalahan laki-laki itu.

"Baiklah, jadi apa yang bisa ku lakukan untukmu sebagai permintaan maaf?"

Seketika wajahku berseri. Kata itu yang sejak tadi ku nanti. Diam-diam aku menyusun rencana.

"Malam minggu ini kita menginap di rumah orang tuaku. Bagaimana?"

Rizam tampak berpikir. Tapi tak lama kemudian dia mengangguk setuju.

"Cuma itu?"

"Iya, cuma itu. Tapi jika kau ingkar janji, aku tidak akan pernah memaafkanmu."

"Segitunya. Baiklah kita akan bermalam di sana. Kau sudah memaafkanku bukan?"

Aku mengangguk. Rizam tersenyum dan menarik tanganku ke meja makan. Benar saja, dia membeli sekotak pizza. Sebenarnya aku tidak begitu lapar, tapi ku cicipi juga makanan itu saat melihat Rizam makan dengan lahap.
***

Saptu sore, sesuai janji, aku dan Rizam menginap di rumah orang tuaku. Ayah dan ibu sangat senang saat kami datang. Ini kali pertama kami bermalam disini setelah menikah.

"Ibu tidak menyiapkan apa-apa Dira. Kalau tau kalian akan menginap, ibu sudah ajak ayahmu belanja tadi pagi."

"Tidak perlu repot bu. Lagi pula kami ingin memberi kejutan pada kalian."

Aku dan ibu sedang memasak di dapur, sedang Rizam dan ayah berbincang di ruang keluarga. Mereka nampak akrab. Harus ku akui Rizam memang paling bisa mengambil hati. Tak kulihat lagi keraguan di mata tua ayah sejak kami datang. Sepertinya dia yakin kalau kami memang pasangan bahagia.

"Hei ayo panggil ayah dan suamimu. Kita makan malam dulu."

Ibu membuyarkan lamunanku. Memasang senyum paling manis, aku memanggil ayah dan Rizam untuk makan. Selama makan, sesekali ayah berbincang tentang harmonisnya hubungan pertemanan beliau dan ayah Rizam dulu. Tak ku sangka setelah selesai makan, ayah malah menanyakan perihal wanita yang di peluk Rizam beberapa waktu lalu.

Luka yang tak berdarah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang