huit

1K 99 11
                                    

Chenle berjalan mondar-mandir di depan ruang pemeriksaan. Sudah setengah jam sejak Yiren masuk ke dalam sana, namun tak ada tanda-tanda bahwa dokter yang menangani Yiren akan keluar dan memberikan penjelasan padanya.

Chenle tentu saja ketar-ketir, karena selama ia mengenal Yiren, ia kembali harus dihadapankan dengan tunangannya masuk rumah sakit.

Sebelumnya Yiren sudah pernah masuk rumah sakit, bahkan sampai operasi karena infeksi usus buntu yang dialaminya. Kejadiannya terjadi saat Yiren baru masuk bangku SMA, sedangkan Chenle berada ditingkat terakhir SMP.

Dulu Chenle begitu takut apabila Yiren meninggalkannya, begitu pula sekarang. Ia akan menyalahkan dirinya sendiri apabila hal buruk terjadi pada Yiren.

"Tuan Zhong," panggil sang dokter yang akhirnya keluar dari ruang pemeriksaan.

"Ah iya, bagaimana kondisi Yiren dok?" Tanya Chenle terburu-buru.

"Hahaha, tidak perlu panik begitu tuan. Nona Yiren baik-baik saja, sekarang sudah kami pindahkan ke ruang inap. Nona sebetulnya hanya kelelahan saja, apalagi saat ini nona sedang mengandung selama 9 minggu. Saya harap Anda dan nona bisa menjaga kandungan tersebut, dan kurangi aktivitas fisik yang terlalu berlebihan. Untuk saat ini sudah saya pasangkan infus dan sudah saya mintakan makan malam, setidaknya harus ada nutrisi yang masuk ke tubuh nona. Sekian dari saya, tuan bisa langsung menjenguk nona di kamar inap," ucap sang dokter.

Eh? Yiren hamil? Apakah itu artinya ia akan menjadi seorang ayah?

Chenle tersenyum kemudian membungkuk pelan pada sang dokter. Kemudian pria itu langsung berlari menuju ruang inap Yiren yang nomornya tak lupa ia tanyakan pada perawat.

Sesampainya di dalam, Chenle menemukan Yiren yang tengah mengerjapkan matanya. Sepertinya wanita itu baru saja bangun dari pingsan.

"Sini kak, aku bantuin," ucap Chenle.

Dengan sigap pria itu membantu mendudukan sandaran kasur Yiren, tak lupa juga mengambilkan dan membantu Yiren untuk minum air.

"Udah Le," ucap Yiren pelan.

Setelah meletakkan gelas di nakas, Chenle langsung saja memeluk Yiren pelan. Tidak erat seperti biasanya, hanya karena ia takut pelukannya dapat menyakiti Yiren yang masih belum fit. Chenle meletakkan kepalanya di ceruk leher Yiren.

"Ih apaan sih peluk-peluk? Risih tau," ucap Yiren pelan, namun tetap saja membiarkan Chenle memeluk dirinya. Sejujurnya ia rindu juga pelukan lelaki itu.

"Aku tuh khawatir kak. Takut banget kakak kenapa-napa. Aku juga marah karena ga bisa jagain kakak dengan baik. Saking marahnya, aku sampe jeblosin di Huang brengsek itu ke penjara. Tapi itu ga ngurangin rasa marah dan sedihku," balas Chenle pelan.

"Ya ya deh, ngerti kakak. Tapi serius ini risih, lepasin ga?"

"Ndak mau, soalnya marahku sudah berganti sama berita bahagia. Abis ini aku mau jadi ayah," ucap Chenle yang sukses membuat mata Yiren membola.

Wanita itu langsung saja mendorong tubuh Chenle, melonggarkan pelukan mereka. Yiren terdiam menatap Chenle yang tersenyum padanya.

"Eh? Kamu jadi ayah? Maksudnya....,"

"Iya, kakak lagi hamil 9 minggu. Makanya tadi kakak pingsan, soalnya kakak kecapekan," potong Chenle.

"Beneran???" Tanya Yiren ragu.

"Ya beneran lah. Tadi dokter ngasih tau, dikasih foto USG juga nih," ucap Chenle sembari menyodorkan selembar foto hitam putih mengenai kondisi rahimnya.

Yiren meraih foto itu pelan dan menangis haru melihatnya. Tidak menyangka ada malaikat kecil yang kini bersemayam di dalam perutnya.

"Ini beneran bayi aku Le?"

visages | chenyi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang