RENCANA

828 60 0
                                    

Setelah kami bermain di taman bermain, kami pulang menaiki mobil yang kami tumpangi tadi. Aku menumpang di mobil Andre. Tapi aku tidak sendirian, hanya saja sekarang tinggal aku dan Andre di mobil. Entah kenapa, tapi aku rasa sepertinya Andre sengaja mengantarku pulang terakhir. Apa yang aku bicarakan? Mana mungkin dia sengaja melalukannya.

Aku hanya bisa duduk dan melihat ke arah luar jendela tanpa mengucapkan apa pun. Saat aku masih sibuk dengan pemandangan diluar sana. Tak sengaja aku melihat Andre sedang memperhatikanku. Aku melihatnya dari ujung mataku. Aku serasa mematung. Tak bergerak apalagi bicara. Sampai akhirnya Andre memulai pembicaraan.

"Tami, rumah mu dimana." tanya Andre.
Pertanyaan itu membuat ku malu pada diriku sendiri. Ternyata Andre tidak tahu dimana rumahku. Aduh, hati ini rasanya sayup.

"Nanti belok ke kanan. Sisanya lurus saja." ucap ku ketus. Bukannya aku marah, melainkan aku malu dengan prasangka ku terhadapnya. Karena malu, aku kembali melihat ke arah luar jendela.

"Lehermu tidak sakit? Melihat kesana terus. Lebih baik kau melihat wajah tampan ku ini." ucap Andre yang masih fokus menyetir.

Dapat ku pastikan, pipiku sekarang berubah menjadi tomat. Pipiku rasanya menjadi merah. Aku malu mendengar perkataan Andre tadi. Aku memutuskan untuk tidak berpaling dari kaca jendela mobil Andre.

"Berhenti disini." ucapku lalu turun.

"Kau tidak mau mengajakku mampir ke rumahmu? Setidaknya kau mau memberi ku minuman dingin. Aku haus sekali." teriak Andre dari dalam mobil. Jujur aku kasihan mendengar kalimat itu. Jadi sebagai ucapan terima kasih, aku mengajaknya masuk.

Kami berjalan memasuki rumahku. Dengan posisi aku sebagai pemandunya.

"Aku pulang." teriakku saat membuka pintu. Mungkin Andre kaget saat mendengar teriakanku tadi. Peduli apa aku.

"Kau duduk di sini. Aku akan ambilkan kau minuman dingin di dapur." ucapku lalu pergi ke dapur. Didapur, rupanya ada ibu yang sedang memotong sayuran.

"Ibu, kau tadi tidak mendengar teriakkanku, yah?" tanyaku sambil membuka kulkas.

"Aku dengar. Tapi aku tidak menjawabnya. Karena ibu tahu kau pulang tidak sendirian." ucap ibuku meletakkan pisaunya dan menatapku. Seolah-olah dia sedang mengejekku. Terbukti dengan senyuman yang ia tunjukkan padaku.

Aku menuangkan minuman itu di gelas yang berukuran sedang. Lalu aku berjalan meninggalkan dapur dengan gelas yang tadi ku isi. Aku melihat Andre diruang tamu. Tapi dia tidak sendirian. Aku juga melihat ayah duduk tepat disebelah kanannya. Mereka terlihat sedang bercakap-cakap. Dan diselingi dengan tawa masing-masing.

"Ini minumanmu." ucapku seraya meletakkan gelas itu diatas meja tepat didepan Andre.

"Buat ayah mana?" tanya ayah dengan nada mengejek. Aku juga ingin mengejeknya.

"Ayah ambil saja di kulkas." ucapku mengejeknya kembali.

"Siapa namamu, nak?" tanya ayah pada Andre.

"Namaku Andre Wijaya. Panggil saja Andre." jawab Andre. Mendengar jawaban Andre, ayah terlihat seperti mengingat sesuatu. Tak lama ayah mulai menangis.

Ibu datang dari arah dapur. Dia berusaha menenangkan ayah. Aku rasa ayah mengingat sahabatnya itu.

"Ayah, dia adalah anak yang bernama Andre. Yang waktu itu aku ceritakan. Dan Ayahnya seorang kepala sekolah." aku sedikit menjelaskan tentang Andre. Aku harap Andrw mengerti apa yang sedang aku lakukan.

Dan benar, ternyata dia punya tingkat kepekaan yang cukup tinggi. Dia langsung berlutut di depan ayah.

"Maafkan Ayahku. Dia menyesal. Setiap malam saat jam istirahat, aku hanya bisa mendengar tangisannya dari balik pintu kamarnya. Dia ingin sekali bertemu dengan anda. Kumohon, maafkan dia dan bertemulah dengannya." ucap Andre yang ternyata juga mulai menangis. Tapi ia masih menahannya.

MYSTERY OF MY SCHOOL [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang