Yohan tetap diam di kamar, kita berdua tak memulai obrolan apapun semalaman. Gue benar-benar marah terhadap Yohan, dia mempermainkan hidup gue.
Gue lihat Yohan belum tidur juga, gue di kasur dan dia di sofa. Hanya suara televisi yang meramaikan diantara keheningan kami.
Karena gue merasa haus gue berniat untuk pergi ke dapur. Dengan perlahan gue turun dari kasur dan membuka kunci pintu.
"Mau kemana?" gue terkaget waktu Yohan bersuara.
"Haus, mau ke dapur." jawab gue tanpa menengok ke arah dia.
"Bego banget sih, itu sebelah sana tuh air minum sebanyak itu gak liat?"
Gue menengok ke arah yang Yohan tunjuk. Sungguh bodoh karena gue tidak melihat ke arah sana sejak tadi.
"Jangan cari celah buat bang Wooseok ngobrol sama lo, dia jam segini masih bangun biasanya."
Gue menghela napas panjang, dan melirik ke arah Yohan. Gue gak habis pikir, dia setakut itu gue goda kak Wooseok.
"Aku muak banget, selalu aja Wooseok. Aku bahkan gak kepikiran sama sekali lho, mau kamu tuh apa sih? Kalau gini caranya aku keluar dari rumah ini." ancam gue
Yohan malah tertawa, seolah mengejek gue.
"Percuma lo pulang pun Jen, ibu lo udah bikin perjanjian sama gue. Dia gak akan mau nerima lo lagi."
Rasanya gue mau marah, kenapa terdengar sekonyol ini? Sekarang giliran gue yang tertawa.
"Wow, big applause buat kamu yang luar biasa untuk membuat hidup aku berantakan. Yang sudah hancur semakin hancur Han. Kalau ini permainan kamu, aku ikutin."
Yohan menatap gue tak percaya. Gue akan mengikuti Yohan kalau ini cara main dia. Jangan anggap gue polos dan gak berani.
"Jangan nyesel Han, kalau ini cara main kamu— jangan pikir aku bakal diem aja kamu mempermainkan aku."
Gue langsung keluar kamar dan mencari tempat yang bisa gue pakai istirahat.
Untung saja dirumah ini ada banyak sofa yang bisa diubah menjadi kasur, jadi gue bisa tidur disini sebentar. Persetan dengan komentar orang nanti, gue butuh menangkan pikiran setelah pusing dengan segala macam yang Yohan persiapkan.
Gue terbangun dengan kaget waktu gue liat gue dikamar Yohan lagi. Segera gue bangkit dari kasur dan menatap sekitar. Tak menemukan Yohan disana, gue bisa bernapas lega.
"Batu banget sih jangan kasih celah buat bang Wooseok?!"
Yohan keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, gue tebak dia mandi sepagi ini karena mau pergi.
"Ngapain mindahin aku ke kamar sih?Biar apa? Biar keliatan harmonis kah?" tanya gue ketus
Yohan mendekat ke arah gue, "Kalau gue gak nyusulin ke bawah, keenakan banget bang Wooseok ngeliatin lo tidur."
"Heh, terserah." kata gue dan turun dari kasur, gue gak mau pagi-pagi tersulut emosi.
Gue masuk ke kamar mandi dan berendam di air dingin di bath tub, sengaja gue lamain biar gue gak Yohan turun ke lantai bawah.
Mau marah, mau kecewa juga percuma. Nyatanya kehidupan bahagia yang Yohan iming-imingi hanya trik semata. Kenapa gue kayak gini? Gue bikin salah apa sih? Apa salah gue kalau orang menyimpan rasa sama gue?
"Keluar! Gak usah dilama-lamain Jen, buruan!"
Gue mendengus kesal ketika pintu kamar mandi diketuk dengan tidak santai dan diteriaki seperti itu.
Akhirnya gue memutuskan segera pakai baju dan keluar kamar mandi. Mau marah sama Yohan percuma, buang-buang tenaga aja. Tapi memang gue bodoh banget nerima ajakan dia tanpa pikir panjang dan berakhir dengan penyesalan seperti ini.
"Gak teriak-teriak bisa? Berisik Han." kesal gue
"Nanti siang gue mau keluar, main sama temen. Gak usah nungguin."
Gue melirik kesal ke arah Yohan, dia mau keluar sama temen-temennya lagi?
"Bisa gak hargai gue sedikit aja Han, gue gak minta banyak kan?" kata gue
"Lo gak ada hak ngatur gue Jen, gue yang ngatur lo!"
"Mana yang katanya kalau gue deket lo aman Han? Mana yang katanya mau meringankan beban hidup gue Han? Yang ada lo cuma bikin hancur hidup gue!"
Air mata gue tak terbendung lagi, gue nangis dihadapan lelaki brengsek yang kini telah menikahi gue. Beraninya gue mau-mau aja sama orang yang baru gue kenal sebentar.
"Semakin hidup lo hancur, gue semakin bahagia. Lo harus ngerasain apa yang kakak gue rasain, ketika bang Wooseok mendambakan lo dan mencampakkan kakak gue!"
Yohan beneran gak punya hati, gak punya perasaan.
Dulu, setiap kali kak Wooseok mendekati gue— gue selalu menjauh, menghindar. Gue tau dia udah punya istri, dan gue gak mau disebut perusak rumah tangga orang. Gue gak peduli dengan seberapa banyak uang yang dia keluarin buat ibu gue. Gue akan tetap menolak dia, karena gue tau diselingkuhin itu gak enak. Gue mikirin perasaan istrinya, pasti sedih dan sakit hati banget, gue juga perempuan.
Jadi salah besar kalau Yohan berpikir gue ngegoda kak Wooseok, dan berusaha ngerebut kakak iparnya itu.
"Yohan, sekarang lo berpikir menghancurkan hidup gue karena gue ngerusak rumah tangga kakak lo? Fine, karena meskipun gue bilang gue gak pernah merespon kak Wooseok pasti lo gak akan percaya kan? Kalau gitu— kenapa gak sekalian gue beneran deketin Wooseok aja kan? Karena ketika hati kakak lo hancur— hati lo juga ikut hancur kan?"
Gue mungkin terdengar jahat, ini sebagai bentuk gertakan karena gue selalu diginiin sama Yohan. Dituduh sesuatu yang bahkan gak pernah gue lakuin.
Sekarang gue, Yohan, Wooseok, dan mbak Sejeong juga Minkyu lagi di meja makan. Kita berlima makan siang bersama. Yohan mengurungkan niatnya pergi, dia takut gue beneran ngedeketin Wooseok.
"Jen, aku sama mas Wooseok lusa mau ke Bali, kamu sama Yohan ikut ya?"
Gue menengok ke arah mbak Sejeong yang kini menatap gue dan Yohan. Jangan lupakan Wooseok yang menatap gue juga.
"Gak deh kak, kalian berdua aja. Aku sama Jennie gak ikut." Yohan memutuskan secara sepihak.
"Udah kakak urus semuanya, tiket juga udah dibeliin lho." kata mbak Sejeong lagi
"Boleh mbak, aku ikut. Kalau Yohan enggak mau gak apa-apa, sayang banget tiketnya." bela gue
Yohan mencengkram tangan gue sedikit keras, dia pasti marah karena gue akan menganggu liburan mbak Sejeong dan kak Wooseok.
Gue melemparkan senyum ke arah Yohan, "Kamu beneran gak mau ikut?" tanya gue dengan sok lembut
Yohan melirik ke arah gue, "Karena kamu ikut ya aku ikut. Masa ngebiarin kamu sendirian, sedangkan kak Sejeong sama bang Wooseok bulan madu?"
"Nah yaudah kalian berdua ikut ya."
From: Yohan
Jangan harap gue bakal kasih celah buat lo ganggu bang Wooseok ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate [Kim Yohan]
FanfictionHe's my desire, he's my savior. This is our fate, or my fate? ©2021, janebygrace