Dowoon

31 1 1
                                    

A/N: Sebenernya background cerita ini dirasa agak makjang, tapi semoga ga mengurangi esensi keseluruhan cerita ya, hahaha

.
.
.

(Sudut pandang Dowoon)

Tok. Tok.

Terdengar suara ketukan pintu.

"Dowoon ah, ayo kita sarapan .."

Terdengar Jieun memanggilku dari balik pintu itu, pintu kamarku. Pintu dari ruangan yang tak pernah dia masuki, atau lebih tepatnya yang aku tak pernah mengizinkannya masuk.

Aku menyisir rambutku sebentar, mengambil tasku, dan keluar kamar. Aku bergabung dengan mereka di ruang makan untuk sarapan. Mereka yang artinya ayahku, Jieun, dan ibu Jieun.

Aku duduk di kursi di seberang ibu Jieun dan mulai mengambil sepotong roti. Seperti otomatis, ibu Jieun memberiku sebotol selai cokelat. "Ini .." Dia memberikannya sambil tersenyum.

Aku hanya mengambilnya tanpa balas tersenyum. Untuk apa juga?

Tapi dia tidak menyerah. Dia bahkan memberi tahuku, “Kubelikan susu cokelat... Dowoon sangat suka cokelat kan? ”

Kalau iya, kenapa?

Aku menjawabnya di pikiran, tetapi dalam kenyataannya aku hanya diam.

Melihat itu, ayah mulai mengomel. "Yoon Dowoon, di mana sopan santunmu? Ibu berbicara padamu, kenapa diam saja?"

Ibu?

Aku tergelak, sebelum menjawab, "Tidak boleh berbicara saat makan. Itu cara ayah mengajariku dulu. Apa ayah lupa?"

"Hish, anak ini!" Ayah sudah berniat memukulku, tetapi ibu Jieun cukup cepat untuk mencegahnya.

Dia memegang tangan ayah sambil berkata, "Biarkan saja dia, yeobo .."

Seperti memberinya mantra, ibu Jieun berhasil menenangkan ayah. Dan aku benci melihatnya. Aku benci dia bisa menggantikan ibuku dengan baik.

Tidak bisa melihat pemandangan itu lebih lama, aku berhenti makan dan beranjak pergi.

"Yaaa Yoon Dowoon!" Ayah mulai memanggilku dan segera diikuti oleh ibu Jieun. "Dowoon ah .."

Aku mengabaikan mereka dan terus berjalan ke pintu, tetapi kemudian seseorang menghentikanku.

Jieun memegang tanganku dan membuatku berbalik. "Ini, ambil." Dia memberiku sebotol susu cokelat yang disebutkan ibunya sebelumnya. "Bukankah kita ada kelas olahraga hari ini? Kamu akan perlu banyak energi. "

Aku mendongak dan melihatnya. Wajahnya terlihat sangat tulus, seolah dia benar-benar mengkhawatirkanku.

Dan aku membencinya.

Aku benci kenyataan bahwa aku tak bisa menolaknya. Aku benci kenyataan bahwa dia baru saja berhasil menenangkanku seperti ibunya terhadap ayahku.

Aku mengambil susu itu dan pergi, meninggalkannya sendiri.

.
.
.

Namanya Kim Jieun.

Mungkin sekarang lebih tepat Yoon Jieun, karena dia kini jadi saudara tiriku.

Ayahku menikahi ibunya 6 bulan lalu. Sesuatu yang sangat tidak terduga karena belum setahun sejak perceraiannya dengan ibuku. Ibuku adalah pecandu kerja yang temperamennya sama buruknya dengan ayahku, jadilah mereka sering bertengkar. Aku tahu bahwa suatu hari nanti mereka akan memutuskan untuk berpisah, tetapi aku tak menyadari bahwa itu akan terasa seburuk ini. Terlebih lagi ketika aku tahu bahwa itu bukan satu-satunya alasan ayah menceraikan ibu. Ibu Jieun mungkin jadi pemicunya.

What Should I Do?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang