Wonpil's pov
.
.
.
Pagi ini terik matahari sudah menghangatkan tubuhku. Aku sengaja datang lebih awal ke sekolah untuk berpikir. Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.
Aku bergelantung di gawang olahraga, sengaja memposisikan kepalaku di bawah agar aliran darah mengalir lancar ke kepalaku, membantu meredakan pusing yang melanda.
Aku menatap lekat gantungan kunci yang ada di genggaman tanganku. Dalam gantungan kunci ini terdapat benang tak kasat mata yang menyambungkan aku dengan mereka.
Aaah, bagaimana ya menjelaskannya.. aku sendiri bingung dengan perasaanku.
Sejak semalam aku tak bisa tidur, aku gelisah..
Aku takut menghadapi hari ini. Aku takut kalau harus menerima kenyataan pahit.
Karena semalam.. dia telah menyatakan perasaan padanya.
Sungjin, sahabatku, telah menyatakan perasaannya pada Jieun.
.
.
.
Kenapa Sungjin harus menyukai Jieun?
Jieun, aku mengenalnya lebih dulu.
Jieun adalah teman les piano-ku. Kami sudah mulai les piano sejak SMP. Dia gadis yang ceria dan antusias mengikuti les. Skill memainkan piano-nya juga bagus. Dia cukup jadi primadona di tempat les, namun aku merasa biasa saja. Aku sendiri pribadi yang pendiam dan tidak mudah dekat dengan orang lain. Tetapi Jieun selalu menyapaku tiap kali masuk kelas. Dia tak pernah bosan menyapaku meski aku tak pernah membalasnya.
Aku baru menyadari kehilangannya saat dia tidak pernah datang les lagi. Yang kudengar dari guru les piano, ayahnya baru saja meninggal dunia karena sakit. Aku pun jadi teringat dengan ayah dan ibuku. Mereka juga telah pergi, jauh hingga ke surga.
Mendengar hal itu, aku tidak bisa tidak teringat masa lalu. Saat-saat terberat dalam hidupku. Saat mereka pergi dan tak membawaku serta.
Saat itu kami sedang dalam perjalanan menuju gedung tempat noona ku mengikuti kompetisi sains mewakili sekolahnya. Noona sudah berangkat lebih dulu bersama dengan tim dan guru pembinanya dari sekolah. Ayah, ibu, dan aku menyusul ke sana dengan mobil pribadi. Namun hari itu saljunya cukup tebal dan jalanan cukup licin, aku tidak tau apa yang terjadi tapi tiba-tiba ada yang menghantam mobil kami, hingga mobil kami terdorong jauh dan menabrak sebuah gedung. Aku tak ingat bagaimana detailnya setelah itu, yang ku tahu, sejak saat itu ayah dan ibu sudah pergi untuk selamanya.
Aku baru bangun setelah beberapa waktu dengan tubuh penuh luka. Noona yang berada di sampingku perlahan memelukku dan menangis. Saat itu aku belum tahu apa-apa. Setelah dijelaskan, aku pun ikut menangis tanpa henti. Aku protes pada ayah dan ibuku, mengapa mereka tak membawaku serta.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Should I Do?
Fiksi PenggemarCerita tentang remaja yang jatuh cinta. Kecemasan tentang bagaimana mengungkapkannya sampai perasaan kecewa ketika mengetahui bahwa itu hanyalah cinta yang tak terbalas, membuat mereka bertanya pada diri sendiri, "Huh, harus bagaimana?" Cerita ini t...