13. Pameran Lukisan

463 91 12
                                    

Memang benar orang bilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memang benar orang bilang. Bahwa perasaan datang tiba-tiba, tidak diundang ataupun tumbuh dengan sendirinya karena terbiasa. Mungkin Siyeon sedang mengalaminya sekarang, di tempat ini, detik ini. Perlahan hatinya membuka bagi orang baru-bukan tipikal Siyeon-sebenarnya, sudah dari dahulu hanya saja Siyeon yang membohongi dirinya sendiri.

Sedari tadi Siyeon menatap sekeliling kemudian beralih menatap kakinya. Sedang duduk berada di salah satu bangku di galeri lukisan sambil menunggu Jeno yang pergi mencari sebuah minuman. Jantungnya tidak berdetak secara normal sedari tadi, berdegup dengan kencang hingga membuat Siyeon terkadang tidak fokus saat berbicara dengan Jeno.

"Satu ice latte untuk Nona Siyeon." Sama seperti pertemuan pertama mereka, Siyeon memanggil Jeno dengan sebutan tuan saat memberikan pesanan pemuda itu.

"Makasih." Siyeon meraih segelas ice latte yang Jeno pesankan untuknya. "Jeno pesan apa?" Siyeon melirik minuman milik Jeno.

"Teh. Memang kalau dari awal nggak suka kopi, tapi walaupun udah pernah coba, tetep nggak suka. Jangan sakit hati, ya." Jeno meringis menatap Siyeon.

"Nggak papa, selera orang memang beda-beda. Tenang aja, aku nggak marah." Lagipula untuk apa Siyeon marah. Jika Jeno memang tidak menyukai kopi, Siyeon pun tidak bisa memaksa Jeno untuk meminum kopi walaupun itu buatannya.

"Oh, bagus pacaran ternyata." Siyeon dan Jeno sama sama mendongak. Siyeon yang bingung dan Jeno yang sedikit terkejut. "Katanya sih sibuk, sibuk pacaran ternyata. Jeno kan udah dewasa ya." Jeno mendengus sebal dan mengisyaratkan untuk menurunkan suara.

"Apaan sih? Pulang saja sana," ujar Jeno mengusir.

"Jeno..." Jeno tambah terkejut disaat mamahnya jalan dari belakang kakak tirinya seraya menyebutkan namanya. "Kalau mamah telepon selalu ngelak, kenapa nggak ngabarin apa apa?" Jeno mengeluarkan senyuman yang dibuatnya agar mamahnya tidak menjadi marah. "Ternyata sudah punya gandengan, kenapa nggak bilang? Kenapa nggak bawa ke rumah?"

"Bukan, cuma temen." Siyeon hanya menatap Jeno dan mamahnya bingung, tidak mengerti apa-apa.

"Temen apa temen?" Kakak Jeno tersenyum menjahili pada Jeno. Dan Jeno merespon dengan pelototan.

"Namanya siapa?" tanya mamah Jeno.

"Siyeon," jawab Jeno.

"Mamah tanya sama dia, kamu diem aja." Jeno menegak teh hangat dengan cepat dan memalingkan pandang ke lain arah. Jeno akan pura-pura tidak mendengar, dan tidak bergabung di obrolan mereka.

"Namanya Siyeon ya?" Mamah Jeno duduk di samping Siyeon, dan gadis itu hanya mengangguk kemudian tersenyum. Mamah Jeno pun tidak bisa menyembunyikan senyuman saat berbicara dengan Siyeon.

"Sudah kerja atau masih kuliah?"

"Sudah kerja, tante."

"Panggil mamah saja." Lampu hijau untuk Jeno. "Kerja dimana?"

"Di perusahaan penerbit sama buat-buat kopi." Mamah Jeno sedikit terkejut tetapi terlihat sangat senang.

"Suka buat kopi? Mamah juga suka, dari dulu sampai sekarang. Impian sampai sekarang, maunya punya coffee shop, tapi Jeno sama kakaknya ternyata lebih suka sama teh." Mamah Jeno antusias kepada Siyeon hingga menceritakan macam-macam, bahkan Jeno dengan kakaknya seperti pengganggu di sana. Siyeon juga terlihat senang berbicara dengan mamah Jeno.

"Jadi, siap jadi bagian keluarga Lee?"

Kakak Jeno yang terkejut bukan main dan Jeno yang hampir tersedak karena perkataan mamahnya.

Kakak Jeno yang terkejut bukan main dan Jeno yang hampir tersedak karena perkataan mamahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kala HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang