"Kenapa kamu ga izin dulu ke papa? Kak kea udah nungguin kamu dari tadi."
Tino, papa jenara. Tino menatap anak satu-satunya yang berada dihadapannya sekarang tengah meremas jari jemarinya.
Jenara kira papanya akan pulang malam. Ternyata sore ini papanya sudah duduk manis di sofa.
Tak ada alasan untuk menyalahkan kedua bodyguardnya. Ia percaya kepada bodyguardnya yang tak mengadu ke papanya tentang dirinya yang ingin membolos les pada hari ini.
Tapi karna tino pulangnya sore, jadi tino bertemu dengan kak kea seorang diri, tak ada sosok jenara yang membaca buku dengan ogahan.
"Kamu kekamar sekarang, ada kak kea nungguin kamu."
KEA adalah tutor jenara yang masih berkuliah. Setiap hari kecuali hari libur, kea datang menuju kediamman kaseman untuk mengajari jenara.
Tetapi sepulang sekolah tadi jenara tak pulang kerumah, karna mementingkan bermain diluar dari pada belajar.
Kea dengan sabar menunggu gadis tersebut pulang. Hampir 5 jam ia berada dikediaman mewah ini hanya untuk menunggu gadis nakal itu pulang.
Akhirnya jenara pulang dengan wajah kusamnya.
Dengan tak bertenaga, jenara menaiki satu persatu anak tangga yang menjadi penghubung menuju kamarnya.
Baru saja ia akan menggeser pintu kamarnya, tetapi sosok wanita berumur tiga puluhan lah yang menggesernya terlebih dahulu dari dalam kamarnya.
Dia adalah ibu jenara. TAYA KASEMAN. Wanita cantik dan elegan itu adalah mama yang selalu jenara andalkan.
Taya memeluk putrinya yang sangat ia khawatirkan. Kecupan bertubi-tubi menempel diwajah jenara yang kusam akibat terlalu lama terkena paparan sinar matahari.
"Kemana aja kamu nak? Kenapa ga telfon mama dulu kalo mau main." Taya menatap jenara yang tersenyum.
"Jenara cuma mampir ke cafe ma. Jenara juga udah izin kok ke pak hendra sama pak agus."
Taya menghusap pipi jenara ya memerah karna gerah.
"Udah makan?" Tanya taya dengan dibalasnya gelengan dari jenara.
Jenara menghusap perutnya yang belum terisi dari pulang sekolah sampai malam ini. Apalagi sarapannya tadi disikat fira, ia hanya memakannya dua suap dan sisanya fira yang menghabiskannya.
Sungguh rasa lapar yang jenara rasakan kali ini tak bisa dihiraukan.
Setelah jenara menyebutkan makanan yang diinginkannya, taya pun meninggalkan jenara yang masih berdiri didepan pintu kamar.
Ia menggeser pintu kamar dan tampaklah kak kea tengah duduk dimeja belajar.
"Dari mana aja dek?" Tanya kak kea yang sedang fokus ke arah buku pelajarannya.
"Cafe." Ujar jenara sambil menaruh tas sekolahnya didepan kak kea.
Jenara merebah kan tubuhnya diranjang sambil menatap langit-langit kamarnya. Begitu juga dengan kak kea yang sudah tak fokus lagi kearah bukunya, melainkan memandangi jenara.
"Ada masalah dek?" Tanya kea, kemudian ditatap oleh jenara.
"Sebenarnya jenara ke-cafe cuma mau liat cowok," Jenara menyengir dengan kak kea yang melotot.
"Fira yang ajakin," ucap jenara, lalu kea memotongnya dengan cepat.
"Terus kamu mau aja gitu? Kalo papa kamu tahu, papa kamu marah jenara. Mau dimarah lagi?"
"Biarin, jenara ga takut lagi. Jenara capek belajar terus. Jenara pulang sekolah sore, terus dilanjutin belajar dirumah. Jenara juga pingin main kaya temen-temen yang lain kak." Jenara duduk di tempat tidur dengan kaki bersila.
"Jadinya hari ini ga mau belajar nih?"
Mendengar itu, langsung saja jenara melotot dan langsung duduk didekat kea.
"Memang boleh kak?" Kea menganggukkan kepala, lalu mencubit pipi kanan jenara.
"Tapi kalo papa ga ngasi gimana?" Lirih jenara sambil menghusap pipinya.
"Tenang aja, kak kea bakal ngomong baik-baik ke papa kamu."
Jenara tersenyum lalu memeluk kea dengan erat.
"Eh tapi kak, di cafe tadi ada cowok yang
Gantengnya pake bangettttt. Jenara aja sampe diem kaya gini, nih kaya gini."Kea tertawa melihat jenara yang memperagakan gayanya bak patung lilin.
"Ih jangan ketawa, emang gini kok, nih" kembali jenara memperagakannya dan kea pun mengangguk kepala.
"Iya iya, udah ceritanya? Kalo udah, gih mandi."
Jenara mengerucutkan bibirnya.
"Eh tapi kak, lain kali kita belajarnya disana ya." Ucap jenara excited dan kea pun hanya mengangguk tanpa berpikir dua kali.
"Mau jenara antar?" Tanya jenara yamg digelengkan kepala oleh kea.
"Ga usah, kamu mandi aja sana. Bauk." Kea menutup hidung.
"Eyyy yaudah sana pulang." Jenara mengayun-ayunkan jarinya, seperti orang tengah mengusir.
"Becanda, yaudah kak hati-hati yaaa." Jenara memberi ciuman jauh ke kea yang sudah menutup pintu kamar.
Jenara berbalik ingin menuju kamar mandi, tapi ia berhenti ketika melihat dirinya di pantulan kaca.
Ia menggigit bibir bawahnya, sambil memukul angin dengan malu-malu. Ia pun menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang, sambil membayangkan wajah sosok pemuda di cafe tadi.
Jenara senyum-senyum sambil menangkup kedua pipinya.
Dirinya pun tersadar dari halunannya, akibat bau keringat yang tiba-tiba menyeruak.
Dengan cepat ia pun masuk kedalam kamar mandi, meninggalkan halusinasinya yang tengah berboncengan dengan sosok pemuda tampan itu.
Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, jika besok ia akan kembali lagi mendatangi cafe.
Ia sudah tak sabar bertemu dengan sosok yang sejak tadi menghantui pikirannya. Mas-mas barista yang tadi sore sempat berkontak mata dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
S E K A L A
Teen FictionKejadian dimulai, saat jenara dibuat tercengang oleh wajah mas-mas barista yang tengah menanyakan namanya. "Nama dek?" "Dek," "DEK!" "Eeh iya ganteng?!"