「08」

43 16 0
                                    

Galang menyunggingkan senyumnya, merasa puas melihat reaksi Arka.

"Kenapa lo ka?" Tanya Galang pura-pura berlagak bodoh.

Orang dengan surai semi-hazel itu dengan santainya mengadahkan tangannya meminta dompet Asha.

Galang memberikan dompetnya, namun ia sengaja menjatuhkannya. Arka berusaha menahan emosinya, ia mengambil dompet itu lalu melenggang dari sana. Menganggap Galang hanya angin sepoi saja.

Arka pergi menyusul Asha dikelas, namun ia tidak menemukan batang hidungnya.

"Arka, nyari Asha?" Celetuk seseorang, teman Asha.

Arka mengangguk, "Dimana?"

Dia menjawab ragu-ragu, "Tadi Asha ditarik-tarik Bang Jimmy. Terus kita gak ada yang berani bantuin Asha"

Arka dengan sigap keluar kelas untuk mencari keberadaan orang itu. Ia tau betapa bahayanya orang jika berhadapan dengan Bang Jimmy, si Kang Bully.

Orang itu menarik baju Arka membuat gerakannya tertahan, "Jangan ka. Bahaya"

"Jangan khawatirin gue, lebih bahaya kalau Asha sampai kenapa-napa" Tutur Arka tetap pergi mencari Jimmy.

Kakinya melangkah tanpa arah, seakan-akan jiwanya akan hancur saat ini juga jika tidak tetap melangkah.

"Ketemu."

"Akhirnya datang juga" Sapa Jimmy dengan tongkat baseball yang bersender manis dibahu kanannya.

"Mana Asha?"

"Asha? Gak ada disini tuh" Balasnya acuh.

Aku terkekeh ringan sebelum akhirnya maju selangkah lebih dekat dengan Jim. Kutarik kerah bajunya, "Sekali lagi gue tanya mana Asha?"

Anak buahnya mengambil ancang-ancang untuk mengroyokiku, namun Jim menghadang mereka lalu mendorongku hingga tanganku terlepas dari kerahnya.

"Udah gue bilang gak ada, kok lo ngotot?"

Aku tertawa hambar, jadi aku ditipu temannya Asha?

Dengan langkah gontai, kubalikkan badanku dan menjauh. Namun, bahuku ditahan seseorang.

"Setelah merusuh, mau pergi gitu aja?" Ujar Jimmy tenang yang tersirat makna mematikan.

"Aku tidak punya waktu bermain-main" Sahutku menyentak tangannya.

Dengan gesit ia melayangkan tongkat baseball itu dan tepat mengenai punggungku yang tanpa pertahanan.

"Berdiri, kita satu lawan satu kok" Jimmy mengisyaratkan anak buahnya untuk memberikanku satu tongkat baseball juga.

Aku mengambil tongkat itu dan mengamuk, tapi tak satupun ayunan yang kulontarkan mengenai Jimmy. Hingga pada satu waktu ia kembali menyerang punggungku, dan disitulah rasa nyeriku kambuh.

Mataku mulai buyar, dan..

'BRUKKK'

***

Asha pergi ke UKS dan melihat Arka terbaring lemah. Temannya menceritakan ini semua kepadanya. Ia seperti ini karena mengkhawatirkan Asha.

Ia menggengam erat jari Arka. Melampiaskan segala kesedihannya disana. Beberapa jam yang lalu ia tak sengaja mendengar pembicaraan Galang dengan temannya.

"Btw Lang, gimana sama cewe itu? Udah baper?"

Galang menggeleng.

"Jangan bilang lo yang baper?"

"Asik ditraktir dong"

"Enak aja lo! Cewe kali ini gak gampang dibaperin" Sanggah Galang.

"Tck. Sok jual mahal?"

"Jaga omongan lo" Tegasnya.

"Oh, terus? Harus gue bilang murahan?"

"GUE BILANG JAGA OMONGAN LO!" Bentak Galang murka.

"Lah emang kenyataannya mur-"

"CUKUP!" Teriakku menghentikan perdebatan mereka.

"Ash-...asha?"

Aku menampar Galang, "Jadi, selama ini gue dijadiin taruhan? Brengsek lo Lang"

"G-gue bisa jelasin, Sha" Ucap Galang dengan wajah penuh penyesalan.

"Lo juga sama brengseknya, gak takut karmanya bakal turun ke saudara-saudara perempuan lo?!"  Kesalku pada kedua temannya juga.

"Apa lo bilang?" Geramnya ingin main tangan.

"Do!"  Sergah Galang.

"Setelah mainin perasaan perempuan, mau main fisik juga? Dasar SAMPAH! Atau bahkan lo lebih rendah dari sampah" Akhirku pergi dari tempat itu.

"Apaan sih tuh cewe" 

"Udah, do, vin. Gue mundur dari permainan ini"  Tutur Galang ikut pergi dari sana.

Setelah mendengar kabar itu, lagi-lagi ia diberi kabar buruk Arka yang terluka karena dirinya lagi. Seharusnya ia tau, yang benar-benar tulus padanya hanyalah Arka.

Ia bersender pada dada bidang Arka, merasakan detak jantungnya dan nafasnya yang berderu.

Arka terbangun tiba-tiba, menyadari kehadiran Asha ia mengelus puncak kepalanya.

"Arka?"

Arka tersenyum kecil melihat sosok yang paling ingin ia lihat ada didepannya, sehat dan tanpa luka.

"Siapa yang bikin sahabat gue berkaca-kaca gini?! Berani-beraninya? Gue bikin babak belur dia!" Kata yang pertama kali diucapkan Arka. Bukan mengkhawatirkan dirinya sendiri tapi malah mengkhawatirkan orang didepannya.

"Kalau orangnya lo gimana?"

Arka terkejut sejenak, "Berarti gak jadi, kalo gue babak belur yang jagain lo siapa?"

Asha tertawa dengan humor ringan Arka, ia mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Arka.

Seperti anak yang dirawat ibunya, Arka dengan senang hati meminumnya hingga habis tak tersisa.

"Arka, maaf. Lo begini karena gue lagi"

Arka menarik Asha kedalam dekapannya. Dengan menyembunyikan rasa sakit punggungnya.

Kehadiran Bu Vera yang tiba-tiba membuat kedua anak muda itu terkesiap dan melepaskan acara peluk-pelukan mereka.

Bu Vera tertawa geli melihatnya, "Sha, kamh balik ke kelas gih. Jangan khawatir sama Arka, ada Ibu"

Arka menenangkan Asha dan menyuruhnya mengikuti perintah Bu Vera. Akhirnya dengan lesuh, Asha keluar dari UKS.

"Sha, pipi kamu merah banget. Abis pake blush on ya?" Bisik Bu Vera menggoda membuat wajahnya semakin merah.

***

Halo semua! >_<
Kembali lagi dengan WCTF.
Tidak banyak kata, lagi-lagi terima kasih karena masih setia baca cerita ini yang updatenya lamanya gak ketulungan hehe.

See you in the next part~!

23/11/19

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

We Call This &quot;FRIENDSHIP&quot; [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang