penyekapan

5K 112 11
                                    

Saat menerima tawaran pak Iwan, suara itu terdengar lagi. Sekujur tubuhku menggigil, bagaimana jika mahluk itu datang lagi. Pastinya akan menimbulkan kepanikan yang luar biasa. Akupun duduk dengan rasa tak tenang.

"Kamu kenapa San, apakah karena bersamaku membuatmu tak nyaman?" Tanyanya setelah memperhatikanku.

"Bukan Pak ... bukan." Jawabku gugup.

"Mungkin kamu takut jika kekasihmu tau kita sedang berduaan." Cercanya.

"Saya janda Pak, Mantan saya lebih memilik kekasihnya yang lebih cantik dari saya." Jelasku singkat.

"Maaf, saya tidak tahu." Balasnya dengan sedikit menyesal.

"Enggak apa-apa Pak, saya sudah terbiasa." Ujarku seraya tersenyum.

Lalu pesanan yang dipesan pak Iwan sudah datang. Pak Iwan mempersilahkan aku makan, tanpa bertanya aku suka atau tidak. Melihatku tak berselera makan pak Iwan pun bertanya lirih,

"Kamu enggak suka ya, maaf tadi saya langsung pesan tanpa bertanya." Ujarnya.

"Engga kok Pak, ini enak." Jawabku asal.

Lalu kami memakan dengan suasana hening, hanya kami berdua. Disekeliling kami banyak pengunjung lainnya yang sangat hebot, kami hanya sebagai pendengar setia. Aku sampai lupa pada suara yang mengerikan itu mungkin hanya halusinasiku saja.

"Sansan apa benar kamu janda?" Tanyanya serius, saat suapan terakhirnya sudah habis.

"Iya Pak, apa bermasalah di pekerjaan Pak." Jawabku tak kalah serius.

"Enggak cuma ... cuma," Tergagap saat dia berbicara.

"Ya sudah yuk Pak, keburu malam." Sergahku.

Lalu pak Iwan membayar tagihan makanan kami, langkahnya tak seperti biasa. Entah kenapa, tak ingin terlalu ikut campur dengan urusannya. Kami berpisah di halte bis karena aku tak ingin di antar pulang olehnya.

Saat aku berjalan menuju kontrakanku suara itu terdengar lagi,

Sreg ... sreeg ... sreeg,

Lalu seperti tulang-tulang yang patah.

Kretek ... kretek ... kretek,

Aku melihat di keselilingku, tak ada apa-apa. Semakin aku mempercepat langkahku, semakin cepat pula suara itu mengikutiku. Membuatku sedikit gemetaran. Begitu sampai di kontrak aku menutup dan mengunci pintu rapat-rapat. Setelah membersihkan diri, aku beranjak tidur. Hingga aku terlelap dan bermimpi indah. Lalu aku terkejut oleh gedoran pintu, dalam kondisi mengantuk aku melihat jam di ponselku. Sudah jam 00.01 malam, siapakan tamu jam segini, pikirku. Tak ingin kejadian terulang lagi, aku memastikan siapa uang menggedor-gedor pintu,

"Kembalikan tubuhku, aku masih ingin hidup." Suara yang pernah kudengar.

Masih samar suara itu terdengar, akupun memasang telingaku baik-baik.

"Kembalikan ... kembalikan tubuhku, aku tak ingin tubuh ini. Kembalikaaan!" Teriak suara itu, membuatku panik.

Aku takut tetanggaku mendengar suara itu, karena suara itu berasal dari depan kontrakanku.

"Hei, pergi kamu. Saya tidak pernah mengganggu siapaun, pergi!" Teriakku tak kalah dari suaranya.

Tak lama suara itu menjauh, tapi tak terdengar suara merayap juga patahan-patahan tulang.

Dan akupun terlelap dengan sendirinya. Dalam mimpi aku bermesraan dengan seorang pria yang telah berubah menjadi mahluk jadi-jadian itu. Begitu bergairahnya hingga aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Lalu aku terbangun dari mimpi anehku. Dan anehnya tubuhku merasakan lelah yang amat sangat.

Pagi ini aku bersiap seperti biasanya, tiada hari tanpa bekerja. Begitulah hidupku selama ini. Hari-hari aku habiskan hanya untuk bekerja dan berdiam diri di kontrakan, terkadang aku mengikuti kemana Tari pergi. Tari sahabatku sejak aku ditinggalkan suamiku, sampai aku mampu menjalani hidupku sendiri.

"Hei San, waah penampilanmu hari ini keren deh." Puji Tari saat melihat kedatanganku.

"Bisa aja kamu, belum ada yang berubah dari ku." Jawabku merendah.

"Kamu seperti baru dapat jatah, pengantin baru." Candanya yang membuatku teringat mimpiku.

"Emang benar sih, aku mimpi semalam." Terangku.

"Mimpi apa?" Mulai lah ke kepoan Tari.

"Aku mimpi bermesraan dengan pria yang aku tabrak kemarinnya itu, yang barang-barang majikannya rusak." Jelasku.

"Waduh, trus gimana adegannya?" Tanyanya kepo.

"Enggak usah dibahas, cuma mimpi." Elakku.

"Mangkannya kawin lagi." Celetuknya, hingga membuatku naik pitam lalu aku melemparnya dengan pulpen dan mengenai seseorang.

"Gara-gara kamu tu, kalau bos marah awas kamu Tari!" Ancamku.

Saat aku melihat jelas ternyata pak Iwan,

"Maaf Pak, enggak sengaja." Ujarku.

"Enggak apa-apa kok, San bisa kita pergi minggu ini." Tanya pak Iwan disambut dengan tatapan kekepoan Tari.

"Bisa Pak." Jawab Tari tak memperdulikan aku.

Mendengar jawaban Tari, pak Iwan pergi meninggalkan kami dengan kekonyolan kami. Terlihat wajahnya masih sama seperti kemarin.

Saat aku membereskan Standku, seorang pria berdasi mendekatiku.

"Berapa bayaranmu semalam, bisa temani aku malam ini." Terkejut dengan tanya yang begitu vulgar.

"Maaf, maksud Bapak apa ya?" Tanyaku kesal.

"Enggak usah munafik, semua pramuniaga pasti ada kerjaan sampingan. Apalagi yang cantik dan mulus seperti mu." Sindirnya tepat didepanku.

"Maaf Bapak salah orang, saya tak seperti itu." Jawabku dengan tenang.

Aku pergi meninggalkan pria itu. Setelah memberi laporan aku berganti pakaian dan berjalan menuju halte Bis. Ditengah perjalanan ada mobil yang berhenti di depanku, membuat ku hampir tertabrak.
Keluar dua orang bertubuh besar dan menarikku kedalam mobil. Mereka menutup mulutku dengan kain, sehingga aku tak bisa berteriak.

Aku berkali-kali meronta, namun tak berdaya karena tubuhku kalah besar dari kedua pria yang menangkapku. Sesampainya disebuah rumah, aku diseret saat memasukinya. Dan dimasukan kedalam kamar. Kali ini tangan dan kakiku diikat. Lalu mereka pergi meninggalkanku sendiri.

Tak berselang lama, ada suara langkah kaki memasuki ruangan tempatku berada. Jantungku berdebar tak menentu, siapakah mereka? Kenapa menyekapku!

Tisu pengasihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang