Luka

308 47 4
                                    

Loving you it hurt sometimes
I'm standing here you just don't buy
I'm always there you just don't feel
Or you just don't wanna feel

Sepenggal lagu milik D'cinnamons itu kuputar berulang-ulang. Aku suka suara penyanyinya. Aku suka musiknya yang enak didengar. Dan aku juga suka cara mereka menceritakan luka dengan cerita. Ah, ya, inilah alasan utamanya.

Karena aku melihat diriku sendiri menjadi tokoh dalam lagu itu.

Aku kadang bertanya-tanya, mengapa kisah cinta, meski selalu mendominasi tema-tema lagu dan buku, tak pernah habis diperbincangkan di dunia. Mungkin karena cinta punya begitu banyak wajah. Cinta bisa membuatmu berbunga-bunga, tapi bisa juga melukaimu dengan kejamnya. Cinta bisa membuatmu tertawa, tapi bisa juga membuatmu menangis. Cinta bisa membuatmu bertahan hidup, tapi terkadang pahitnya cinta membuatmu enggan hidup lebih lama.

Cinta memang gila. Terutama tentang cintaku kepada pria itu, harus kuakui bahwa cinta memang gila.

Tidak ada yang salah dengan pertemuan kami sebenarnya. Mungkin satu-satunya yang salah adalah bahwa aku selalu berharap dia punya rasa yang sama, sebesar yang aku punya.

Tapi kini kupikir sudah saatnya aku melebur asa yang terlalu besar itu. Karena sekuat apapun aku berusaha, pada akhirnya kenyataan membuatku sadar bahwa ada hal yang tak bisa kupaksakan.

Aku berharap bisa bersikap sewajarnya. Namun jika aku berpapasan dengannya tetap saja membuatku tak mampu berkata-kata.

Sore tadi, aku melihat Gaku bersama Tsumugi. Mereka bercerita begitu lama. Aku melihat pria itu tersenyum padanya, senyum yang tak pernah dia lakukan di depanku.

Derai tawa bahagia mereka bagaikan ribuan anak panah yang menghunus jantungku.

Kebersamaan mereka membuat perasaanku tergores begitu dalam. Bahkan saat aku ingin menyapa mereka saja, lidahku terasa kelu. Ya, ada sejuta keinginan bila aku tetap bisa bersikap wajar. Namun detak jantung yang berdegup membuat semua kata yang telah terangkai gugur begitu saja seolah tidak tersisa.

Meski aku merasa bahwa segalanya telah baik-baik saja, tetap saja ada rasa yang sulit dikuasai secara sempurna. Pria sekaligus Kakak Iparku itu pernah menjadi sosok yang begitu kuharap sebegitunya. Ya, walau tidak ada yang pernah tahu sebagaimana dalamnya aku memendam rasa, namun satu yang pasti dia pernah menjadi sosok yang sangat istimewa.

Kuakui bahwa aku adalah orang cukup keras kepala untuk memerjuangkan segalanya. Karena menurutku sebuah usaha akan membuahkan hasil yang setimpal. Tapi perjalanan kehidupan mengajarkanku bahwa sebagai manusia aku tidak boleh memaksakan segalanya. Merasa bahwa aku mampu mewujudkan segalanya sesuai dengan keinginan.

Pada akhirnya, kusadari bahwa akulah yang harus menanggung luka atas harap besar yang kurajut sendiri. Semua cara yang kuusahakan berakhir dengan kenihilan. Gaku adalah kemungkinan yang selalu aku perjuangkan. Sekalipun jelas, caranya memperlakukanku hanya sebatas Adik, tapi rasa yang hebat membuat harapku terlalu meluap.

Kupejamkan mataku saat rasa sakit itu kembali menggerogoti hatiku. Aku tidak pernah tau, mencintai seseorang bisa semenyakitkan ini.

Aku ingin lari dari perasaan ini. Aku ingin bebas dari rasa sakit ini. Tapi bagaimana caranya?

Temanku yang sering mendengar ceritaku mungkin merasa jenuh karena aku tak pernah berhenti bercerita tentang Gaku, tentang betapa sulitnya aku melupakannya.

Ketika temanku itu bertanya, "Sampai kapan kau akan seperti ini?"

Aku hanya bisa menjawab, "Entahlah, aku pun tidak tau."

Ya, aku benar-benar tidak tau sampai kapan aku harus seperti ini. Terbelenggu pada sebuah perasaan yang setiap detiknya membunuhku secara perlahan.

Wrong Time | Gaku x Reader [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang