Tidak pernah sepi jalan raya ibu kota, penuh polusi dan suara yang tak pernah padam. Banyak sekali orang patah hati dibuatnya, termasuk salah satu gadis berbaju putih abu-abu yang sangat lusuh. Matanya memerah, sehabis api kecil membakar hatinya. Malu, kesal, marah. Ya, perasaan itu ingin sekali ia suarakan.
Seorang ikut duduk di halte. Segera ia hapus bekas air mata yang masih tersisa. Tak baik semua tau keadaannya. Napas kasar yang ia hembuskan terdengar memilukan. Mata sembab itu menatap jalanan yang lenggang. Rekam memori kejadian di halaman utama sekolah memberikan banyak pelajaran, bahwa bumi dengan manusia yang beragam sifat memang tak semua harus dipercaya.
Ia bernama Nadin. Gadis yang duduk di halte, yang sedang dicoba patahkan hatinya. Namun, Nadin tetaplah Nadin. Kuat, namun tak bertahan lama. Sembari menunggu bus kota, tak ada yang bisa Nadin lakukan, hingga kejadian tadi masih terus terbayang. Tubuh gadis itu merespon. Emosi yang sejak tadi ia tahan akhirnya menjelma air mata yang bersuara lagi. Kejadian tadi memukul hatinya, sesakit itu sampai ia menangis tanpa sadar. Dihapusnya kasar, namun percuma, tidak berhenti, Nadin kesal, kenapa air matanya tak juga berhenti. Ia menunduk pasrah, air mata itu berjatuhan pada rok abu-abu lusuh.
Gerimis kecil perlahan membasahi jalanan, suasana mendung memperburuk suasana hati. Ia ingin segera pulang. Nadin berdiri, berjalan untuk pulang, ia tidak tahan lagi. Jalanan sepi kendaraan, tak ada yang melihatnya, kecuali satu orang yang duduk di halte.
"Kejadian tadi enggak membuat mu kehilangan akal panjangkan?"
Langkahnya terhenti. Tidak berani menatap pemilik suara itu. Hujan semakin deras, persetan jika buku dan bajunya basah. Ia hanya ingin pulang. Bus kota akhirnya berhenti, segera ia naik, melewatkan seseorang. Kepalanya masih menunduk, tak memperhatikan jalan dan hampir saja menyentuh tiang besi bus,kalau saja sebuah telapak tangan itu tidak cepat melindungi keningnya, entahlah, mungkin satu hal buruk akan terjadi lagi. Detak jantungnya tak normal, entah karna sebuah tiang besi yang hampir menghantam keningnya. Ia menatap telapak tangan itu tanpa berbalik dan hanya menyuarakan terima kasih. Segera ia duduk di bangku, seorang tadi juga ikut duduk di samping, hanya saja Nadin tidak sadar karena terlalu larut dalam perasaan dan mendungnya langit.
Nadin melihat jendela bus kota yang terbasahi air hujan. Perasaannya terlalu khawatir.
"Lain kali hati-hati."
Suara kaku itu membuatnya menoleh. Jantungnya kembali berpacu lebih cepat. Ia malu karena kejadian tadi dan juga matanya masih sembab serta ia terlihat konyol karena penampilan yang menyedihkan di depan orang yang tidak dikenal.Seorang laki-laki dengan seragam abu-abu duduk di sebelahnya. Wajahnya datar, menghadap ke depan. Nadin tidak menanggapi perkataannya.
"Ga apa-apa, semua orang juga tau kejadian di halaman sekolah tadi, termasuk saya."
Nadin tidak tau harus menanggapi apa. Seorang di sebelahnya kelihatan baik, tidak bermaksud mempermainkannya. Namun, krisis kepercayaan pada manusia yang membuatnya waspada."Janu."
Laki-laki itu memperkenalkan diri. Ada jeda sebentar sebelum Nadin mencerna kalau laki-laki ini sedang memperkenal diri.
"Kamu Nadin kan? Nama mu mendadak viral sejak kejadian tadi."
Sedari tadi hanya lelaki itu yang mengajaknya berbicara. Nadin juga tidak tau harus menanggapi apa. Bertemu orang baru itu cukup sulit untuknya.Janu mengeluarkan sebuah permen cokelat dari saku hodie biru lautnya. Menyerahkan pada Nadin.
"Ambil."
Nadin menatapnya, bingung.
"Gak beracun, tenang saja."
Karena Nadin tak kunjung mengambil, Janu meletakkannya di tangan Nadin.Permen itu sudah terlebih dahulu dibuka bungkusnya, mau tidak mau Nadin harus memakannya.
"Ada yang bilang konsumsi cokelat memperbaiki mood."
"Gimana?"
"Manis."
"Bukan itu. Perasaan mu sehabis makan cokelat itu?"
Belum habis cokelat itu ia makan, lelaki itu sudah bertanya. Nadin hanya menjawab sekenanya saja.
"Lumayan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi
Roman pour AdolescentsSeperti kata mu. Tak ada dongeng, dunia fantasi, dan cerita mitologi yunani kuno. Iya. Kamu gak pernah percaya dengan keajaiban dan mantra, yang apabila kita ucapkan maka berubah.-intuisi "Kamu tau butterfly effect?" "Sebuah teori yang mengatakan ke...