Peron stasiun lengang lewat pukul sebelas malam. Jejak-jejak hujan tidak hanya tertinggal di aspal jalan, emperan-emperan toko, atau tepi-tepi atap yang masih sesekali meneteskan air, tetapi juga di udara. Sembari menyandar pada dinding dekat seorang kakek penjaja rokok—punggungnya yang sedikit bungkuk mengindikasikan dia berusia setidaknya lima puluh, aku bersedekap, menyimpan kedua tangan di balik jaket kulit yang hangat. Diam-diam, kembali meraba keberadaan HS-9 kaliber 9 mm di dalam saku. Masih di sana.
Keretanya seharusnya datang beberapa menit lagi. Kereta yang membawa koper itu. Yang harus kulakukan hanyalah menggagalkan transaksinya, lalu mengamankan informasi yang dibawa Red Cobra. Tentu, tidak akan semudah kedengarannya.
Aku menunduk, melirik jam tangan. Hitungan detik. Bunyi kereta datang sudah terdengar. Aku berdiri, coba meraih gagang pistol ketika, tiba-tiba saja, sesuatu yang dingin menyentuh keningku. Menekannya dengan kuat. Pria penjual rokok di sampingku menegakkan tubuh; dia tidak sekecil dugaanku.
"Bergerak. Dan peluru ini menembus tengkorakmu," bisiknya.
Ting!
Satu pesan dari aplikasi obrolan di ponselnya membuyarkan konsentrasi Kian seketika. Dia mengerang, mencopot kacamata, lalu memijat pangkal hidung yang mulai nyeri, sementara sebelah tangan dia julurkan untuk menjangkau benda yang tergeletak di atas tempat tidur itu. Mungkin penting karena tidak banyak orang yang tahu nomor teleponnya. Jadi, pastilah ini keluarganya, atau orang dekat.
Egi, ternyata. Lagi.
Kian, naskahnya sudah bikin? Yang baru.
Boro-boro, Mbak. Kenapa ditolak lagi, sih?
Ya, kamu. Nulis teenfic apa berita? Mbak aja kalo masak enggak pernah seHAMBAR itu.
Perlu banget, ya, hambarnya pake capslock?
Biar kamu sadar :p
Lagian jomplang banget, lho!
Naskah kamu yang lain itu selalu, selalu bikin geregetan.
Yang ini tuh enggak Kian banget.
Aku nyerah aja, deh, ya, Mbak?
Enggak bakat bikin yang cinta-cintaan.
ENGGAK!
Kamu tuh gantengnya parah, Kian.
Fansmu banyak dan, taruhan,
semuanya pengin kamu bikin romance remaja seenggaknya satu aja!
Kalau kamu bikin, pasti laku berat.
Tapi, aku enggak ngerti masalah gituan, Mbak.
Ya, riset, dong!
Ya, kali. Kalau detektif, thriller, horor, bisa. Ini romance, riset gimana?
Pacaran.
:')
HAH?
Kamu cari pacar, sana. Biar tahu cinta itu gimana.
Terus kamu tulis, deh. Gampang.
Read (dua centang biru)
Apakah Anda yakin ingin memblokir pengguna ini?[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Naya Hasan - Tiga Minggu
RomanceKian Erlangga, penulis novel non-romance dengan ratusan ribu penggemar, gagal menggarap cerita romansa remaja. Ia butuh sahabatnya, Laudy untuk membuatnya paham bagaimana rasanya pacaran. Anindya Laudy, mahasiswi jenis 'kupu-kupu' dengan hobi rebaha...