Bilik 7: Stigma

962 129 24
                                    

Bintang menyadari satu hal yaitu kebenaran dari perkataan pepatah yang mengatakan "Orang yang sering tersenyum adalah orang yang paling banyak menyimpan luka"

Hujan contohnya. Tak akan ada yang tahu bahwa luka yang disimpannya begitu pedih di umurnya yang masih belia. Bintang merasa malu. Malu pada dirinya sendiri yang pernah menganggap hidupnya paling menyedihkan daripada yang lain. Kalau dia menganggap kehidupannya menyedihkan, lalu kehidupan Hujan bagaimana ? Dari kejadian Hujan juga, banyak yang dapat Bintang ambil, dua di antaranya adalah selalu tersenyum untuk membuat diri sendiri merasa bahagia dan menjaga hubungan baik dengan semua orang karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

Lelaki mirip itu sudah mulai sekolah lagi. Sudah dua hari yang lalu dia mulai bersekolah. Bintang menjadi sangat over protektif kepada Hujan, seperti Bintang itu adalah angkatan darat, laut, udara, tentara, polisi dan lain-lain yang fungsinya menjaga. Hujan risi sebenarnya, dia baik-baik saja tapi Bintang terlalu berlebihan. Apalagi penjaga Hujan di sekolah itu tambah banyak, bukan hanya Bintang. Tambah risi sekali Hujan. Dia seperti diperlakukan berbeda. Hujan tak bisa mengungkapkan kerisiannya itu karena takut akan menyakiti perasaan teman-temannya. Hujan juga berpikir bahwa mereka melakukan hal itu karena sayang Hujan.

"Hujan~ tugas kimia~~~" ucap Farel lembut, sekarang kalau ingin melihat tugas Hujan, mereka tidak dengan berteriak seperti dulu tapi tetap saja mereka menyontek.

Dasar anak sekolah.

Bintang melempar buku tugasnya tepat ke kepala Farel.

"Wadoooh" teriak Farel yang terkena lemparan buku tebal Bintang.

"Noh, cepat salin sebentar lagi bel masuk," ucap Bintang.

Farel menggerutu sendiri, dia berjalan ke bangkunya dan mulai menyalin. Bintang yang melihat tingkah Farel itu tertawa.

"Woi Bintang tertawa ???" sang ketua kelas, Samuel berteriak.

"Demi apaaa??" Adel si cempreng berteriak.

"Dunia sudah mau kiamat kah??" Raka si imut dari mereka semua berteriak.

Kini giliran Hujan yang tertawa, Bintang hanya tersenyum masam.

"Aku memang tak pernah tertawa ya, Ja? Mereka kok heran begitu," bisik Bintang ke Hujan sambil menunduk karena mereka sedang berdiri dan Hujan yang notabenenya lebih pendek dari Bintang. Hujan hanya bisa mengangguk mengiyakan.

"Ya sudah aku akan sering tertawa supaya mereka terbiasa," ujar Bintang akhirnya. Jempol tangan Hujan dua-duanya teracung tepat di wajah kecil Bintang. "Good choice!!!"

Hujan dan Bintang berada di sebuah Kafe dekat sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan dan Bintang berada di sebuah Kafe dekat sekolah. Tadi mereka memang memutuskan mampir di kafe ini untuk sekadar mengobrol berdua sebelum pulang ke rumah.

"Ja, aku masih penasaran mengenai dirimu tapi aku tak enak mau bertanya," ucap Bintang memecah keheningan antara mereka. Hujan menoleh, "Tanya saja Bin, tak perlu merasa tak enak," balas Hujan.

Hujan untuk Bintang | minsung✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang