Jendela Kaca

28 4 0
                                    

A Story By : Tharisma Novalia
TharismaN_Inft

****

Salah satu kakiku yang tak mampu berjalan dengan baik ini membuatku tak nyaman. Semua ejekan dan cemoohan teman-temanku dulu selalu terngiang di telinga. Meski kini ku bersembunyi di balik tembok kokoh semua tetap tak berubah. Tatapan sepupu kecil yang memandangku jijik selalu membuatku menangis dalam diam.

Sampai di sore hari itu, aku lihat dirimu di balik jendela kamar, dirimu yang entah mengapa membuatku tersenyum kecil. Punggungmu yang terlihat kuat tanpa beban membuatku jatuh hati tuk pertama kalinya. Tiba-tiba satu pertanyaan terlintas dalam benak, "Bisakah aku mengenalmu?"

Namun aku sadar bahwa kekurangan ini pasti menghancurkan sebuah harapan kecil. Aku takut kau sama seperti yang lainnya. Aku pasti takkan sanggup melihat tatapan menjijikan dari kedua bola matamu. Ku takkan mampu mendengarkan kalimat menyakitkan yang terlontar dari bibirmu. Aku juga telah mencoba tuk menghilangkan perasaan ini. Namun setiap aku melihat dirimu maka semakin pula aku jatuh dalam pesonamu. Aku tak berani tuk keluar menghadapimu.

Mungkin aku hanya akan menunggu sebuah keajaiban dan takdir dari Tuhan untuk dapat mempertemukan diriku denganmu.

Tok tok tok..

Suara ketukan pintu membuat ku sadar dari lamunan.
"Nak, boleh ayah masuk?"
"Tentu ayah, pintunya tak terkunci. Masuk saja, ayah." Ku beranjak meninggalkan jendela lalu duduk di kasur saat *ayah mulai membuka pintu. (Gunakan huruf besar pada kalimat Ayah karena menunjukkan hubungan kekerabatan)

Ayah terlihat sangat terkejut saat melihatku tengah meneteskan air mata. Beliau langsung berjalan menghampiriku, "Kenapa kau menangis sayang?" katanya seraya menyeka air mataku.

Maafkan aku ayah. Pasti ayah sangat sedih melihatku yang seperti ini.
"Tak apa ayah, aku hanya teringat seseorang."

Beliau tersenyum lembut, "Sayang, kau bisa cerita pada ayah apa yang membuatmu seperti ini."
"Ayah sangat baik. Tapi ayah memiliki putri seperti ini." Air mataku mengalir makin deras. Ayah merengkuh tubuh kecilku dalam pelukannya.
"Kamu putri ayah yang cantik. Kamu anugerah sayang, kamu tak boleh berkata seperti itu lagi."
"Hiks ayah aku hiks hiks aku sayang ayah." Ya, hanya itu yang mampu ku ucapkan, aku tak bisa berkata apapun jika ayah sampai bicara seperti itu. Bukan, bukan ucapan, mungkin aku hanya terdengar sedang menggumam.

"Sudah, berhenti menangis. Sekarang ayah akan mengantar mu ke toko buku. Bukankah kau ingin kesana?" Ayah melepaskan pelukannya, aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum lebar.

Ku perhatikan deretan buku-buku yang berjejer rapi di rak. Setelah acara menangis, ayah benar-benar mengajak ku kesini. Kalian perlu tahu bahwa aku sangat suka membaca.

"Sayang, ayah tunggu di mobil ya?"
"Ya ayah. Aku akan segera menyusul nanti," kataku.
Beliau langsung berjalan keluar menuju parkiran. Hah aku senang punya ayah yang sangat baik.

Ku perhatikan lagi deretan buku bagian novel. Sampai beberapa menit akhirnya ku temukan novel novel yang sedang kucari. Ku ambil satu per satu novel itu dan segera menuju kasir.
*"Tuan tolong hitung berapa harganya." (Setelah kata "Tuan" gunakan tanda koma. Tanda akhir dialog seharusnya menggunakan tanda seru bukan titik. Karena pada dialog tersebut menjelaskan seseorang tengah menyuruh untuk menghitung harganya)
"Semuanya tiga ratus empat puluh lima ribu rupiah, nona."
"Ah, ini."
Sebenarnya aku sedikit kesulitan saat membawanya.
"Mmmm bisakah Anda membantu saya membawa ini?"
"Maaf nona, saya tak mungkin meninggalkan tempat. Bagaimana jika saya panggilkan saudara saya dulu."

"Ya baiklah," kataku sambil tersenyum. Setelah orang itu pergi ku edarkan pandangan ke segala arah. Tak kusangka banyak yang sedang memperhatikanku. Aku hanya dapat menundukkan kepala saat mendengar bisikan kasihan.
"Ada yang bisa ku bantu?" tanya seseorang yang tiba-tiba ada di hadapanku.

Brak!!
Semua bukuku terjatuh. Bukankah ini laki-laki itu. Dia yang selalu ku lihat dari jendela kamar. Apa yang dia lakukan di sini!

"Hai, kau melamun?"
"Ah! Maaf." Dengan gerakan lambat aku berusaha jongkok untuk mengambil semua buku itu.
"Biar ku ambilkan," cegahnya. Dia pun berjongkok di hadapanku.

Benarkah dia orang yang sama? Benarkah dia yang selalu ku lihat dalam bingkai jendela? Hatiku senang bukan main, ternyata perkiraanku salah tentangnya. Dia baik, dia membantu ku memungut semua buku yang ku jatuhkan.
"Nah selesai. Kau kan yang minta bantuan pada kakakku?"
Aku mengernyit bingung, "Maksudmu penjaga kasir tadi."

"Yah," katanya sambil tersenyum yang membuat jantung berdebar tak karuan. Benarkah ia yang selalu ku lihat dari kaca jendela. Ini bagaikan sebuah mimpi dan keajaiban. Tuhan ternyata mengabulkan harapanku.
Ingin rasanya ku melompat kegirangan. Oh dan lihat senyumnya, senyumnya membuatku tersipu malu. Badannya juga benar-benar tegap, dan dia sangat tinggi. Aku bahkan hanya sebatas dagunya. Oh ini benar benar seperti mimpi. Dia menuntunku dengan hati-hati menuju parkiran. Senyumku bahkan tak pernah pudar mendapat perilaku baiknya.

End

699 Word

Kritik :
Ini ceritanya keren, jadi pengen nangis bacanya huhu. Feelnya juga dapet. I very like it👍

Kesalahan kamu cuma sedikit and you know that.

Penempatan tanda koma setelah nama orang dan kata sapaan.

Contoh :
"Nara, maaf aku nggak bisa."

"Tuan, tolong hitung berapa harganya!"

"Rifa, kamu mau kemana?"

"Mas, ini berkas yang harus di tandatangani sekarang."

Saran :
Lebih diperhatikan lagi penempatan tanda bacanya. Revisi dalam cerita sangat penting. I think just it.

Event 1 [Cermin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang