Gejolak Rasa

3K 14 0
                                    

    Sejak malam itu aku semakin sering berkomunikasi dengan Egi.

  Bahkan sempat beberapakali bertemu walau sekedar makan siang bersama atau pergi menonton film di hari minggu.Pikirku itu cukup jika hanya untuk melepas rindu.

  Tapi pada kenyataannya aku masih merasa kurang, aku ingin lebih dari sekedar bertemu, makan atau nonton film, aku ingin sesuatu yang lebih menantang.

   Aku dan Egi beda sekolah, seringkali kami janjian di rumah Bella untuk bertemu, dan jika ada kesempatan saat orang tua Bella bekerja aku selalu menyempatkan pergi ke taman belakang untuk mengenang juga mengulang ciuman malam itu.

Ciuman terindah yang tak pernah membuatku puas apalagi bosan.

Hari berganti bulan berputar, hubunganku semakin dekat dan mulai mengenal keluarganya sedikit demi sedikit.

  Egi anak pertama dari ibu Nur yang seorang guru sekolah dasar dan ayahnya seorang pegawai kelurahan, Keluarga yang sederhana namun bahagia.

    Tidak ada perubahan dalam hubungan kami selama beberapa bulan ini selain aku yang sudah beberapa kali bertemu ibu nya atau Egi yang sudah beberapa kali mampir ke rumahku, tidak ada kemajuan dalam interaksi, kami hanya sebatas pelukan juga ciuman.

   Terkadang aku merasa kurang jika Egi memutuskan menyudahi cumbuannya. Ada rasa kesal juga kecewa yang menimpa hatiku.

    Aku ingin lebih dari sekedar ciuman, tapi aku juga tak berani jika meminta duluan.

   Tapi aku mencoba memendamnya dan tak ingin mempermasalahkannya, Namun kali ini berbeda, petengahan semester ini ada murid pindahan di sekolahku namanya Denda Adi Prastiyo, dia anak yang genit agresif juga menyebalkan.

   Tapi aku mencoba memendamnya dan tak ingin mempermasalahkannya, Namun kali ini berbeda, petengahan semester ini ada murid pindahan di sekolahku namanya Denda Adi Prastiyo, dia anak yang genit agresif juga menyebalkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Awalnya aku tak tertarik sama sekali padanya, namun karena huruf awal nama kami berdekatan tak jarang kami menjadi tim atau kelompok untuk beberapa tugas sekolah.

Ternyata dia menyenangkan juga pengertian.

    Aku lebih sering menghabiskan waktu dengan Denda di banding dengan Egi.

Bahkan Denda memanggilku dengan Nata atau Nat katanya biar beda dari yang lain atau dia bilang itu panggilan sayangnya buatku.

   Halahhh gombal, Denda memang terkenal genit dan sering tebar pesona, banyak cewek-cewek sekolah yang menyukai atau bahkan baper alias bawa perasaan saat di gombalin Denda.

   Tapi dia pendengar yang baik bahkan beberapa kali aku bercertia tentang hubunganku dengan Egi.

    Denda memang belum pernah sekalipun bertemu dengan Egi, tapi sepertinya dia mengerti akan perasaanku. 

   Malam ini malam minggu Egi biasa datang ke rumah untuk menemuiku. Aku sudah siap dengan celana jeans panjang serta kaos putih polos tak lupa dengan jaketnya agar tak terkena angin malam karena memang hari ini aku dan dia sudah berjanji untuk jalan-jalan di sebuah taman.

   Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun masih belum ada kabar dari Egi, sudah beberakali aku hubungi ternyata nomernya tidak aktif.

   Dalam keresahan aku memutuskan untuk menghubungi ibu nya Egi memastikan keadaannya, dari informasi ibunya, ternyata Egi sudah tertidur sejak pulang latihan futsal.

  Ada rasa kesal di hati karena dia malah tertidur sedangkan sudah janji akan datang ke rumah.
Tapi aku mencoba mengerti mungkin dia sangat lelah.

"Tapi kan dia bisa meghubungiku hanya untuk memberi kabar bukan malah membuatku menunggu." aku bergerutu di ruang tamu di temani siaran televisi. 

   Aku sendirian di rumah karena bunda memang sedang ada tugas di Bogor mengawasi proyek pembangunan rumah elite daerah sana. Ya bunda seorang wanita karir yang sukses dia menjadi seorang kepala produksi di sebuah perusahaan property terbesar di kotaku, dengan pekerjaannya itu tak jarang beliau pulang pergi keluar kota.

Drrttt.. Drrttt. Drrrttt

  Ponselku bergetar menandakan sebuah pesan masuk, aku berharap itu pesan dari Egi yang sudah terbangun, syukur-syukur kalo dia datang ke rumah untuk memenuhi janjinya.

Denda

"Nat, lu lagi sibuk nggak?"

" Nggak Lagi sibuk tapi lagi bad mood." balasku.

"Bad mood? gara notif WA nya dari gue ya bukan dari Egi."

"wah peka juga lo hahaha" balasku dengan emot tertawa.

"Jalan yuk, gue jemput ya."

"Oke."

Aku membalas singkat pesannya.

"Tidak ada salahnya jika aku main sama Denda toh dia cuma temanku tak ada rasa apapun padanya." Batinku melampiaskan kekesalanku yang sebetulnya aku tujukan untuk Egi.

AnatasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang