BERONDONG

2.8K 511 26
                                    

***
**
*

"Lix, tuh brondong mu!"

Felix memutar kepalanya searah tunjuk dagu Daehwi. Benar saja. Bocah SMA yang kini asik tiduran di atas bangku kayu di bawah pohon beringin mengisi atensinya. Apa lagi dengan baju seragam yang dikeluarkan, tas gemblok hitam yang jadi alas kepalanya untuk tidur, juga satu kaki yang terbungkus seragam abu-abunya terangkat di atas kursi.

"Ck!" Decak Felix. "Aku duluan ya, Hwi, Yun" pamit Felix.

"Hati-hati, Lix. Brondong lo cakep juga loh! Awas banyak mata-mata lapar di fakultas ini! Termasuk gueeee!" goda Yuna sedikit berteriak agar sahabatnya yang kini berlari mendekati si anak SMA itu dengar.

"Ck! Berisik, Yun! Ayo ah! Panas nih!" Daehwi menggandeng lengan Yuna, membawa sahabat wanitanya pergi.

Tangan mungil Felix menepuk-nepuk kecil dada kiri Jeongin, membangunkan si remaja SMA itu. Pada tepukan ketiga, Jeongin membuka mata lalu menggeser badan bongsornya untuk duduk. Mata merah dan wajah bantalnya menegaskan jika ia sangat kelelahan.

"Bangun, yuk! Kita pulang. Kita naik Grabcar aja ya tapi. Panas nih" ucap Felix.

Sebenarnya, Felix memutuskan naik Grabcar agar pacarnya bisa melanjutkan tidurnya dengan nyenyak di dalam mobil. Tak perlu berdesakan atau bahkan mengalah pada penumpang lain.

Jeongin mengangguk. Ia biakan saja Felix menggandeng pergelangan tangannya tanpa banyak bicara. Tak bohong, hari ini badannya sangat terasa lemas dan lelah bukan main. Mungkin karena kurang tidur beberapa hari belakangan. Sebulan lagi Try Out pertama dilaksanakan, dan ia tak bisa bersantai terus menerus. Jeongin ingin membuktikan janjinya pada kesayangannya ini.

"Felix ya, pak?" Ucap yang lebih tua pada si supir Grab. Setelah mendapat jawaban, Felix membantu Jeongin masuk ke dalam mobil.

"Turunin sandarannya dulu. Biar enak tidurnya, Jeo" dengan telaten, Felix membantu pacarnya menurunkan sandaran.

"Lagian kalo capek, nggak usah jemput aku aja kenapa sih? Mending langsung pulang habis itu tidur! Disimpen tenaganya buat belajar lagi, Jeo!" Omel Felix. Meski mengomel, tangan kecilnya tak berhenti mengelus rambut legam Jeongin.

"Nggak bisa. Aku yang nggak tenang kalo nggak jemput kak" balas Jeongin, tetap dengan mata yang tertutup.

"Bandel ya, dasar!" Sungut Felix yang dibalas senyum lebar Jeongin yang terlihat lebih lemah dari bisanya.

"Udah sana lanjut tidur! Aku bangunin kalo udah sampai"

"Hm" gumam Jeongin.

Felix menghela nafas. Kasihan sebenarnya ia dengan Jeongin. Jeongin itu tipikal orang yang tak betah lama saat belajar. Dia lebih suka kegiatan fisik daripada terkurung berjam-jam dengan materi-materi pelajaran.

Tapi mau bagaimana lagi. Ujian sebentar lagi. Dan mau tak mau, Jeongin harus berusaha keras agar bisa lulus dan diterima di kuliah tahun ini juga.

***
**
*

"Jeo, Jeo! Jeongin bangun! Udah sampai!" Felix menggoyangkan lengan pacarnya dengannlembut agar tak membuat si muda terkejut.

Jeongin membuka matanya yang memerah. Dia mengangguk, membalas ucapan Felix. Diraihnya tas punggungnya lalu disampirkan di lengan kanannya. Perlahan, ia turun dari mobil dengan bantuan Felix.

"Terimakasih, pak" ucap Felix pada supir Grab yang mengantar mereka.

"Yuk!" Felix menuntun lengan Jeongin masuk ke rumah si muda.

Jeongin menurut. Ia membiarkan saja Felix menuntunnya berjalan walau sebenarnya tanpa bantuan Felix pun ia bisa jalan sendiri.

"Loh, Felix udah pulang?" Sapa Jinyoung, Mama Jeongin saat duduk di ruang tengah rumah keluarga Yang.

"Udah, Ma. Nih, ada bayi hiu jemput aku nih. Padahal K.O juga dia di bangku taman" sindir Felix pada Jeongin.

Jeongin terkekeh kecil menanggapi sindiran pacarnya. Tenaganya sudah tak tersisa hanya untuk membalas ucapan pacarnya.

"Ck! Bandel emang dasar ya anaknya Jaebum! Biarin aja tuh, biar Mama laporin ke Papanya kalo pulang dinas!" Ancam Jinyoung. Sudah terlampau grmas sekali ia dengan anaknya. Susah sekali di nasehati.

"Tau nggak kalian? Papa nggak bakal marahin aku. Darah bucin ku ini kan asalnya dari bapak Yang Jaebum. Tuh, buktinya! Bentar lagi juga Mama di Video call sama Papa!" Balas Jeongin.

Tut titut tuutt tiituuu..

Bunyi ganjil rington ponsel Jinyong. Benar saja. Yang Jaebum lah yang menelfon.

"Bener, kan?" Jeongin menaik turunkan kefua alisnya.

"Brisik kamu! Fel, masukin akuariumnya lagi tuh bayi hiu kamu!"

Felix terkekeh kecil lalu mengangguk setelahnya. "Ayo, Jeo!" Dituntunya si muda naik tangga ke kamarnya dilantai atas.

"Kak, badan ku anget deh kayaknya" keluh Jeongin.

"Kaaaan! Makanya sih! Jangan bandel kalo diomongin! Udah makan belum tadi kamu!?!" Omel Felix, lagi.

"Udah kalo makan. Tapi kok tetep lemes ya?" Jeongin merebahkan badannya di atas kasur. Seketika, wajahnya mengeryit saat dirasa kepalanya berdenyut ngilu.

"Pusing?" Tanya yang lebih tua dengan khawatir.

Jeongin mengangguk. Tadi ia hiraukan saja rasa pusingnya saat sampai di kampus Felix dan saat di mobil. Tapi pusingnya baru terasa menyiksa saat tubuhnya bertemu kasur.

Felix membuka pintu lemari coklat Jeongin lalu mengeluarkan satu kaos warna abu lengan panjang dan satu celana training hitam Jeongin.

"Nih! Kamu ganti baju ini dulu deh! Aku cariin obat di bawah dulu! Dipake ya, buruan!" Ucap Felix sebelum membuka pintu kamar pacarnya lalu turin tangga untuk ke dapur.

Seperginya Felix Jeongin dengan sisa tenaganya mengganti bajunya. Walau lemas, ia tentu tak nyaman jika tidur dengan seragam terus menerus.

"Udah?" Teriak Felix dari luar pintu kamar yang tertutup.

Jeongin terkekeh kecil. Pacarnya ini lucu sekali. Walaupun secara umur, Felix yang lebih tua, tapi terkadang tingkah Felix akan seperti anak kecil yang sangat menggemaskan untuk Jeongin.

"Udah, sayang" balas Jeongin.

Felix membuka pintu kamar Jeongin dengan sedikit brutal. Di tangan kirinya Felix membawa satu nampan yang berisi air putih dalam botol, beberapa tumpuk roti, satu gelas teh hangat dan dua butir pil obat yang masih terbungkus.

"Nih, kamu makan dulu ya rotinya" Felix menyodorkan tanganya, menyuapi Jeongin.

Dengan senang hati Jeongin menerima. Satu suap, dua suap, tiga suap, hingga lembar kedua roti tawar yang diisi dengan selai coklat, Jeongin berhenti makan. Perutnya sudah tak sanggup menampung makanan.

"Nih, dimunum dulu obatnya!" Felix membukakan bungkus obat lalu memberikannya pada Jeongin.

Dengan satu teguk, Jeongin menelan habis dua butir obat ditangannya. Selesainya, ia menidurkan dirinya lagi di kasur.

"Jangan sakit, Jeo" lirih Felix dengan tangan yang menarik selimut Jeongin hingga perut.

"Tidur sini, kak. Temenin aku" Jeongin memggeser badannya memberi ruang untuk Felix.

"Cih! Dasar hiu berondong!" Sungut Felix.

Walau begitu, ia tetap menidurkan badannya menyamping menghadap Jeongin. Matanya menatap senyum tengil pacarnya yang terlihat lebih lemas dari biasanya.

"Aku sayang kamu"

***
**
*
*Senaorin*

MY YOUNGEST BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang