"Sebenarnya waktu itu aku tidak kesurupan," kata Arum kepada Husen, mereka sedang duduk di balai-balai di teras belakang menyantap singkong rebus, sesekali Husen menghembuskan asap rokok daun kawung yang dihisapnya.
"Aku lahir waktu hujan lebat, petir menyambar-nyambar, ibu kandungku meninggal tak lama kemudian, masih sempat memelukku, tapi tak sempat menyusuiku," imbuhnya, "lalu Bude Ningsih merawatku membesarkanku bersama Bapak, kebetulan tiga anaknya lelaki semua."
"Mungkin karena itu aku takut kepada hujan badai, suara petir bisa membuatku histeris," lanjut gadis berkepang dua itu, "waktu itu aku lupa menambah minyak tanah, lampu tempel mati berbarengan dengan petir menyambar, aku berteriak tak bisa berhenti, takut gelap ...."
"Bapak membawaku ke rumah Mbah, menungguku sampai siang datang ... aku di rumah Mbah beberapa hari, lalu Bapak menyuruh orang menjemputku pulang, ada Mama Apun dan Cik Moi tinggal di sini," Arum tersenyum, "aku senang ada temannya, sekamar dengan Cik Moi aku tidak takut lagi kalau hujan dan ada petir, karena aku tidak sendirian."
**
A Fun memeluk Husen dalam hujan tangis waktu anak keempatnya datang.
"Aku menunggumu ... aku menunggumu ... lu kemana saja?"
"Owe lari ke Magetan, Ma," Husen mengelus punggung ibunya dengan penuh sayang, ia juga rindu, "ada teman yang menampung owe, memberikan modal berdagang kelapa. Sudah balik modal, dan dari cuan sedikit-sedikit, setahun ini owe sudah punya rumah, punya ongkos pulang."
"Owe tadi ke rumah kita, ditempati keluarga Wak Ali. Koko-koko di rumah Mak Meh membantu asuk-asuk berdagang, tapi kelihatannya tidak betah di sana. Asuk kecil jahat, kata Koko. Owe mau ajak Mama pindah ke Magetan."
"Tinggallah di sini," Min menawarkan, "bantu aku mengurus sapi-sapi."
"Owe punya usaha kecil-kecilan di Magetan, Pak Min,"
"Kaubilang tadi koko-kokomu tidak betah di rumah Mak Nyai, mengapa tidak mengoperkan usahamu untuk mereka? Kau bisa tinggal di sini merawat Mama ... ia selalu menunggumu, kau anak kesayangannya, tahu!"
*
Ketiga kakak Husen pindah ke Magetan dan meneruskan usaha yang dirintisnya.
"Aku mencintaimu, Apun," ucap Min setiap hari, setiap ada kesempatan, dan cinta itu menyembuhkan, perlahan A Fun mulai berekspresi, bisa tersenyum, mau membantu di dapur. Setiap pagi mandi sendiri tanpa disuruh. Ditambah dengan kehadiran Husen, dengan cepat ia pulih.
Min menyuruh Husen mengajak ibunya membicarakan kejadian malam laknat itu, sedikit demi sedikit, berhenti saat tangis A Fun menghalanginya bercerita. Setelah beberapa bulan, A Fun bisa menceritakan kembali tanpa air mata, dan sikapnya normal kembali, hilang semua tindakan yang bisa dianggap gila.
Waktu itu Moi sudah belajar mengaji kepada Arum, lantunan ayat-ayat Al-Quran setiap petang membuatnya tenang, itu yang mendorongnya untuk lebih dari sekedar mendengarkan. Min tidak memaksa, tapi ia selalu pulang menjelang Asyar, mengajak Arum sholat berjamaah, lalu Moi ikut, A Fun juga, dan belakangan Husen bergabung.
Min punya kebun salak, sawah yang ditanami tebu, beberapa dokar, dan sebuah sepeda motor. Rumahnya besar, di belakangnya ada areal untuk memelihara sapi, punya beberapa karyawan yang setiap pagi memerah susu dan mengantarnya ke pelanggan-pelanggan di seluruh desa.
Suatu sore, Husen menimba air sumur dan mengangkatnya mengisi gentong di dapur, Arum sedang mandi dan jatuh terpeleset, berteriak kesakitan kakinya terkilir. Husen mendengar teriakan itu, tanpa berpikir panjang menerobos masuk ke dalam, membantunya berdiri.
Arum memeluknya, kaki kanannya tak bisa menapak tanah, sakit. Husen balas memeluk, dadanya yang telanjang bersentuhan dengan tubuh Arum, menimbulkan pijar-pijar api yang membakar keduanya. Husen mendorong gadis itu menjauh, hampir jatuh, dan cepat menangkapnya kembali ....
Husen meraih kain di cantolan, berusaha menutup tubuh Arum, lalu menggendongnya, meletakkannya di atas balai-balai di teras belakang rumah. Masuk ke dalam mengambil minyak urut, lalu mulai memijat kaki yang terkilir, berusaha tidak melirik bagian tubuh lain, yang sudah tertutup kain tapi di benaknya yang tergambar adalah yang dilihatnya di kamar mandi tadi.
Gadis itu merintih-rintih, bukan sekadar menahan sakit kakinya, tapi juga denyar halus di hati, ingin tangan pemuda itu bergeser bukan hanya di pergelangan kaki ... ingin dadanya bersentuhan lagi ... dilihatnya bulir-bulir peluh di tubuh Husen, hanya memijat kaki bisa membuat berkeringat?
*
Sejak hari itu rutinitasnya berubah, setiap pagi Arum rajin bangun pagi, mengetok kamar Husen, lalu sholat Subuh berjamaah bersama Moi. Husen menyalakan perapian di dapur, Moi akan memasak dan Arum mencuci pakaian di dekat sumur, Husen yang menimba airnya, sambil saling lirik, kadang saling mencipratkan air.
Yang merasakan perubahan itu Samsul, seorang buruh pemerah susu. Tadinya ia senang melihat Arum menjemur pakaian hanya berbelit kain, tanpa memakai kebaya seperti sebelumnya, terlihat sexy dengan pundak terbuka. Lalu ia melihat gadis itu berbalas senyum dengan Husen. Hatinya panas.
**
"Husen," A Fun mengajaknya berbicara empat mata suatu malam, "Mama mau celita suatu lahasia ...."
"Sebenalnya, lu bukan anak Papa She Jong," A Fun menarik napas panjang, "Lu anak Pak Min."
"Owe juga mikir begitu, Ma ..."
"Lu sudah tahu?"
"Tidak tahu pasti," Husen tersenyum, "tapi owe tahu Pak Min mengunjungi Mama di malam-malam tertentu, termasuk di malam jahanam itu. Jadi, owe tidak heran kalau Mama bilang owe bukan anak Papa."
"Mama tidak bermaksud selong," A Fun menarik napas panjang, "waktu itu Papa pulang dalam keadaan mabuk, memukul Mama kalena lambat membukakan pintu, mendolong Mama kelual lumah, mengunci pintu. Mama ke sumul, menangis ... Pak Min sempat mengila Mama kuntilanak ...," perempuan itu tersenyum mengingat insiden dua dekade sebelumnya, "lalu Pak Min membukakan kamal belakang, malam itu Mama tidul di situ ...."
"Selanjutnya, kalau Mama sedih, Mama tidul di kamal belakang, Pak Min menemani, menghibul ... dan setan menali-nali menggoda, sampai Mama hamil dilimu ...."
"Papa tidak tahu?"
"Papa seling mabuk, tak menyadali tidul ama Mama atau tidak ...."
"Tapi Papa tidak sayang owe."
"Itu kalena Papa belhalap punya anak pelempuan."
"Mama ... owe sudah lama menunggu Mama cerita ini, owe selalu heran mengapa Papa tidak cinta kepada owe."
"Tak ada yang tahu lu anak Pak Min, hanya dia, Mama, dan sekalang lu ...."
"Owe akan jaga rahasia ini, Mama."
*
"Gua sudah celita ke Husen lahasia kita," kata A Fun kepada Min, lega.
Min yang bingung, karena mendapatkan laporan sepertinya Husen dan Arum saling menyukai.
***
Surabaya, 22 Nopember 2019
#NWR

KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TERLARANG
RomanceMin jatuh cinta kepada A Fun, istri majikannya. Hatinya berdarah melihat perempuan yang dicintainya diabaikan, ditinggal selingkuh, bahkan ditampar. Berniat ingin melindungi, cinta yang dipendamnya mendapatkan sambutan, dan mereka berdua menjalin ci...