Bagian 5

82 11 4
                                    


"You're completely dead, Takaki Yuya."

Dua bulan setelah semua kekacauan dalam diri Yuya terjadi, membuat pria itu akhirnya tumbang dan memilih untuk mencari sandaran. Arioka Daiki menjadi sasarannya.

"Aku tahu aku bodoh, okay?" Yuya mengacak rambutnya sendiri, frustrasi. "Aku tidak akan seterpuruk ini jika masalahnya tidak sampai kesana."

"Sebentar, sebentar, aku masih agak bingung dalam memproses semua kejadiannya..." Daiki memijat pelipisnya. "Jadi, waktu malam perayaan setelah ujian semester itu, kau bertemu gadis ini, yang ternyata adalah temannya kenalanmu?"

Yuya mengangguk.

"Dia mabuk dan dia meracau soal kenalanmu itu?"

Yuya mengangguk lebih dalam.

"Lalu, dengan begitu saja, kalian keluar club dan melakukan seks tanpa sepengetahuan aku dan yang lainnya?!" Nada bicara Daiki agak naik di sini, membuat Yuya cepat-cepat menunduk, tahu Daiki sudah naik darah.

Sebagai teman, Daiki merasa kasihan karena hal ini bisa menjadi akhir dari hubungan baik di antara mereka. Pria yang lebih pendek beberapa senti dari Yuya ini tahu benar tabiat Yuya dan kakak dari kekasihnya, Yabu Kouta. Sifat posesif Kouta pada adiknya, Karin, pasti akan terseret di dalam persahabatan mereka.

"Tolong aku, Dai-chan..." kalimat yang lolos dari bibir Yuya terdengar hopeless. "The thing is, aku benar-benar tidak bisa merupakan gadis itu, ditambah lagi frekuensinya berada di sekitarku bertambah sejak Karin sendiri yang mengenalkannya padaku."

"Apa?! Karin mengenal gadis itu?!"

Yuya mengangguk.

"Mereka satu jurusan," ujar Yuya, terlihat benar-benar lelah dengan mata sayunya. "Satu angkatan pula. Karin, seperti biasa, selalu ceria dan mengajaknya bermain. Dengan kepribadiannya yang cerah begitu, mana ada yang mau menolak jadi temannya?"

Daiki tidak menyangkal.

Daiki kenal baik seorang Yabu Karin selama lima tahun. Dan dari rentang waktu sebegitu lamanya, tak begitu banyak hal yang berubah dari kepribadian Karin. Gadis itu tetap sama—dengan tawa renyah dan senyum lebarnya. Adik dari sahabatnya itu ramah kepada setiap orang. Ditambah lagi, fisik gadis itu... entahlah, sangat cantik? Daiki sendiri bisa saja jatuh cinta pada gadis itu seperti Yuya—namun ia tahu, mencintai Karin itu artinya bertarung dengan banyak cowok tampan yang tak segan-segan melakukan apapun untuk Karin-nya.

"Kau sudah mengobrol lagi dengan Karin?"

Yuya menggeleng lemah.

"Mungkin ada baiknya..."

"Jujur?" potong Yuya, nadanya agak ketus. "Dai-chan, aku kesini karena aku tak akan pernah berani melakukan itu kepadanya. Aku tak punya hati untuk menyakiti gadisku sendiri."

Daiki menepuk dahinya. "Jadi kau pikir dengan menyembunyikan semuanya, dia tidak akan tersakiti?"

Perkataan Daiki membuat Yuya terdiam di tempat.

"Baiklah kalau kau masih belum punya nyali untuk bicara pada Karin," ujar Daiki, kini mengambil posisi duduk di hadapan Yuya dan menepuk bahunya. "Tapi ingat, suatu saat, kau harus mengatakannya. Akan terasa sakit memang, tapi kejujuran adalah segalanya. Aku yakin Karin bisa menghargai keberanianmu."

Yuya masih membeku di tempatnya. Ada rangkaian kata yang tersendat di ujung lidahnya, dan Daiki bisa melihatnya.

"Apa? Ada apa lagi?"

"Masalahnya..." Takut-takut, Yuya membuka suara. "Masalahnya, waktu malam itu... aku tidak mabuk, Dai-chan." Ada sorot kesedihan di mata Yuya sejenak saat Daiki mampu menatapnya. "Malam itu, saat aku pergi keluar bersama Yoshizawa-san, aku masih sadar. Alkohol tidak pernah mengelabui pikiranku. Semua yang terjadi... benar-benar karena kebrengsekanku."

**

Meskipun di antara anak-anak di grup sepermainannya ia adalah yang paling muda, entah kenapa Daiki selalu merasa menjadi yang paling dewasa.

Yabu Kouta adalah pribadi yang tegas dan konsisten, tapi dia ceroboh.

Yaotome Hikaru adalah sosok yang punya senyuman secerah matahari, tapi bukan berarti dia tidak memiliki masa-masa gelap yang hanya bercahayakan remang-remang sinar rembulan.

Inoo Kei memang paling pintar di antara mereka, namun kebiasaannya menyembunyikan sesuatu membuat tak ada satupun di antara mereka berlima yang mampu menebaknya, ataupun menolongnya di saat cowok itu membutuhkan.

Dan terakhir, Takaki Yuya. Pria dengan fisik paling macho dan ekhm, seksi. Di antara mereka berlima, Yuya jelas yang paling attractive. Akan tetapi, sifat pemalu dan overthinking-nya itu yang membuat dirinya seolah-olah tenggelam, dan tak terkesan populer.

Daiki paham sekali setiap orang pasti harus berurusan dengan masalah mereka masing-masing, tapi cowok kelahiran 1991 itu tidak paham kenapa semuanya harus lari ke jalan yang lebih sulit daripada menyelesaikannya dengan cara yang lebih mudah.

Contohnya pada kasus yang dialami Takaki Yuya.

Ia tahu Yuya selalu minder sejak Karin mendeklarasikan dirinya sebagai kekasih. Jujur, menjadi kekasih Karin merupakan harapan termuluk Yuya—bahkan Daiki sempat mengoloknya karena itu. Siapa sangka gadis secerah matahari musim panas itu mau menerima seorang Yuya? Tidak seorang pun. Bahkan kakaknya sendiri, Yabu Kouta, hanya bisa tercengang ketika mendengarnya. Hal itu terjadi benar-benar di luar kalkulasi mereka.

Daiki merasa ada yang salah dari sikap Yuya. Bersanding dengan Karin seharusnya memberi cowok itu sedikit semangat untuk melakukan yang terbaik, bukannya malah minder begitu. Karin sendiri sebetulnya tidak menuntut banyak, ia gadis yang simpel—digandeng Yuya saja sudah membuatnya berbunga-bunga. Daiki jadi tidak mengerti—kenapa? Kenapa Yuya selalu berpikiran rendah soal dirinya bagi Karin?


**

(a/n) hello, i'm back. buat para pembaca yang udah lama nunggu, selamat membaca :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

parisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang