Kabar (2)

27 3 0
                                    

   Masih dengan suara yang keras, Margoton menjawab. "Luc Casille, ditahan Maret 1705. Saya meminta tolong pada anda untuk  mengambil tindakan langsung, sebab nyawanya dan istrinya dalam bahaya." Mendengar suara yang menggelegar ke seisi rumah dinas, Tn. Dupont terlihat tak terkejut. Ia lalu mengisi dua gelas dengan wine. "Apakah nona berbicara tentang si Huguenot? Jikalau ia memang benar-benar sudah 'bertobat', kenapa nyawanya dalam bahaya?"

   Ia meneguk satu gelas wine. Sambil menggelengkan kepalanya ia berkata: " Kerajaan kita sedang berperang dengan negara-negara Protestan. Di usianya yang tua, raja kita yang agung Louis XIV masih bersedia untuk menunjukkan pada dunia siapa yang berhak untuk menyandang gelar "Pelindung Iman Kristiani" juga "Pusat Peradaban Dunia". Roma? Hah, sadarkanlah dirimu. Bahkan mungkin Paus sendiri tidak bisa membedakan peluru musket dengan tasbih di rosarionya!"

   Setelah itu, ia dengan sengaja menumpahkan wine yang kedua.  "Oleh karena itu wahai nona penggarap tanah, harusnya engkau mendesak ayahmu untuk minggat dari sini sebelum 'penertiban' ini terjadi. Ia sudah mengetahui bahwa Huguenot dilarang tinggal di Prancis, tapi masih saja ia menyebutkan kata terkutuk itu di bumi Prancis. Dasar bodoh!" Pergilah Tn. Dupont ke ruangan pribadinya bersama para tamunya.

   Margoton berlari keluar sambil menangis terisak-isak. Ia sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia hanya bisa berharap ayah dan ibunya berhasil melarikan diri atau semacamnya. Ia akhirnya mengetahui bahwa Prancis tidaklah menganggap ayahnya lagi sebagai warga negara, melainkan musuh. Musuh yang pekerjaannya hanyalah membuat barang-barang kayu dan menggarap ladang orang lain.

   Di tengah kebingungannya, ia masih bisa mendengar sebuah langkah kaki yang pelan mendekatinya. "Kalau saya tidak salah, belum lama di kota ini ada perkumpulan Les Fils des Dragonnades, bukan?" ucap orang itu. Margoton terkejut dan menoleh. "Ya tuan, tapi saya kira itu cuma perkumpulan patriotik untuk menghormati para veteran perang." Orang itu mengulurkan tangannya. "Nama saya Franciscoes Brecht." Margoton menyambut tangannya. "Margoton. Senang bertemu dengan anda." 

   Brecht menyiapkan kudanya. "Aku tidak bisa pulang jika merasa ada urusan yang belum selesai. Dalam hal ini membantu nona muda yang sangat membutuhkan pertolonganku. Jadi, maukah anda ikut denganku untuk mencari kedua orangtuamu? Margoton terdiam. "Apa yang bisa kau lakukan untuk menolongku? Ayah dan ibuku sudah hilang beberapa lama." Brecht tersenyum kecil. "Margoton, jika kau mau ikutlah denganku besok, karena ini sudah mau malam. Aku akan menjelaskan semuanya nanti di perjalanan." Merasa harapannya kembali, Margoton berpikir untuk beberapa saat. Akhirnya Margoton setuju. Ia pun meminta Brecht untuk mencari rumahnya besok. Meskipun ia masih khawatir tentang keluarganya, ia memutuskan untuk bergantung pada harapan baru ini.

1711Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang