Sunan Bonang

854 28 1
                                    

Menurut catatan sejarah, beliau lahir pada tahun 1465 M. Beliau adalah putra Sunan Ampel, yang lahir dari pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila, seorang Putri Arya Teja. Nama beliau adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim. Sejak kecil Raden Maulana Makdum Ibrahim telah mempelajari agama dari ayahandanya, yaitu Sunan Ampel makan dari itu Maulana Makdum Ibrahim memiliki ilmu yang tinggi dan sifat yang terpuji. Di pesantren ayahnya beliau selalu bersama dengan Raden Paku yg kelak dikenal dengan sebutan Sunan Giri. Ketika Sunan Ampel memerintahkannya untuk belajar ke Mekkah, Maulana Makdum Ibrahim berangkat bersama Raden Paku. Sayangnya tidak jadi berangkat ke Mekkah, karena ketika baru sampai di Pasai keduanya bertemu dengan Syekh Maulana Ishak, ayah Raden Paku. Keduanya pun akhirnya berguru kepada Maulana Ishak.

🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻


Sekembalinya dari Pasai, Maulana Makdum Ibrahim berdakwah di daerah Tuban, sedangkan Raden Paku melanjutkan perjalanannya ke Gresik. Sebagaimana daerah lainnya pada masa itu, di daerah Tuban yang merupakan Kerajaan Majapahit inipun masyarakatnya masih teguh memegang kepercayaan Animisme,Dinamisme, Hindu dan Budha.
Terhadap kebiasaan itu, Maulana Makdum Ibrahim tidak menghilangkannya, tetapi memberikan warna keislaman. Dalam berdakwah beliau memang terkenal pandai dalam mewarnai keadaan dengan ajaran Islam, sampai-sampai nama-nama Dewa Hindu pun digantinya dengan nama-nama Nabi dan Malaikat secara agama Islam. Beliau juga yang telah mengubah tembang Asmaranda sebagai alat untuk mengajarkan Tauhid.
Tembang Asmaranda tersebut berbunyi :

Ing karso mandiri iki
Iman tokid lan makrifat
Weruh ing sampurnaning
Lamun masih makrifat,
mapan durung sempurna,
dadi batal kaweruhipun,
pan maksih rasa dinas

Sinuhun Bonang ngukuhi,
sampurnane wong makrifat,
suwung ing paninggale,
tan ana kang ketinggalan,
mantep Pangeran kang Agung,
Kang anembah kang disembah.

(Siti Jenar ingkang Tulen, hal 7-8)

Artinya:

Yang dimaksud kepercayaan atau keimanan ini,
Iman, Tauhid dan Makrifat,
mengetahui dengan jelas dan sempurna,
Walaupun sudah makrifat, tapi kalau belum sempurna, jadi batal pengetahuannya,
apalagi masih mau membicarakan (aib) orang lain.

Sunan Bonang mengatakan,
sempurnanya makrifat,
kosong dalam penglihatan,tidak ada yang kelihatan oleh mata,
yakin Tuhan Yang Maha Kuasa,
yang menyerah dan disembah.

(Pengantar Sejarah Islam Indonesia, hal 118-119)

Dari tembang diatas dapat disimpulkan bahwa keimanan menurut Sunan Bonang adalah keyakinan akan adanya Allah SWT, yang merupakan landasan awal dalam bermakrifatullah.

Disamping ajaran Tauhid tersebut, beliau juga berpesan kepada Sunan Kalijaga dalam bentuk tembang Pangkur yaitu:

Sunan Bonang ngendika,
iku apa gumandul sun tingali,
kulite wewulang wedus,
kang jero ana isine,
komen ngutik bebuntelan sampun runtuh,
Ing ngarsane Sunan Bonang,
cinanduk dipun ungkapi.

Ing jero isi rasukan,
dapur taqwa ana isine tulis,
loro lan ageme jeng Rasul,
dene kang gina duan,
Syeikh Malaya Susuhunan Kalijaga
Sinuhun Bonang ngendika
lenede kijeben kali.

Sira ingkang dinawohan,
Sunan Kalijaga sujud sarwi ngadepi sigra andunga,
ngungun-ngungun wali sadaya,
Sunan Bonang alon pangandikanipun,
punika Antakusuma,
Pulang arane Kanjeng Nabi.

Artinya:
Sunan Bonang berkata,
lihatlah apa yang tergantung itu,
bungkusnya dari kulit kambing,
di dalam ada isinya,
setelah bungkusnya itu jatuh (terambil)
di depan Sunan Bonang, dipegang kemudian dibuka.

Didalam berisi baju,
yang bertuliskan taqwa,
bekas bajunya Rasul,
sedang yang berhak memakai
adalah Syeikh Malaya Kalijaga,
Sunan Bonang berkata,
Mintalah dan ambilah Sunan Kalijaga.

Engkau yang disuruh,
Sunan Kalijaga menghadap dan bersujud segera berdoa
terharu lah semua wali,
Itu Antakusuma, baju bekasnya Nabi. (Pengantar Sejarah Islam Indonesia, hal 125-126).

Pesan yang terkandung yaitu peringatan agar sebagai umat muslim harus selalu berusaha untuk menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan meninggalkan seluruh laranganNya, karena sikap bertaqwa kepada Allah SWT merupakan sikap utama yang telah dicontohkan Rasulallah SAW.

Disamping tembang tersebut, konon beliau juga yang telah mengubah syair yang berjudul tombo ati yang berbunyi:

Tombo ati iku lima sak warnanya,
Maca Qur'an angen-angen sak makanan,
Kaping pindah sholat wengi lakonono,
Kaping telu wong kang sholeh kuncanano,
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe,
Kaping lima dzikir wengi ingkang suwe.
Sopo wonge kang bisa ngelakoni,
InsyaAllah Gusti Allah nyembadani.

Artinya;
Obat sakit hati itu ada lima macamnya,
Membaca Al-Quran dengan memperhatikan maknanya,
Kedua, mengerjakan Shalat malam
Ketiga, bertemanlah dengan orang yang sholeh,
Keempat, perut harus sering dikosongkan (untuk berpuasa)
Kelima, membiasakan dzikir malam,
Barang siapa yang mampu melakukannya,
InsyaAllah Tuhan akan mengabulkan.

Demikian giatnya beliau melakukan dakwah. Beliau wafat pada tahun 1525.

Kisah Walisongo✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang