Sunan Kalijaga

513 23 1
                                    

Nama asli beliau adalah Raden Mas Syahid, putra dari Temenggung Wilatikta di Tuban.
Sejak kecil Raden Mas Syahid dididik oleh ayahnya secara Islam, karena ayahnya Raden Mas syahid memang seorang Muslim.

Namun karena adanya kekecewaan terhadap pungutan yang dikenakan terhadap penduduk Kabupaten Tuban yang menyebabkan kehidupan mereka semakin sengsara, maka beliau pun berontak dengan caranya sendiri. Hampir setiap malam Raden Mas Syahid keluar masuk rumah para hartawan yang kikir untuk mengambil sebagian harta mereka dan kemudian membagikannya kepada fakir miskin. Dengan demikian para miskin yang sebelumnya berada dalam kekurangan berubah menjadi kecukupan. Merekapun sering bertanya-tanya tentang siapa yang suka membagi rezeki kepada mereka dimalam hari. Mereka tidak mengetahui bahwa Raden Mas syahid lah yang telah membagikan rezeki kepada mereka. Kebiasaan itu terus menerus dilakukan beliau hingga akhirnya diketahui juga oleh ayahandanya. Celakanya, kebiasaan itu diketahui oleh salah seorang pemimpinan perampok di Kabupaten Tuban, dan akhirnya ia bermaksud mencelakai Raden Mas Syahid. Kawanan perampok itu mulai menggunakan topeng sebagaimana yang biasa Raden Mas Syahid pakai, sehingga setiap kali mereka melakukan perampokan maka Raden Mas syahid lah yang tertuduh. Pada malam hari, terdengar jeritan penduduk meminta tolong, dengan cepat Raden Mas Syahid yang juga sedang menggunakan topeng karena hendak mengambil harta dari rumah penduduk kaya yang kikir, melompat menuju rumah orang yang meminta pertolongan.

🍁🍀🍁🍀🍁🍀

Mengetahui kedatangan Raden Mas syahid, para perampok itu lari tunggang langgang, dengan geram Raden Mas syahid mendobrak pintu rumah tersebut. Begitu pintu didobrak, seorang perampok yang baru saja melakukan pemerkosaan lari meninggalkan Raden Mas syahid.
Dalam keadaan ini, tiba-tiba para warga langsung menangkapnya. Betapa kagetnya mereka setelah mengetahui bahwa Raden Mas syahid lah yang melakukan hal sekeji itu.
Mereka kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Kabupaten. Tumenggung marah dan langsung mengusir Raden Mas syahid setelah mengetahui laporan yang dilaporkan warga. Demikian pula Dewi Nawang Arum, sebagai seorang ibu ia merasa terpukul menerima kenyataan seperti itu.
Menerima perlakuan ayah dan ibunya, Raden Mas syahid tidak mau menjelaskan bahwa sesungguhnya bukan dia yang melakukan perampokan dan pemerkosaan yang baru terjadi, dengan membawa kesedihan yang terpendam, Raden Mas syahid pun meninggalkan ayah dan ibunya tanpa memiliki tujuan yang pasti.
Kepergian Raden Mas syahid kemudian diikuti oleh adiknya yang bernama Rasawulan. Rasawulan tidak percaya bahwa kakaknya melakukan kejahatan seperti itu. Berhari-hari ia mencari kakaknya, namun tetap saja tidak berhasil.
Setelah beberapa waktu lamanya menempuh perjalanan, sampailah Raden Mas syahid di suatu tempat bernama Jatisari. Dihutan inilah Raden Mas syahid banyak menghadang orang kaya lewat untuk direbut barang bawaannya.

Petunjuk Allah SWT datang kepada Raden Mas syahid dengan perantara Sunan Bonang.
Suatu hari, ketika seorang berjubah putih yang menggenggam tongkat bergagang emas melewati hutan Jatisari, tidak sekejap pun Raden Mas syahid melepaskan pandangan matanya terhadap orang itu, ia amat tertarik dengan tongkat bergagang emas yang dibawanya. Ketika orang berjubah putih itu lewat tepat di depan Raden Mas syahid, oleh Raden Mas syahid ditegur nya, "Orang tua!
untuk apa kau memakai tongkat, padahal aku lihat engkau tidak buta. Engkau masih kelihatan tegar, sehingga tanpa tongkat pun engkau dapat pergi kemanapun yang engkau suka. "
Orang tua itu berhenti dan tersenyum ramah kemudian berkata, "anak muda... perjalanan manusia itu tidak menentu, kadang berada ditempat terang, terkadang pula ditempat yang gelap, tongkat inilah yang dapat menjadi peraba hingga aku tidakakan tersesat. "
Mendengar jawaban dari orang berjubah itu, sesungguhnya Raden Mas syahid merasakan adanya getaran aneh pada perasaannya. Akan tetapi lantaran tertarik dengan gagang tongkat itu, maka tanpa banyak bicara lagi ia rebut tongkat itu dari tangan orang tua berjubah itu, sehingga tersungkur lah orang tua itu.
Dalam keadaan tersungkur itu, yang tidak lain adalah Sunan Bonang, beliau menangis terisak sambil berkata, "Saya menyesal dan merasa berdosa telah mencabut rumput dengan sia-sia...! "
Mendengar kata-kata tersebut Raden Mas syahid sempat tercengang lantaran ia mendengar penyesalan dari orang tua itu hanya karena telah mencabut rumput yang memang telah diperuntukkan bagi manusia.
"Mengapa kau tega berbuat kasar kepada orang yang sudah tua seperti aku ini....? Dan mengapa engkau berkeliaran ditengah hutan ini?" Tanya orang tua itu, yang dijawab oleh Raden Mas syahid " Saya menginginkan harta"
Untuk apa? Tanya orang tua itu lagi. "Untuk saya beri kepada fakir miskin" jawab Raden Mas syahid.
Mendengar pengakuan dari Raden Mas syahid, orang tua itu memberikan wejangan, "Niatmu sungguh mulia, tapi ketahuilah. Allah SWT tidak akan menerima sedekah yang berasal dari barang haram. Jika engkau menginginkan harta, ambil yang diatas pohon itu! ".
Melihat kearah yang ditunjuk oleh orang tua itu, Raden Mas syahid menjadi tidak sabar. Dia pun segera memanjat pohon aren yang didepannya, dengan maksud mengambil buah aren yang berupa emas itu. Dan sesampainya diatas, ia tercengang lantaran yang semula dikiranya emas ternyata hanya kolang-kaling. Raden Mas syahid langsung turun dan kemudian mencari orang tua berjubah itu.
Raden Mas syahid mengejar orang tua itu, karena ia bermaksud untuk berguru kepadanya. Ia menyadari kesalahannya dan bermaksud untuk bertaubat.
"Mengapa engkau mengikuti perjalananku....? " Tanya orang tua itu.
"Aku ingin menjadi muridmu tuan... " Jawab Raden Mas syahid.
Kemudian orang tua itu bertanya "Sanggupkah engkau memenuhi persyaratannya....? "
Raden Mas syahid pun menyatakan sanggup memenuhi apapun persyaratannya, asalkan ia diterima menjadi muridnya.
Orang tua itu pun menancapkan tongkatnya dipinggir sungai, dan diperintahkannya Raden Mas syahid untuk menunggu nya sampai ia datang kembali ke tempat itu. Selesai memberikan pesan kepada Raden Mas syahid, iapun berlalu meninggalkan Raden Mas syahid yang hanya ditemani oleh tongkat yang harus ditungguinya.

🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊

Tiga tahun kemudian, orang tua berjubah itu kembali ke tempat Raden Mas syahid yang pernah ditinggalkannya. Hampir saja ia tidak lagi mengenali Raden Mas syahid, karena tubuh Raden Mas syahid sudah banyak ditumbuhi oleh lumut dan tumbuhan yang hidup dipinggir sungai itu.
Dibangunkan nya Raden Mas syahid kemudian diperintahkannya agar Raden Mas syahid berjalan kearah barat dengan menyelusuri sungai dengan membawa obor. Apabila telah sampai di laut, obor itu harus dicelupkan dan bila apinya mati, maka ia harus kembali ke tempat semula untuk menyalakan api yang ada di obor. Berulang kali Raden Mas syahid melakukannya, dan baru pada celupan ketujuh api pada obor itu tidak mati.

Perjalanan pun dilanjutkan, sampai akhirnya Raden Mas Syahid berada di Cirebon. Ia berhenti di Masjid milik Sunan Gunung Jati. Oleh Sunan Gunung Jati, Raden Mas Syahid diangkat menjadi tukang mengisi padasan(Pancuran tempat berwudhu)
Suatu hari ketika padasan itu kering Raden Mas syahid melihat emas di dasar padasan. Iapun memohon kepada Allah SWT, agar padasan itu dirubah menjadi emas secara keseluruhan. Do'a Raden Mas syahid dikabulkan Allah, dan padasan pun berubah menjadi emas.
Melihat kejadian tersebut, Sunan Gunung Jati berfikir bahwa Raden Mas syahid tentu bukan manusia sembarangan. Ia tentu seorang yang dikasihi Allah (Waliyullah). Akhirnya Raden Mas syahid dinikahkan dengan saudara beliau yang bernama Ratna Siti Zaenab.

Bersama istrinya, Raden Mas syahid berangkat ke arah selatan, disuatu tempat ia membuka hutan kecil dan diberinya nama Kadilangu (Demak).
Raden Mas syahid juga menikah dengan putri Sunan Ampel, disamping juga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak. Dari pernikahannya dengan Dewi Saroh binti Ishak, beliau dikaruniai 3 orang anak:
R.Umar Said/R.Prawoto(Sunan Muria)
Dewi Rukayah.
Dewi Sofiyah.

Sebagai seorang Mubaligh, beliau lebih suka berdakwah dari satu daerah kedaerah lain, sehingga beliau juga dikenal sebagai Syekh Malaya yang berarti orang tua yang menyiarkan agama Islam sambil menggembara. Kehidupan beliau sangat dekat dengan kalangan rakyat biasa, sehingga dalam hal berpakaian pun beliau lebih suka berpakaian adat Jawa. Demikian juga dalam menghadapi kebiasaan masyarakat yang masih bersumber ajaran Hindu dan Budha, beliau memandang bahwa kebiasaan itu tidak perlu dihilangkan tetapi diwarnai dengan ajaran Islam.
Sebagai alat berdakwah, akhirnya Sunan Kalijaga menciptakan wayang. Bentuk wayang yang ada sekarang ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada waktu menjelang peresmian Masjid Agung Demak, dengan maksud agar tidak menyamai bentuk manusia, karena para wali pada waktu itu tidak setuju dengan adanya wayang adalah karena mirip dengan manusia yang sebagaimana bentuk makhluk yang diciptakan Allah SWT adalah memang dilarang oleh Islam.
Dan untuk memainkan wayang dan gamelan nya yang sudah disepakati, dibuatlah cerita bernafaskan Islam, maka lahirlah cerita Dewasa Ruci, Jimat Kalimasada, Petruk jadi Raja, Pandu Pragola, Mustaka Weni dan masih banyak lagi.

Bahkan teknik bangunanpun tidak terlepas dari perhatian beliau. Sunan Kalijaga merancang letak kota yang ada, sehingga seperti yang terlihat sekarang ini, bangunan di Kabupaten biasanya terdiri dari Istana atau pendopo kabupaten, alun-alun, 1 atau 2 pohon beringin dan Masjid.
Kantor Kabupaten atau Istana dibangun berhadapan dengan alun-alun dan pohon beringin, dengan menghadap Laut dan membelakangi gunung, dan bangunan Masjid berada dipinggir alun-alun.

Penataan letak yang demikian kabarnya mengandung maksud tersendiri, yakni:
1. Kantor Kabupaten/Istana menghadap Laut, mengandung maksud bahwa para penguasa yang mendiami kantor/istana itu harus memiliki sifat pemurah dan pemaaf yang luas, sebagaimana luasnya lautan.
2. Kantor Kabupaten/Istana membelakangi gunung, bahwa para penguasa yang mendiami kantor/istana itu harus menjauhi sifat kesombongan dan kesewenang-wenangan.
3. Alun-alun yang diambil dari bahasa Arab 'Al-laun' yang berarti warna, diperuntukkan sebagai tempat berkumpul masyarakat yang bermacam-macam keadaan sosial, ekonomi dan agamanya,sehingga dari banyaknya macam ini, maka mereka harus saling menjaga diri.
Sebagai peringatan di tanamlah pohon beringin yang merupakan penyerapan dari bahasa Arab "Wara'in" yang berarti orang-orang yang sangat berhati-hati.
4.Masjid, sebagai tempat yang diperuntukkan untuk berkumpul kembali menghadap Allah setelah menyelesaikan pekerjaan masing-masing.

Jadi secara menyeluruh dapat diartikan bahwa untuk tercapainya suatu kebahagiaan, seseorang harus hidup sesuai dengan ketentuan yakni hidup sesuai dengan tuntutan Al-Qur'an dan Sunnah (dilambangkan dengan 2 pohon beringin). Dan dalam beribadah seseorang harus memasuki tahapan yang ada, yakni syari'at, haqiqat,thariqat dan ma'rifat (dilambangkan dengan alun-alun yang berbentuk segitiga empat). Dan masih banyak lagi cara dakwah yang beliau lakukan sampai akhir hayatnya.

Kisah Walisongo✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang