#06

5.9K 608 112
                                    






***

Aku mengekor di belakang Jimin yang hendak masuk ke rumah lebih dulu. Dia seperti tidak ingin melihatku meski aku sudah memanggilnya berkali-kali.

"Sayang.."

"Apa?!"

Duh, banteng aja kalah galak:')

"Aku minta maaf.."

Suara helaan nafasnya yang kasar mengisi udara. Tapi aku tidak akan menyerah, meski sedikit malu melakukannya nyatanya aku bisa.

Mengandalkan ingatanku yang tajam, aku meniru aegyo yang sering Jimin lakukan jika ingin meminta sesuatu padaku.

"Sayang~ maafkan aku, ya ya, hm.."

Tapi ekspetasiku tidak seindah harapan. Ia justru menatapku sengit, dominan jijik.

"Kamu gila, ya? Aegyo mu menjijikkan."

Jungkook sabar:")

"Benarkah? Hh.. Padahal aku sudah berusaha keras."

Aku mendesah lemas. Ia berdecak.

"Tapi aku benar-benar minta maaf––"

"Sudahlah, aku mengerti."

Aku mendongak dan menemukannya yang sedang menatapku dengan senyum manis.

"Aku juga minta maaf, ya. Maaf sudah keterlaluan."

Buru-buru aku menggeleng. Menyambar tangannya dan ku ciumin gemas.

"Tidak, kamu tidak salah apa-apa. Akulah yang salah disini."

Kemudian dia memelukku yang ku balas tak kalah erat.

"Kalau begitu kau harus selalu percaya padaku." kepalanya mendongak, dan tatapan kami bertemu. "Aku sangat mencintaimu Jungkook."

Aku tersenyum tipis. Dalam hati merutuki diriku yang sudah begitu bodoh menuduhnya yang tidak-tidak.

"Aku juga mencintaimu, Jimin. Sangat."

Dan kami kembali berpelukan. Tidak memperdulikan tatapan orang-orang yang lewat saat melihat kami yang bermesraan di depan rumah. Toh, kami menyukainya.

***



Aku terjaga akibat sinar matahari yang menusuk tepat kedua mataku. Membuat pipiku menghangat dan aku mendengus kesal karna tak bisa kembali tidur.

Kasur di samping ku sudah kosong saat aku menoleh.

Jam tujuh.

Aku menguap. Masih lemas untuk bangun. Lagi pula ini hari libur, jadi tidak perlu buru-buru mandi.

Sepuluh menit, aku masih di posisi yang sama. Jimin tidak kelihatan untuk membangunkanku. Padahal biasanya dia yang paling disiplin dan melarangku bangun siang.

Jadi setelah memakai kembali piayama yang semalam terlempar entah kemana, aku pun turun dari ranjang dan keluar kamar.

Langkah kakiku terdengar memenuhi ruangan yang senyap.

"Sayang.."

Sepi sekali.

"Jimin.."

Pernikahan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang