#12

5.9K 556 60
                                    





***

Aku masih di lingkupi kabut bahagia meski kabar menyenangkan—kehamilan Jimin—sudah sebulan berlalu. Sebenarnya tidak hanya aku, orang tua kami pun merasakan hal yang sama.

Ibu perpesan—saat berkunjung minggu lalu; permintaan ibu hamil adalah wajib.

Ayah pun tak kalah saing, katanya; bersiap-siaplah untuk perubahan yang akan terjadi di hidupmu nanti.

Memangnya apa?

Aku sempat khawatir, tapi tidak terlalu ambil pusing. Toh, yang akan merubahnya adalah calon anakku. Jadi tidak apa-apa.

Lagipula, aku tidak merasakan perubahan yang signifikan terjadi pada Jimin, selain ia yang akhir-akhir ini sering mengeluh cepat lelah dan masa ngidamnya yang mulai sedikit-sedikit.

Seperti saat ini,

Hh..

Aku menghela nafas lelah. Sedari tadi aku berkeliling mencari penjual rujak—makanan khas indonesia, berupa racikan buah dengan sambal pedas(biasanya). Hei, aku bahkan belum pernah melihat bentuknya langsung.

Dimana pula aku bisa menemukannya?

Memangnya disini ada yang jual?!

Hh.. Angkat tangan sajalah.

Setelah hampir dua jam berkeliling, aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Masa bodoh dengan Jimin yang akan mengamuk nanti. Tubuhku selalu siap jadi samsak tinjunya.

Terlalu cintah istri akutu:')

"Sayang.."

Aku membuka pintu kamar dan menemukan Jimin tengah bersandar di kepala ranjang dengan sebuah buku di tangan.

"Aku tidak menemukannya." kataku lemas.

Ku pikir aku akan mendengar ocehan, atau lemparan bantal, atau semacamnya. Tapi tidak, ia justru menatapku dengan senyum lembut. Tangannya meraih lenganku setelah meletakkan bukunya di atas nakas.

"Tidak apa-apa, aku mengerti. Lagipula aku sudah tidak ingin."

Mata kami bertaut. Aku mengecup bibirnya cepat.

"Kubelikan yang lain saja ya nanti."

Kepalanya memangguk-angguk lucu.

Sayang istriku:*

"Bersihkan dulu kaki dan wajahmu. Setelah itu kita istirahat."

"Hm, berbaringlah duluan." Ku kecup keningnya lamat-lamat sebelum berlalu ke kamar mandi.

Jimin sudah memejamkan mata ketika aku keluar. Senyumku mengembang sebelum kemudian mengatur posisi nyaman, menyusul Jimin ke dalam mimpi.

***

Aku bermalas-malas di sofa ketika pintu depan di ketuk brutal.

Berdecak. Aku memaksa kakiku beranjak, tidak lupa menyumpahi si pelaku yang entah siapa itu.

"Hai, Hai!"

Wajah menyebalkan Chanyeol hyung terpampang di depanku.

Inginnya ku tonjok sampai semua giginya rontok!

"Ku pikir ada rentenir yang mau nagih hutang." kataku menyindir sebelum mengajak mereka masuk.

Pernikahan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang