Dua

12.9K 1.2K 122
                                    

Wajah cantik Natasya terlihat masam, tertekuk kesal.

"Pagi, Mbak," Nizar tersenyum lebar menyapa Sang kakak yang memberengut.

"Pagi, Dek," balas Natasya cuek.

"Bundaaa-" teriakan Nizar terhenti karena tendangan dari Natasya.

"Apaan sih kamu," sumbur Natasya kesal.

"Habis, pagi-pagi udah cemberut aja Mbaknya."

Natasya memutar bola mata malas. "Cemberut juga pakai bibir Mbak, nggak pinjam bibir kamu."

Nizar mencebik, menggeser kursi makan kemudian duduk berhadapan dengan Natasya. Nizar adik pertama Natasya berusia 12 tahun, Nizar sedikit kalem daripada Natasya yang petakilan. Sedangakan adik bungsunya baru berusia 5 tahun, laki-laki juga. Abizar.

"Kenapa, Bang?" tanya ayahnya yang baru ikut bergabung.

Nizar mengedikkan dagunya ke arah Natasya. "Itu Mbak Tasya udah manyun aja, padahal masih pagi, Yah."

"Oh... Udah diemin aja."

"Kok gitu, Yah?"

Natasya melirik ayahnya kesal. "Oma mau datang ke rumah, mau nginap juga beberapa hari."

Nizar bersorak riang, membuat Natasya memutar bola mata malas. "Asik dong. Kalau ada Oma rumah tambah rame, Yah." Nizar melirik jahil pada Natasya. "Apalagi kalau Oma udah cekcok sama Mbak Tasya, udah ngakak pokoknya."

"Eehhh ni bocah," sela Natasya sembari hendak melempar tissue yang ada di atas meja makan. "Kelihatan banget julidnya kamu, Dek," ketus Natasya kemudian menghempaskan tissue sedikit kasar.

Bukan apa-apa, pasalnya kalau ada Omanya itu kebebasannya terbatas. Belum lagi pertanyaan tuntutan kapan nikah itu yang membuat kepalanya rasanya ingin pecah.

Rayhan yang diam-diam mengawasi ekspresi putrinya, mengulum senyum. "Loh? Mbak kok gitu sama Oma?"

Natasya menatap penuh nelangsa pada ayahnya. "Kalau ada Oma, boleh ya Tasya nginap di rumah teman, Yah?"

Mata Rayhan memicing. "Nginap di rumah teman ya?" gumam Rayhan yang segera diangguki oleh Natasya. "Boleh," jawabnya, "sekalian ambil baju Mbak semuanya pergi aja dari rumah."

Natasya memberengut mendengar jawaban sang ayah, memilih menghentikan pembicaraan kemudian menyuapkan nasi goreng yang sudah bundanya masakkan.

Tuhan... Tasya nggak sanggup menghadapi Oma... Bisa habis dirinya diulek sama ceramah Oma-nya. Batin Natasya merintih.

***

Zaqy berjalan cepat menyusuri koridor Perusahaan Aditama Grup, berkali-kali melirik jam tangannya berharap waktu berjalan lambat.
Hari ini rapat mengenai proyek yang diinginkan klien, bisa bahaya kalau pertemuan di hari pertama saja dirinya sudah terlambat.

"Saya Zaqy, memiliki jadwal temu dengan Pak Rayhan," ucap Zaqy pada wanita yang duduk di meja sekretaris.

Wanita itu bernama Dinda_ melirik malu-malu pada Zaqy, membuat Zaqy sedikit risi. "Maaf, Mas. Pak Rayhan sedang keluar dari 30 menit yang lalu," jawabnya dengan nada begitu manis.

Kening Zaqy mengerenyit heran. "Kamu sekretaris beliau, kan?"

"Oh bukan," sanggahnya cepat. "Saya numpang duduk di sini karena capek habis nganterin dokumen," lanjutnya menyengir malu.

Zaqy mendesah gusar, melirik jam di tangannya. "Kapan kira-kira Pak Rayhan kembali?"

"Saya kurang tahu, Mas."

Zaqy tersenyum tipis. "Baik, terimakasih, Mbak. Saya permisi."

Zaqy mengutuk alarm yang tidak berbunyi di waktu yang sudah ditentukan. Bisa jadi proyeknya dibatalkan gara-gara dirinya tidak disiplin waktu.

Ah sial!

Daripada menunggu yang tidak pasti, Zaqy memilih meninggalkan ruangan Direktur utama dan memilih kembali ke kantornya. Meski sedikit cemas, Zaqy berusaha menetralkan emosinya.

Zaqy menghela napas panjang saat melihat nama panggilan yang muncul di layar ponselnya. "Ya, Ma?"

"Kamu gimana sih, Qy? Mama udah siapain yang terbaik buat kamu, eh malah begitu. Aduh anak Mama yang paling tampan, nggak kasihan apa lihat Mamanya yang pengen cepet-cepet nimang cucu. Mika itu udah terbaik banget, Sayang. Percaya deh. Bibit, bebet, bobotnya itu menjanjikan banget."

Zaqy menjauhkan ponselnya, mengorek telinganya pelan lalu menempelkan ponselnya kembali pada telinganya. "Justru itu, Ma. Mika itu terlalu baik. Zaqy bisa kok cari yang sesuai keinginan Zaqy."

"Enggak, Sayang. Udah. Mika pokoknya yang paling terbaik. Awas kalau kamu bikin Mika nangis lagi."

"Ma-" Zaqy menatap layar ponselnya frutrasi. Mau dilempar sayang, nggak dilempar nggak ada pelampiasan. Dan keputusan terakhirnya adalah menyugar rambut hitamnya ke belakang.

Mata Zaqy memicing saat melihat wanita yang memakai kemeja polos dipadu padankan dengan celana bahan berwarna hitam. Rambutnya hitam legam dikepang satu di belakang. Dari gestur tubuhnya, Zaqy seperti pernah melihat. Ah iya! Dia wanita yang membanting tubuhnya waktu di mal tempo lalu.

"Mbak, tunggu!"

Wanita itu berhenti, berbalik menghadapnya. Benar! Itu dia wanita tangguh waktu lalu. Zaqy melangkah cepat saat wanita itu bersedekap menatapnya penuh tanya. "Kamu yang waktu itu banting saya, kan?"

Sebelah alis wanita itu naik menatapnya cuek. "Oh, Mas yang ngaku-ngaku saya sebagai pacar Mas itu ya?"

Zaqy tersenyum malu. "Saya beneran minta maaf, bukan maksud mau melecehkan. Memang situasinya waktu itu kepepet."

Wanita itu berdecih. "Kepepet dibilang, modusnya ala-ala cerita romansa novel. Pasaran banget," cibirnya.

"Em, gimana kalau saya traktir kamu sebagai permintaan maaf saya?"

Wanita itu tersenyum, tetapi senyumannya terlihat berbeda seperti penuh maksud. "Beneran nih?"

Zaqy tersenyum lega, tanpa berpikir panjang mengangguk.

"Restoran mahal, kan?" Zaqy mengangguk lagi, dipikirnya hanya berdua tidak akan terlalu mahal. "Oke. Setuju."

"Malam ini?"

Wanita itu terlihat tengah berpikir. "Jangan malam sekarang deh, Mas. Soalnya saya lagi urgent banget. Malam minggu depan deh, sekalian biar bisa nabung juga si Mas-nya."

Zaqy terpana melihat senyuman dari pemilik bibir tipis kecil itu, tanpa sadar dirinya ikut tersenyum. "Okay. Omong-omong, kamu bisa panggil saya Zaqy."

"Oh oke, Mas Zaqy."

Zaqy semakin terpesona mendengar namanya keluar dari bibir wanita itu. "Nama kamu?"

"Em.. Nama saya Markonah, Mas."

"Hah?" Zaqy sedikit linglung, mana ada wanita di-era modern dan secantik wanita di hadapannya ini bernama Markonah? Yang benar saja!
"Kamu lagi bercanda?"

Markonah menggeleng. "Saya serius, Mas. Kadang teman-teman panggil saya Minmin atau Onah, Mas bisa milih mau manggil saya apa."

Tunggu sebentar.

"Kamu kerja di sini?"

"Iya, Mas. Office girl."

Zaqy mengangguk paham, meski sebenarnya sedikit bingung dengan kenyataan sekarang.

"Kenapa, Mas? Tengsin ya kenalan sama OG kayak saya?"

Zaqy menggeleng cepat. "Ah bukan. Saya cuma sedikit kaget aja."

"Jangan sering-sering kaget, Mas. Nanti kena serangan jantung berabe," candanya, "ya udah, Mas. Saya permisi dulu ya."

Hening beberapa saat sebelum akhirnya Zaqy sadar ada yang kurang. "Eh, Onah! Saya minta nomber hape kamu."

Markonah menoleh, tersenyum tipis. "Saya nggak punya hape, Mas. Kalau mau mastiin datang lagi aja ke sini."

Zaqy terpaku, dirinya benar-benar seperti orang tolol saat bertemu wanita itu. Pesonanya sulit ditolak.

Crazy Love Story (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang