lima: penguasa pikiran

1.1K 35 2
                                    

Seharian ini aku hanya bengong.

Bengong mikirin Septian. Kiw

Lelaki itu mendominasi pikiranku sepanjang hari ini. Apa dia memakai pelet? Konyol sekali. Setiap pintu ruangan terbuka, aku selalu berharap Septian yang akan muncul dibalik pintu itu.

Tapi nyatanya tidak.

Dia memang jarang datang kedepartemen logistik.

Duh Femma. Kamu seharusnya fokus untuk magang bukan ke Septian mulu.

Aku melanjutkan tugasku. Menyusun arsip-arsip dan merapikannya. Aku melihat kearah luar ruangan setiap pintu terbuka.

Itu dia. Septian berdiri didepan meja resepsionis. Aku bisa melihatnya dengan jelas dari tempatku duduk. Aku menatap laki-laki itu sampai akhirnya ia menoleh kearah ku dan mendapati ku yang sedang menatapnya.

Aku memalingkan wajahku kearah komputer. Pipi ku pasti sudah memerah. Tertangkap basah tengah memperhatikannya sangat sangat memalukan bagiku.

Apa ya yang dipikirkan Septian saat dia melihatku tadi?

***

"Lea" bisik ku dari luar ruangannya. Ruang GS.

Ditempat Lea selalu ramai. Karyawan kantor rata-rata berkumpul disana untuk makan siang bersama.

"Mau makan ma?" aku menoleh kesumber suara. Pak Nick terlihat fokus mengambil beberapa kotak nasi disampingku.

"Iya, Pak. Ini lagi nunggu Lea" ia hanya menanggapiku dengan anggukan lalu pergi.

Pintu ruang disebelahku terbuka. Aku mendapati seorang laki-laki tengah berdiri dan melihat kearahku. Septian.

Demi apapun, dia terlihat tampan. Aku tidak pernah benar-benar bicara dengannya. Tapi aku sudah bisa tertarik akan lekatnya mata coklat yang ia miliki.

Tak lama Lea pun muncul dan mengajak ku makan siang diruang konstruksi.

***

"Cie yang tatap tatapan sama Septian" Lea langsung menyemburkan ejekan padaku begitu kami memasuki ruang itu.

"Tatap tatapan pala kau" jawabku geram akan sikapnya ini.

"Ada cerita baru gak soal Septian?" tanya Lea penasaran.

"Tadi pas sebelum istirahat, Septian berdiri didekat meja reseptionis. Aku ngeliatin dia"

"Terussss" Lea terlihat sangat antusias setiap aku bercerita tentang Septian.

"Dia nangkap basah aku lagi perhatiin dia gitu" ucapku nyaris tak terdengar.

"HAHHHHHH TERUS TERUS FEM" Lea berteriak. Suaranya memenuhi ruangan ini.

Sialan.

"Ya gitu deh. Aku buang muka. Sumpah malu banget"

Lea tertawa dan terlihat gemas dengan ceritaku barusan. Kenapa sih manusia satu ini sangat antusias tentang Septian.

Apa jangan-jangan....

"Kamu suka Septian ya Le?" aku menatapnya penuh selidik.

"Engga lah. Mending sama Bintang hehe"

Bintang itu gebetan Lea. Tapi mereka tidak pernah lebih dari sekedar teman.

Lea yang malang.

"Tapi aku gak mau terlalu berlebihan sama Septian deh le" ucapku seraya memasukan sesendok nasi kedalam mulutku.

"Kenapa?"

"Gak mau aja. Aku yakin banget kalo aku cuma sekedar suka sama Septian. Gak lebih" jelasku pada Lea.

"Cuma sekedar suka tapi sampai bisa mimpiin Septian gitu ya" Lea tersenyum jahil.

"Itu kan kebetulan doang. Mimpi itu cuma bunga tidur tau" aku mencoba realistis.

"Siapa tau Septian juga mikirin kamu fem" aku menaikan salah satu alisku mendengar penuturan Lea barusan.

"Dari cara dia liatin kamu tadi tuh kayak ada something" sambungnya.

"Oh hahahaha" aku tertawa renyah. "Palingan gara-gara tadi dia mergokin aku natapin dia kan" Lanjutku.

Semoga saja iya.

Lagipula untuk apa juga Septian menyimpan rasa lebih. Aku sangat tidak mau berandai-andai tentang Septian.

Tidak mau.

"Gak tau deh" Lea terlihat pasrah dengan sikapku yang acuh terhadap keantusiasan nya terhadap Septian.

"Udah deh. Gak usah bahas Septian-Septian mulu"

"Kan enak bahas orang seganteng Septian" Lea terlihat nyengir seolah mengejek ku seperti ini sangat menyenangkan.

"Bicara noh sama tembok"

***

Sehabis makan siang tadi aku kembali kedepartemen tempat ku bekerja dan berpisah dengan Lea. Aku hendak melanjutkan pekerjaanku yang tadi tertunda tapi aku merasa sedikit kurang segar. Aku pun memutuskan ke toilet untuk membasuh wajahku.

Aku berdiri didekat toilet karena harus mengantri. Aku masih memikirkan tentang Septian sejujurnya. Dia benar-benar penguasa pikiran ku hari ini.

Selamat Septian.

"Liat mba Iin gak?" suara seorang laki-laki itu menyadarkan ku dari lamunan tentang Septian barusan. Aku menoleh kearah sumber suara. Terlihat seorang laki-laki berdiri tegap didepanku. Septian.

"Em, mba Iin yang mana ya?" aku balik bertanya.

"Oh gak tau mba Iin ya? Ya udah deh" Septian berlalu pergi.

Sial.

Pintu toilet terbuka.

"Mba Iin, tadi dicariin sama mas-mas yang satu departemen sama mba" ujarku.

"Siapa ma?"

"Gak kenal" ucapku berbohong.

***

Makin absurd sial.

Sabar ya.

Hehe.

Hehe.

Update satu abad lagi ya. Dadah.

SeptianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang