"Fan, dateng juga lo pagi-pagi." Ucap Haura saat melihat teman sebangkunya memasuki kelas.
"Emang gue harus telat mulu?" Tanya Fana dengan nada sensi.
"Fan, lo sama Artha ada hubungan apa?" Tanya Haura ingin tau.
"Ga ada apa-apa tuh." Jawab Fana.
"Cih bohong, Artha terkenal jarang sedeket itu sama cewe. Walau ramah gitu juga jarang dia bisa kaya gitu ke cewe tau Fan." Jelas Haura.
"Masa sih? Kalau misalnya kaya dianter pulang gitu?" Tanya Fana memastikan.
"LO DIANTER BALIK ARTH-?" Ucap Haura dengan sedikit berteriak dan dengan cepat dihentikan oleh Fana.
"Diem Ra lo berisik banget sih." Ucap Fana sembari menutupi mulut Haura. Memastikan Haura tidak akan berteriak lagi.
"Lo serius dianter Artha balik." Tanya Haura dengan sedikit berbisik.
"Ngga ko ngga aduhh." Jawab Fana dengan cepat.
"Temenku yang ini kan emang gabisa bohong, gausah senyam-senyum gitu dong ululu." Goda Haura.
***
"Nih Fan bakso lo semangkok." Ucap Haura sembari menyodorkan satu mangkuk bakso.
"Hehe mucha tengkyu." Jawab Fana.
"Permisi gue boleh gabung ga?" Tanya suara berat milik Artha.
"Oh boleh banget nih sok aja gue mau pergi ko." Jawab Haura lalu berdiri bersiap untuk pergi.
"Ra ih Ra buset dah mau kemana si." Ucap Fana berbisik sembari menepuk tangan Haura.
"Udah Fan, gue doain lancar." Bisik Haura dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Fana." Panggil Artha.
"Kenapa?" Jawab Fana.
"Lo suka banget ya sama bakso?" Tanya Artha.
"Iya hehe keliatan ya." Jawab Fana.
"Keliatan kaya lahap gitu makannya gue suka liatnya." Jawab Artha dan membuat Fana sedikit tersedak.
"Maksud gue suka liat lo makan, kaya orang lagi mukbang." Lanjut Artha sembari tertawa.
"Iya iya emang siapa yang geer." Jawab Fana dengan nada kesal.
"Elu geer ga?" Tanya Artha.
"Engga tuh ngapain." Jawab Fana dengan sinis.
"Pulang sekolah temenin gue yuk." Kata Artha.
"Hah? Kemana?" Tanya Fana heran.
"Ke tempat yang lo suka aja." Jawab Artha.
"Ngapain?" Tanya Fana.
Tak lama bel pertanda masuk berbunyi, menandakan waktu istirahat sudah berakhir.
"Ck." Decak sebal yang keluar dari mulut Artha.
"Loh ko marah Ar?" Tanya Fana.
"Aduh gue pelajaran Pak Firdaus lagi. Pokoknya Fan nanti pulang sekolah ya, gue tunggu di parkiran. Byee." Jelas Artha sembari berlari pergi meninggalkan Fana.
Fana hanya bisa tersenyum gemas melihat kelakuan Artha yang terburu-buru pergi untuk memasuki kelas. Seperti dikejar oleh makhluk tak kasat mata, Artha dengan cepat berlari ke kelasnya agar tidak telat menghadiri pelajaran Pak Firdaus (guru yang terkenal karena sikap tegas dan termasuk salah satu guru killer).
***
"Fana gue disini." Panggil Artha yang sudah bertengger nyaman di motor hitam kesayangannya.
Fana pun menghampiri Artha dan menjelaskan dimana tempat favoritnya. Fana menaiki jok belakang motor Artha dan mulai mengarahkan menuju tempat favorit Fana.
Saat sampai ditempat tujuan, hanya ada hamparan rumput hijau dengan suara burung berkicau dan danau di ujung hamparan rumput hijau. Ada berbagai macam bunga di kanan dan kiri, serta disandingi pemandangan langit yang begitu indah. Artha takjub, pertama kali melihat tempat seperti ini.
"Ini tempat favorit gue, gue suka disini karena langitnya selalu bagus. Kapanpun gue kesini, langit seakan ngerti gue butuh mereka. Entah terkadang awan yang mempercantiknya atau sang rembulan yang tersenyum dan terkadang juga hanya hamparan warna, biru, jingga atau ungu." Jelas Fana dengan senyuman tipisnya.
"Dan gue disini sama lo, makin indah aja pemandangannya haha." Celetuk Artha.
"Eh gimana?" Tanya Fana kebingungan.
"Ngga ngga." Jawab Artha.
Tak lama, turun rintik-rintik air dari hamparan langit jingga. Artha dengan cepat menarik tangan Fana untuk berteduh.
"Mau kemana?" Tanya Fana.
"Cari tempat neduh mau hujan." Jawab Artha, tetapi Fana menahan tangan Artha agar tetap diam disini.
"Gausah, diem aja disini." Ucap Fana.
Ditengah rumput hijau yang luas, dengan ditemani suara hujan rintik yang jatuh ke danau. Hamparan jingga yang tak lelah walau sudah menangis lama. Artha dan Fana, berbagi tawa satu sama lain.
![](https://img.wattpad.com/cover/134659690-288-k563933.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fananya Artha
Ficção AdolescenteSatu insan bagai matahari Satu insan bagai badai petir Sang matahari dengan cahayanya Sang badai dengan awan gelapnya Saat matahari mulai naik Badai diam, melihat keindahan matahari Badai perlahan berubah menjadi rintik-rintik air Awan kembali menja...