Bab 4

85.7K 5.1K 57
                                    

Morningggg, duh moon lagi semangatttt nih bwt ngasih asupan kehaluan ke kalian 😌

Moon update lagi nihhhh!!!😆

Jangan lupa vomennya ya kawannnn!!!😢

HAPPY READING!!!

"Ini nggak bisa dibiarin!" Rania bangkit dari duduknya setelah tercenung beberapa saat sehabis membaca kolom komentar Instagram.

Zefanya yang dari tadi memperhatikan, dibuat bingung dengan tingkah Rania begitu dia melihat Rania tahu-tahu langsung berdiri. "Eh eh, lo mau ke mana deh, Ran? Kelas bentar lagi mau mulai nih."

"Zef, aku titip absen dulu ya. Aku ada perlu sebentar."

Tidak mengindahkan teriakan Zefa padanya, Rania berlari menuju atap gedung fakultas teknik, ke tempat Braga membawanya ke sana tadi. Napas Rania terengah-engah ketika tiba di depan pintu ruangan yang paling enggan dia datangi. Mengangkat tangan kanannya, Rania mengetuk sebelum memutuskan mendorong papan persegi di hadapannya.

"Kak Braga!"

"WOW...." Yang menyambutnya adalah suara riuh teman-teman Braga yang seluruhnya adalah cowok.

Dari yang tadinya mendorong pintu sambil teriak, Rania tiba-tiba berubah jadi patung di depan pintu.

Hah? Kok rame banget? Pada ngapain mereka di sini?

Bukannya Kak Braga bilang aku orang pertama yang dia bawa ke sini, terus mereka apa?

Pertanyaan dalam batin Rania terjawab oleh celetukan Ken yang menatapnya dari atas ke bawah. "Ga, lo nyuruh dia ke sini? Bukannya lo yang bikin rules nggak boleh ada yang bawa cewek ke sini? Dia kok bisa asal nyelonong aja sih ke sini?"

Baru pada saat itulah Rania mengerti.

Oh, jadi maksudnya aku cewek pertama yang datang ke sini

"Nyantai, Ken, nggak usah ngegas dulu. Maksud Braga yang nggak boleh tuh kalau ceweknya burik, tapi kalau secantik ini sih ... silakan masuk Neng," sahut Ivan sambil mengedipkan satu matanya ke Rania. Ivan berjalan mendekati gadis itu, tapi langkahnya keburu dihadang oleh Braga.

"Siapa yang bilang lo boleh deketin dia?"

Hanya melihat tatapan tajam Braga ke Ivan, dan pertanyaan yang keluar dari mulut Braga yang ucapkan dengan tanpa suhu, semua langsung tahu harus bagaimana bersikap kepada gadis yang baru datang itu. Sebelum situasi semakin panas, Zavi mengangkat pantatnya sedikit, menarik pergelangan tangan Ivan menyuruhnya duduk dengan yang lain pakai gerakan kepala.

Mengabaikan tatapan teman-temannya, Braga menghampiri Rania, yang sudah mau putar badan dan pergi. Dengan cepat Braga menahan lengan Rania. "Mau ke mana? Bukannya lo ke sini karena nyariin gue?"

"Na-nanti aja, Kak."

"Sekarang!" Perintah Braga mengeratkan cengkramannya di lengan Rania. "Gue benci nunggu, dan gue nggak suka dibikin penasaran."

Kedua kelopak mata Rania memejam untuk sesaat, menghela napas dalam. "Ya udah, tapi bisa kita bicara di tempat lain?" Melirik Ken, Zavi, Ivan, dan Rafa yang mengamatinya dengan penasaran, Rania jadi risih. Kegugupan Rania meningkat berkali lipat. "Nggak enak kalau ngomong di sini."

Braga bisa melihat itu dan entah kenapa dia senang mengetahui Rania sedikit tertekan. Mungkin karena wajah Rania mirip dengan wajah wanita dari masa lalunya yang sangat ia benci.

Katakanlah Braga jahat, tapi siapa suruh Rania punya wajah yang sangat mirip dengan wanita ya dia benci. Atau jangan-jangan sebenarnya mereka satu orang yang sama, tapi mengalami amnesia sampai tidak tahu masa lalunya? Atau kembar barang kali?

Segala macam skenario tentang kemiripan Rania dengan gadis dari masa lalunya melintas dalam pikiran Braga, tapi dia menyingkirkan skenario tadi saat melihat ekspresi gugup di wajah Rania.

"Kenapa harus di tempat lain? Temen-temen gue pasti maklum kok kalau lo menyatakan cinta ke gue di depan mereka."

Rania melongo mendengar kata-kata Braga yang pedenya sampai sundul langit.

Menyatakan cinta kepalamu!

"Maaf, tapi kayaknya Kak Braga salah paham deh."

Ken yang dari tadi asyik nonton kini gatal pengen ikut memanaskan suasana. "Coba lo kasih paham ke dia, deh, biar nggak salah paham."

Mengulurkan tangan, Braga dengan santai membenarkan poni Rania yang sedikit berantakan, dan itu mengundang sorak sorai dari teman-temannya. "Barang lo ada yang ke tinggalan di sini emang, Ran?"

Masih dengan tampang bingung, Rania menggelengkan kepalanya. "Nggak ada."

"Terus ngapain lo nyariin gue kalau bukan buat nyatain cinta lo ke gue?"

Ivan yang otaknya agak-agak mesum langsung melontarkan cibiran nakal. "Ciyeeee, tadi udah diajak indehoy di sini. Ah kita kenapa datengnya telat banget, Genks, jadi nggak bisa lihat yang panas-panas deh."

"Panas pala lo. Kalau mau panas bikin api unggun aja noh di lapangan," protes Zavi yang tak suka Ivan menggoda di tengah ketegangan antara Braga dan Rania.

Kepalang malu bikin otak Rania mendadak kosong. Dia menyingkirkan tangan Braga dan pergi begitu saja. "Kita bicara lain kali aja, Kak. Maaf udah ganggu."

Braga ingin mengejar Rania, tapi ditahan sama Rafa yang paling waras di antara lingkaran titisan dakjal-dakjal itu. "Ga, udah, biarin aja. Dia malu, jangan dipaksa. Lo berdua bisa ketemu lagi aja nanti. Mending kita lanjut bahas rencana buat festival AI, deh."

Dengan berat hati Braga mengurungkan niat untuk menyusul Rania, dia duduk dan bergabung sambal diskusi dengan teman-temannya. Sementara itu saat kaki Rania menuruni satu persatu anak tangga, dia mengelus dada dan menyesali kebodohannya.

Ya Tuhan, ngapain juga sih tadi aku pakai ngide nemuin Kak Braga ke atas? Mana banyak teman-temannya lagi, kalau gosipnya malah makin melebar gimana?

Duhhh...

Eh, tapi cowok kan nggak pernah gibah.

Berpikir begitu hati Rania agak sedikit tenang. Hanya saja ketenangannya segera melayang saat dia berkumpul dengan teman-temannya pada saat menunggu kelas selanjutnya.

"Kata siapa cowok nggak suka gibah? Mitos tuh!" Setelah bilang begitu, Zefanya menenggak habis teh Puncak Harum di tangannya. "Mereka tuh juga suka ngomongin ceweknya ke temen-temen se-genk-nya. Apalagi kalau misalkan nih cewek udah berhasil mereka tidurin, beuhhh, segala selangkangan item juga kesebar."

"Ya kali segala selangkangan diomongin, kayak nggak bahan gibahan lain aja."

Zefanya memandang Prita yang barusan meragukan kebenaran omongannya. "Sekarang gue tanya, dari mana coba si Aldi sama yang lainnya tahu kalau sedotannya Ririn kayak pompa air Shimizu pas lagi nyepong kalau bukan dari mantanya Ririn yang dulu? Emangnya Ririn pernah nyepongin mereka satu persatu, nggak 'kan?"

Rania mendengarkan semua ocehan teman-temannya sambil termenung. Obrolan ini terjadi bukan karena dia curhat tentang kejadian tadi ke yang lainnya, bukan. Topik cowok yang suka gibah ini terjadi karena Zefanya dan Prita tahu-tahu bahas 'Do dan Don't' waktu pacaran sama cowok sekampus, dan akhirnya merembet sampai ke masalah bahwa cowok juga suka gibah. Ucapan demi ucapan Zefa membuat Rania terpikirkan kembali tentang kejadian di atap tadi.

Ya Tuhan, harus gimana supaya aku bisa terbebas dari Kak Braga dan teman-temannya, serta fans-fansnya yang bar-bar itu?

***

Tapi bener ga siy cowok ga suka gibah?? 🤔

Bantuin Rania bwt bebas dari Aa Braga sama dayang pengikutnya yukkkkk!!😆

Plisss jangan siders ya kawannnn!!!😭

Jangan lupa tinggalkan jejak vomen mu yaaaaa!!!😢😭

BragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang