Bab 9

74.3K 3.7K 20
                                    

Holaaaa, morninggg epribadi, moon is back

Maaf yaaaaa, moon ga update lagi semalem karena moon bilang kalau rame pasti moon langsung update ternyata masih sepiiii 😭😭😭

Jangan lupa banyak banyak vote+comment-nya yaaaaa!!!

Beware di akhir bab ini ada aktivitas yang bakal bikin kamu baperrrrr sambil gigit jari pas bacanya (hiperbole banget deh moon) 🤣🤣🤣

Anyway, HAPPY READINGS!!!

"Lo lagi cari wangsit? Atau jangan-jangan ... lo ini indihome yang lagi menerawang dedemit di pekarangan Fakultas Pertanian?!" Braga tidak menjawab pertanyaan Rania sebelumnya dan justru melempar pertanyaan lain.

Kening Rania berkerut mendengar ucapan Braga. "Indigo kali, apa urusannya sama Kakak? Emang aku harus banget gitu jawab pertanyaan Kak Braga?"

"Hem, nggak juga. Tanpa lo kasih tahu juga, gue udah tahu ngapain lo di sini."

"Ini semua gara-gara Kakak! Semua orang jadi sinis sama aku. Sebenarnya, apa salah aku ke Kak Braga? Kenal aja baru beberapa minggu, udah dikasih masalah yang bertubi-tubi. Berasa jadi samsak," gerutu Rania yang masih dengan santai memasukkan cilok ke mulutnya.

Sementara itu, Braga tidak menjawab dan memilih duduk di samping Rania. Tetapi, dengan cepat Rania menggeser tubuhnya untuk menjaga jarak.

"Hangan hekat-hekat ahu!" Ucapan Rania terdengar aneh karena berbicara dengan mulut penuh makanan.

"Belum tahu rasanya keselek cilok lo? Terusin aja ngomong sambil ngunyah itu cilok."

"Apaan sih! Kenapa jadi doain aku keselek cilok?! Harusnya yang kena karma itu tuh kamu Kak. Karena Kakak udah bikin hidup aku sengsara kayak gini."

"Eh? Kapan gue bikin hidup lo sengsara?"

Belaga bego lagi nih cowok. Untung ganteng, jadi begonya enggak kelihatan. Tapi doi emang ganteng eh bukan guantenggggg, tajir melintir plus pinter gak ketulungan (suara hati Author yaaa, buka Rania, xixixixi)

Rania menghela napas, tidak ingin berdebat dan menimbulkan suara yang bisa memancing kedatangan seseorang. Dia pun kembali berbicara dengan nada rendah.

"Salah aku apa sih, Kak? Sejak ketemu Kakak di perpus, hidup aku tuh jadi pusat perhatian. Aku risih, tatapan mata semua orang kayak mau nerkam sama bunuh aku."

"Yang ada mereka bakal dipenjara kalau bunuh lo. Jangan bego-bego deh jadi cewek."

Ya ampuunnnn, kenapa malah aku yang dibilang bodoh?

"Enak aja ngatain aku bego. Kakak tuh nyebelin, bikin kesel aja. Aku jadi harus ke sini setiap hari biar—" Rania menghentikan ucapannya, kenapa dia bisa-bisanya memberitahukan alasan untuk berada di sana?

"Kenapa lo diem? Lanjutin!"

"Intinya, ini semua salah Kak Braga!"

"Hah?! Salah gue? Nggak salah lo bilang gitu?"

"Tau, ah! Males banget di sini, kenapa juga Kakak muncul? Tahu gini, aku ogah terima bantuan Kakak waktu di perpus dulu."

Braga tersenyum mendengar penyesalan Rania, "Yakin nyesel udah kenal sama gue?"

Pakek nanya lagi, apa dia nggak punya telinga buat denger kalau aku nyesel?

Rania terdiam lelah berdebat dengan Braga, pikirannya sedang mengolah apa yang bisa dikatakan lagi untuk mendapat jawaban dari makhluk berjakun itu.

BragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang