Jaga ucapan

32 5 2
                                    

"Luna! Astagfirullah.. bangun nak, nanti terlambat sekolah. Ibu gak mau ya harus anterin kamu kalau matahari sudah naik." Seperti biasa, Linda membangunkan anak keduanya dengan berdiri dibibir pintu setelah melihat anaknya tak kunjung merespon.

"Luna, lo tuh udah gede! Kapan ngertiin ibu? Gak guna lo disini." Katya memberikan petuah kembali saat melewati kamar adiknya yang selalu saja membuat ibu mereka sakit kepala.

"Berisik lo anjing." Sahutan kasar yang Deluna beri membuat Katya naik pitam.

Pada akhirnya setiap hari selalu bertengkar dan membuat Linda sang ibu menjadi penat.

Dasar anak gak tau di didik.

Sikap Deluna tak berubah dari usianya dua tahun. Ia kehilangan sosok penyemangatnya.

Erlangga meninggalkan keluarganya karena lebih memilih hidup dengan wanita muda dari pada dengan Linda yang memang tidak langsing dan tinggi bak model. Namun hati Linda lebih besar dari pada seorang pelakor yang hanya memanfaatkan kecantikan tubuh.

Kalaupun ingin kembali dengan Erlangga, maka Linda harus malu karena derajatnya yang akan jatuh sejatuhnya. Linda memiliki kekayaan dari keluarganya yang merupakan juragan tanah, sedangkan Erlangga hanya merintis dari nol supaya bisa menikahkan Linda kala itu.

Linda tidak ingin berbohong soal perasaannya kepada Erlangga, ia masih mencintai suami yang terhasut makan oleh wanita diluar sana. Bagaimana pun kadang Linda diam-diam mengirim uang kepada Erlangga. Melihat hidupnya yang tidak lagi sempurna membuat ia sedih.

Usia pernikahan mereka hanya bertahan sampai sepuluh tahun. Saat itu usia Katya lima tahun dan Deluna dua tahun. Dengan baik-baik Erlangga meminta cerai karena alasan ia mencintai wanita lain. Sungguh teriris hati seorang ibu dua orang anak itu.

Sifat sabar, pengertian, rendah hati dan penyayang dari Linda turun kepada Katya. Sedangkan keras kepala, dan pemarah Erlangga turun kepada Deluna. Dan seiring berjalan waktu sikap itu semakin menjadi jadi.

Deluna berperang batin saat tahu ia tidak bisa bebas dengan sang Ayah. Bertemu pun tidak di rumah, jika harus bermain pasti selalu ada perempuan muda sekali yang akan ikut bersamanya. Ia selalu bertanya kepada sang Ayah.

"Ayah, tante cantik ini siapa?" Deluna kecil duduk diam dalam pangkuan Rosa yang duduk disamping kemudi, istri baru dari Erlangga setelah satu tahun cerai dari Linda.

"Ini Mama baru kamu, panggilnya harus Mama ya. Jangan Ibu." Bukan Erlangga yang menjawab, melainkan Rosa.

"Kenapa tante? Aku kan punya Ibu, kenapa harus punya Mama?"

"Ibu kamu kan udah gak cantik lagi, jadi Mama yang cantik ini gantiin Ibu kamu ya."

"Gak mau, Ibu aku cantik tante. Ibu ajarin aku banyak huruf dan angka. Ibu pintar masak.." banyak sekali jabaran Deluna mengenai ibunya. Rosa tidak menanggapi dan hanya sibuk bermain ponsel canggihnya.

Mungkin bagi Deluna saat-saat terakhir bersama Ayahnya sebelum ia benci adalah menendang dan menjambak wanita ular itu. Sayangnya kesan yang diberikan Deluna hanya berpelukan kepada sang Ayah dan mencium pnggung tangan Rosa.

Sangat disayangkan.

"Lama lo mandi doang, keburu masuk kelas aja." Katya menoyor kepala Deluna ketika baru saja keluar kamar mandi.

"Anjing."

"Language Luna! Emang ibu pernah ajarin bahasa itu ke kamu?"

Deluna berdecak, selalu saja seperti ini. Yang salah siapa yang disalahkan siapa. Menyakitkan berada dipihaknya.

Katya diam saja, tidak membela atau mengoreksi hal yang seharusnya. Ia seolah tidak tahu apa-apa. Pergi begitu saja saat ibu menyurunya sarapan terlebuh dahulu sebelum berangkat kerja. Sangat lembut sekali nada bicaranya, berbeda jika bicara dengannya.

Bangsat. Batin Deluna dengki.

"Bu, aku pamit. Nanti jangan lupa minum obat ya." Katya pergi setelah memberi salam. Ibu membereskan peralatan makan dan melenggang menuju dapur tanpa memperhatikan adanya Deluna masih diam hanya duduk melihat sarapannya di meja.

"Kalau gak mau sarapan berangkat sana, udah siang. Ibu capek anterin kamu." Begitu sakit tidak diperhatikan, kini ibu malah masuk kamar tanpa tahu jerit tangis dalam hati Deluna.

Ia pergi begitu saja tanpa pamit, dan menyisakan roti panggang rasa blueberry kesukannya dimeja makan.

"Kemana tuh anak? Belum dikasih uang jajan udah pergi aja."

Siang ini kegiatan Deluna olahraga, ia lupa membawa bajunya. Alhasil ia memakai kaos putih bercorak Fuck you di bagian dada.

"Buset, gede banget gila. Abis di pegang Pak Burhan ya?" Celetuk siswi kelasnya yang bernama Chintya menjadi sorot utama memandang Deluna. Memperhatikan buah dadanya dan mulai mengundang bisik-bisik tetangga.

Deluna tidak ingin menjawab atau membalas perbuatannya, ia sudah terbiasa dengan ini. Di rumah saja tahan, apalagi di sekolah.

Kenyataannya kalau Deluna pernah dibuat tidak suci pada buah dadanya kenapa? Toh yang dialami Deluna bukan mereka. Apa susahnya diam dan tutup mulut. Tapi yang namanya bibir mercon gak ada habisnya menyinyir pedas.

Sudah biasa.

"Luna, kemana baju olahraga kamu?"

"Lupa di bawa Pak."

"Ya sudah, yang penting kamu ikut olahraga. Jangan umbar dada kamu, buat saya aja."

Sorakan memekakkan telinga karena dibuat jijik oleh sang guru, Pak Burhan. Pasalnya beliau memang masih lajang dan sudah menyebar gosip bahwa dirinya menaksir Deluna sejak kelas satu SMA.

Kalau saja derajat guru dihadapannya bukan seorang yayasan sekolah, ia akan menuntut lebih karena punya keluarga polisi dari ibunya. Ia akan memenjarakan guru laknat yang sudah seenaknya memegang buah dadanya saat kelas dua di perpustakaan. Sialnya itu nikmat dibuat merem melek.

Sial keinget jadi kepengen. Teriak batinnya menggelora.

.
.
.


Tbc. Jangan lupa vote, comment and share.

What Is Wrong With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang