6 - Temen kok gitu

1.5K 239 8
                                    

Aku menaruh ponselku setelah membalas chat dari Iqbaal. Iqbaal sampai sore ini tidak menuntut jawaban atas pertanyaannya semalam.

Aku memperhatikan Salsha yang berkutat dengan bedaknya, "Iqbaal nembak gue."

Sedetik Salsha langsung mengentikan pergerakan beauty blender di atas permukaan wajahnya, aku masih menunggu responnya. "Terus lo jawab apa?" Tanyanya lalu kembali memoles bedak.

"Belum gue jawab, gue harus apa ya?" Tanyaku.

"Tergantung hati lo, ngapain nanya gue."

Iya juga sih. Yang ditembak kan aku, dan aku juga harus memberikan jawaban yang sesuai dengan isi hatiku.

"Gue mau berangkat," ucap Salsha setelah menyesuaikan riasannya.

Aku bangkit untuk menuju kamar kosku sendiri, "Lo mau kemana emang?"

Salsha menaikkan bahunya, "Entahlah, paling juga ke mall," ucapnya, gebetannya mengajak Salsha jalan-jalan sore ini.

"Ya udah hati-hati ya," ucapku, sebelum masuk kedalam kamarku.

Setelah di kamar, aku berencana mandi, namun aku ingat kalau aku kehabisan sabun. Meraih dompet, aku segera keluar menuju supermarket dekat kos.

Kosku tidak terletak di jalan utama, sementara supermarket ada di jalan raya utama itu. Tapi jalan kosku juga terhubung dengan jalan utama, hanya beberapa meter, kalau jalan kaki mungkin hanya beberapa menit.

Aku sudah diujung jalan, 5 meter lagi mungkin sudah jalan raya, tapi aku berhenti melangkah saat menangkap sosok Salsha berdiri diujung jalan sambil tolah-toleh ke jalan raya. Dari tadi dia tidak berangkat?

Aku hampir saja berteriak memanggil namanya jika saja sebuah mobil tidak berhenti didepan Salsha. Aku menutup mulutku, itu pasti gebetan Salsha. Sebenarnya Salsha itu kurang terbuka tentang masalah percintaannya padaku. Aku diam-diam mendekat, ingin melihat seperti apa wajah gebetan Salsha. Kukira Salsha akan langsung naik ke mobilnya setelah si cowok membuka kaca mobil. Tapi tidak, aku masih memperhatikan.

Apa itu bukan gebetan Salsha ya? Mungkin orang tanya alamat. Ah iya kayaknya. Aku kembali melangkah untuk mendekat dengan Salsha. Tak sampai tiga langkah, aku mematung ditempat. Ketika cowok itu keluar dari dalam mobil lalu membukakan pintu untuk Salsha.

Aku memincingkan mata untuk memperjelas penglihatan ku. Tapi makin dilihat aku makin yakin itu dia. Dia Iqbaal! Kenapa dia menjemput Salsha? Salsha bilang dia akan jalan dengan gebetannya. Jadi maksudnya Iqbaal adalah gebetannya?

Aku berdecih. Berani-beraninya mereka berdua main-main denganku. Iqbaal memintaku jadi pacarnya dia masih kencan  dengan cewek lain. Salsha berpura-pura tidak mengenal Iqbaal ketika Salsha melihat profil WhatsApp Iqbaal.

Ah! Sialan! Aku meremas rokku kesal, kulihat mobil hitam itu sampai hilang dari pandanganku.

Aku menghentakkan kaki, "Dasar brengsek!" umpatku. Selain kesal, hatiku juga sakit. Aku sudah berusaha move-on tapi malah dipermainkan seperti ni. Kurang ajar!

Aku nggak tahu sejak kapan air mata menetes di pipiku, aku hanya menutup wajahku dengan tangan dan berusaha tak menangis tak bersuara. Berharap tak ada yang melihatku.

"(Namakamu)?"

Aku sial lagi! Kenapa sih harapanku gak pernah terwujud. Katanya doa orang teraniaya itu dikabulkan. Aku hanya minta tak ada orang yang melihatku menangis saja tidak dikabulkan. Lebih lagi orang ini mengenalku. Ya Rabb.

Aku tak menurunkan tanganku. Aku hanya siapa orang itu melihat dibalik sela jari-jari ku. Tapi gak kelihatan. Mungkin karena air mataku.

"(Namakamu)?"

Aku mendelik! Sensor telingaku yang sensitif mendengar suara pujaan hati kembali aktif. Eh ralat, maksudnya mantan pujaan hati. Bodohlah. Pokoknya didepanku ini Aldi. Aku yakin itu. Beritahu aku, aku harus bagaimana!

"(Nam.. ) ini Aldi."

Aku mengintip disela-sela jemariku, perlahan wajahnya terlihat sedikit lebih  jelas dari tadi, aku tak punya pilihan lain kecuali menurunkan tanganku yang menutupi wajah.

Akhirnya aku menurunkan tanganku, masih dengan mata dan pipi basah aku menatapnya.

"Kamu kenapa?"

Dia bertanya dengan lembut. Wajah teduhnya  yang terlihat khawatir padaku membuatku kalah dengan pertahanan ku, bodohnya aku. Aku malah melanjutkan tangis ku. Malah tanpa menutup wajahku. Aku menangis didepannya.

***
Aku menutup pintu kosku. Tadi, Aldi membawaku pergi. Kami pergi ke sebuah kafe. Bukannya bertanya aku kenapa, Aldi malah memesankan makanan dan minuman di sana. Sampai aku menghabiskan makananku, Aldi tidak kunjung bertanya alasan aku menangis. Jangan tanyakan keadaannya, kami masih benar-benar canggung.

Dia hanya bilang, "Gak usah cengeng."

Aku menatap tembok samping ku, tembok yang terhubung dengan kamar si teman sialan. Aku menggeleng, aku tidak boleh berpikir negatif dulu. Bisa jadi Salsha tak mengenali wajah Iqbaal di foto.

Aku menggeleng lagi, tetap saja artinya Salsha adalah gebetan Iqbaal.

Aku menggeleng lagi, tapi kan—

"(Nam...) Lo mau martabak gak?"

Aku menoleh, itu suara Salsha. Aku segera keluar, berusaha memasang wajah senetral mungkin.

"Tuh ambil sendiri ya, gue kebelet."

Aku mengangguk, lalu menatap sekerdus martabak diatas meja. kemudian Salsha masuk kedalam kamar mandi. Haruskah aku makan martabak dari dia? Kalau gitu aku naif dong?

Drt

Aku menoleh, kulihat ponsel Salsha diatas ranjang menyala layarnya. Aku menoleh pada pintu toilet yang tertutup.

Haruskah aku periksa? Aku tak mau pikir panjang. Aku harus segera meluruskan ini. Aku harus segera menemukan faktanya seperti apa. Karena aku tak mau buruk sangka pada teman sendiri. Jadi aku raih ponsel itu.

Setelah menggambar pola, aku langsung membuka aplikasi WhatsApp. Untungnya aku tahu pola ponsel Salsha.

Mataku berhenti pada satu objek didalam layar itu. Sebuah pesan dari seseorang. Benar, itu memang Iqbaal. Bahkan foto profilnya pun sama seperti yang Salsha liat waktu itu di ponselku.

Aku membuka pesannya, kemudian kudapati diriku mentertawakan diri sendiri. Bodohnya aku, bahkan mereka saja sudah saling memanggil sayang. Seperti mereka sudah jadian.

Lalu aku ini apa? Cadangan?

Aku menutup aplikasinya, hendak pergi segera.

"(Nam...) Ngapain?"

Aku sedikit tersentak, kulihat dia yang masih berdiri diambang pintu kamar mandi, aku merubah ekspresi ku, ceria. Kuputar ponselnya agar mengarah pada Salsha. Ponsel yang menampilkan fitur kamera.

"Numpang selfie," kataku sambil disertai cengiran.

Salsha mengangguk pelan, aku juga mengangguk-angguk, tapi dalam hati aku tersenyum sinis. Sampai kapan Salsha akan menyembunyikan fakta kalau dia juga dekat dengan Iqbaal. Ah iya bagaimana dengan Iqbaal? Apakah dia tahu dia mendekati dua cewek yang bersahabat?

***

Mana team gagal move-on?

Putar BalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang