4. Ratu Mau Berkelana, dulu!
▪
▪
▪
▪
▪VOTE DULU BARU BACA, ABIS BACA BARU KOMEN. BOLEH NGGAK GENGS?
🙋🏻♀️🙋🏻♀️🙋🏻♀️"Kal, emang bener ya, tadi pagi lo jambak-jambakan sama Rifa?" bisik Risti pelan.
Cikal yang lagi fokus menulis jawaban soal-soal PPKN pun hanya membalas pertanyaan Risti dengan deheman saja.
"Ih, iya atau nggak?" tanya Risti seraya mencubit pelan pinggang Cikal.
Cikal meliukan badannya akibat sengatan cubitan Risti yang kayak semut jumbo. "Iya, buset dah." gerutu Cikal seraya menatap Risti jengah.
"Kok bisa lo jambak-jambakan sama dia? Emangnya lo nggak takut ama si Rifa-Rifa itu, Kal?"
Cikal menghentikan kegiatan menulisnya. Ia menatap Risti heran, Cikal menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinganya. Ditatapnya Risti dengan penuh keheranan. "Tadi lo bilang, gimana, Ti?"
"Apa?"
"Itu tadi lo bilang apaan?" jengah Cikal, namun masih menggunakan nada suara yang amat pelan.
Risti mendekatkan bibirnya ke telinga Cikal. Sambil menutupi sisi kanan dan kiri kuping kanan Cikal. "Emang lo nggak takut sama si Rifa?"
Pftt, Cikal menahan tawanya saat mendengar bisikan dari Risti. Apa kata Risti? Cikal nggak takut emangnya sama Rifa.
"Ya, jelas nggak lah. Ngapain takut coba, dih? Aneh lo." cibir Cikal menyunggingkan senyum miringnya.
"Kan, si Rifa terkenal banget sama nyinyiran-nya itu, apalagi 'kan, dia tukang bully adik kelas. Masa lo nggak takut sih?" tanya Risti yang masih tak percaya dengan jawaban Cikal.
Cikal memandang sekilas ke arah Bu Levy yang berada didepan meja guru. Saat, diamatinya Bu Levy tengah fokus ke laptopnya. Cikal menutup bukunya dan melirik sekilas ke arah Rifa yang juga tengah menatap ke arah bangkunya. Cewek itu memelototi Cikal, dalam hatinya Cikal, dia mengamini para malaikat agar bola mata Rifa yang memelotot itu copot dari matanya.
Biar tau rasa dia.
"Gue takut sama dia?" ujar Cikal kepada Risti seraya menunjuk Rifa menggunakan pulpen-nya. "Hh, nggak akan pernah terjadi."
"Sama-sama tai-nya warna kuning, ngapain mesti takut coba?!" lanjut Cikal geram pada Rifa yang masih senantiasa memandang sinis kepadanya. "Nih ya, gue kasih tau ke lo, Ti. Takut tuh ama tuhan, jangan ama manusia. Apalagi, manusia modelan kayak begitu tuh. Haduh, bisa pecah tuh tar kepalanya, gara-gara kegedean."
"Iya, sih.. tapi, 'kan Kal--"
"Tapi, apaan lagi sih?" ujar Cikal.
Risti menepuk paha Cikal yang berada dibawah kolong meja, "Dengerin dulu kenapa sih!"
Cikal hanya menyengir sembari mengusap pipi Risti.
"Iya-iya, lanjut."
"Rifa tuh selain suka nge-bully, suka nya ngadu-ngadu gitu ke guru, Kal. Lo tau sendiri 'kan, guru-guru disini sukanya seenak jidat ngasih point." ujar Risti resah.
Pemberian point itu bisa berakibat fatal di rapor nanti. Meski nilai di rapor besar-besar tapi jika mendapatkan point-nya banyak, sama saja tidak akan berpengaruh untuk mendapatkan ranking di kelas. Dan, Cikal tak peduli soal itu. Yang penting dia sudah melakukan tugasnya dengan benar. Belajar yang rajin. Masalah ranking, Cikal tak terlalu berambisi mendapatkan peringkat satu di kelasnya. Baginya, selalu menjadi peringkat satu bukanlah patokan menjadi sukses di masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIKAL
Teen FictionCikal baru tau, kalo menyukai orang secara berlebihan ternyata sakit hatinya juga berlebihan ya.