"bisakah kau memberiku obat yang dosisnya lebih tinggi?" Ha Rin terlihat tak membaik setelah kejadian di kantin. Untuk itu dia segera menemui psikiaternya. Bayangan masa lalunya berbisik semakin keras di kepalany.
Pria berjas putih itu menghela "obat tak selalu bisa menyembuhkanmu"
"tapi aku membutuhkannya. Kumohon" mata Ha Rin memancarkan keputusasaan.
"sandarkan punggungmu" pria itu bangkit dari duduknya menarik bahu Ha Rin untuk bersandar – berusaha meluruhkan otot – otot yang tengah bersitegang akibat emosinya.
"bagaimana perasaanmu?"
"buruk, sangat buruk"
Namjoon menggeleng "bukan perasaanmu sekarang. Ceritakan perasaanmu setelah menikah, sebelum hari ini."
Sebelum menikah Ha Rin pernah 2 kali mengunjungi Namjoon perihal bagaimana ia menghadapi kecemasan yang semakin bertambah. Ia tak bisa menolak pernikahan tapi rasa takut akan dirinya yang tak pantas untuk orang lain semakin menjadi.
"aku merasakan... kenyamanan" Ha Rin terdiam sesaat "dia seperti kotak kejutan dengan sejuta cara yang bisa membuatku nyaman bersamanya."
Namjoon tersenyum lega saat mengetahui Ha Rin mendapatkan lelaki yang baik sebagai pendampingnya "lelaki yang bisa diandalkan. Ha Rin sayang, kau sudah memiliki suami. Kau bisa mulai menceritakkannya padanya." Pria Kim itu duduk disamping Ha Rin "menerima cerita tidak selalu menjadikan itu beban bagi orang yang menerimanya" lanjut Namjoon.
Ha Rin terdiam cukup lama.
Namjoon menghela dapat membaca raut wajah itu, gadis ini merasa belum siap untuk terbuka "baiklah, kali ini kenapa kau merasa buruk?"
"aku. Ingatan itu kembali, rasanya sangat sesak." Tangan itu mengepal dengan kuat untung Namjoon sudah memberinya sebuah bantalan mencegah kuku Ha Rin menancap di kulit tangannya sendiri.
"kembalilah. Tulis ceritamu. Kali ini aku ingin kau jujur tentang dirimu Rin, dan tidak lagi ada yang ditutupi. Jika tidak bisa, mungkin kau harus cari orang lain yang lebih handal dariku. Tentunya yang bisa menangani pasien yang tidak jujur dengan keadaannya" ucap Namjoon kemudian bangkit meninggalkan Ha Rin.
***
Jungkook kembali ke rumahnya pukul 7 malam. Ha Rin sudah menyambutnya di dapur. Tidak menyambut sih, gadis itu memang tengah menyiapkan makan malam.
"wangi sekali, apa yang kau masak?" tanya Jungkook memeluk Ha Rin dari belakang.
Ada sedikit keterkejutan disana "Jung lepaskan, aku sedang memasak" pinta Ha Rin meronta dari pelukan Jungkook.
"berikan dulu aku bonus. Hari ini aku bekerja sangat keras" bisik Jungkook.
Ha Rin menggeleng "tidak. Aku harus menyelesaikan masakanku. Lebih baik kau mandi".
"oh ayolah hanya satu" Jungkook mendekatkan wajahnya dan memandang bibir yang sudah menjadi candu untuknya. Namun bibir itu kembali bengkak dan terluka.
"Rin—" panggil Jungkook lembut menarik bahu Ha Rin untuk menghadapnya. Sementara sang istri memilih mengalihkan pandangan.
"ini—" tangannya terulur kearah bibir Ha Rin "bukankah sudah kubilang, jangan menya—"
"pergilah mandi" Ha Rin mendorong tubuh Jungkook untuk menjauh. Perasaan itu muncul begitu saja, mungkin memang benar ucapan gadis – gadis itu, Jungkook terlalu baik untuknya.
"tidak" Jungkook masih memandang dengan khawatir. Gadis itu kembali terluka dan yang membuat ia kesal dirinya tak tahu apa masalahnya.
"kumohon" begitu lirih, membuat Jungkook akhirnya mengalah. Mungkin Ha Rin butuh sedikit waktu untuk bisa bercerita.
"baiklah, aku akan segera mandi" Jungkook mengacak rambut Ha Rin dan pergi ke kamar dengan beribu pertanyaan di benaknya.
***
"sudah kau obati?" tanya Jungkook memecah keheningan makan malam mereka. Gadis ini kembali menjadi pendiam seperti sebelumnya, bahkan seperti sedang membangun tembok yang lebih tinggi.
"sudah" balas Ha Rin singkat. Tekad dalam diri Ha Rin adalah untuk menjauh dari Jungkook. dia merasa sangat buruk untuk Jungkook. Entah mengapa perkataan gadis – gadis itu tadi bisa begitu besar mempengaruhinya, mungkin karena semuanya merupakan realita yang ada pada dirinya.
"Rin, kau baik – baik saja?" Jungkook memecah pikiran Ha Rin yang tengah berkelana.
"tentu saja. Aku sudah selesai. Jika kau sudah, biarkan saja. Aku akan membereskannya setelah selesai dengan pekerjaanku" Ha Rin tak suka keadaan seperti ini saat Jungkook terus bertanya tentangnya. Otaknya tak ingin menjawab, tetapi hatinya terus berontak untuk jatuh kedalam kelembutan Jungkook.
***
Ha Rin tak bisa tidur sama sekali. Bayangan tadi siang di kantin terus menghantuinya. Bayangan yang mengorek masa lalunya yang penuh kemarahan, ketakutan dan paling besar adalah kebencian pada dirinya sendiri.
"kau pantas mati"
"mati saja sana!"
"mereka berpisah karenamu!"
"orang lain tak bisa merasakan kebahagiaan karenamu"
"dimana ada Ha Rin, kebahagiaan akan pergi"
Suara itu, lagi – lagi menginvansi seluruh pikirannya.
"Rin, kau baik – baik saja?" suara ketukan pintu kamar mandi segera membubarkan suara itu.
"Ha Rin!" Jungkook kembali mengetuk dari luar sana.
Jungkook sebenarnya tak langsung tidur saat ia sudah merebahkan tubuhnya di kasur. Dia sempat menemui Ha Rin di ruang kerja, namun lagi – lagi gadis itu menyuruhnya pergi.
Pada akhirnya ia tetap terjaga sampai Ha Rin kembali ke kamar dan sempat terbaring beberapa saat, kemudian gadis itu setengah berlari menuju kamar mandi. Jungkook membiarkannya beberapa saat, hingga 30 menit berlalu gadis itu tak kunjung keluar.
Segera Ha Rin membasuh wajah dan menghapus noda darah yang tersisa dari bibirnya menggunakan air, sengaja agar Jungkook tak dapat melihatnya meski masih meninggalkan bekas.
Ha Rin membuka pintu menampilkan wajah yang datar "aku baik – baik saja".
"tidak, kau tidak baik – baik saja. Katakan padaku Rin, ada apa?" Jungkook berusaha meraih pipi sang istri, tentu saja hatinya sangat nyeri melihat istrinya yang jauh dari kata baik – baik saja. Namun tangan itu dengan cepat menangkis tangan milik Jungkook.
"I'm fine, okay" ada penekanan diakhir kalimat yang Ha Rin lontarkan, gadis itu berusaha berlalu dari Jungkook. Tentu saja Jungkook tak membiarkannya begitu saja.
"lalu bagaimana dengan luka di bibirmu yang kembali basah? kau melukainya lagi?"
"itu, tidak—"
Kedua kuasa Jungkook memegang bahu Ha Rin "Jeon Ha Rin, dengarkan aku. Aku suamimu. Kumohon, ceritakan apa yang menjadi bebanmu padaku." Mata lembut milik Jungkook memandang jauh ke dalam mata milik Ha Rin.
"aku disini untukmu. Hm?" begitu lembut sampai bisa menyentuh satu titik dalam diri Ha Rin.
Tepat di kalimat terakhir Jungkook, air mata Ha Rin tumpah. Pertahanannya kembali runtuh. Jungkook sangat tulus terhadapnya, justru itu semakin membuat Ha Rin takut.
Jungkook merengkuh Ha Rin kedalam dekapannya. Usapannya yang lembut di punggung Ha Rin seolah ingin menyampaikan 'kau aman bersamaku, aku disini kapanpun kau membutuhkanku'
Dan dari sini Jungkook yakin ada sesuatu tentang Ha Rin yang belum ia ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untouched Girl
RomanceBagi Ha Rin, satu kejadian di masa lalu selalu membekas dalam ingatannya dan membentuk satu prinsip dalam hidupnya. Ia takkan membawa orang lain memasuki kehidupannya dan ikut menderita karenanya. Tapi keputusan sepihak sang ibu menarik seorang Jeon...