BAB DUAPULUH TUJUH

159 39 0
                                    

IRENE POV

Irene ingin lari ke lift. Pilihan keduanya: serang putri aneh itu sekarang, sebab dia yakin pertarungan sudah di ambang mata. Sudah cukup buruk bahwa wajah wanita itu menyala-nyala ketika dia mendengar nama Taehyung. Kini Yang Mulia tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa, dan Taehyung serta Hoseok sepertinya tak merasa ada yang tidak beres. Sang putri memberi isyarat ke arah konter kosmetik.

"Bagaimana kalau kita mulai dengan ramuan?"

"Boleh," ujar Taehyung.

"Kawan-Kawan," potong Irene, "kita di sini untuk menjemput roh-roh badai dan Pak Pelatih Hedge. Kalau si—putri—ini benar-benar teman kita—"

"Oh, aku lebih baik dari sekadar teman, Sayang," kata Yang Mulia. "Aku seorang pramuniaga." Berliannya gemerlapan, dan matanya berkilau seperti mata ular—dingin dan gelap. "Jangan cemas. Kita akan turun pelan-pelan sampai ke lantai satu, ya?"

Hoseok mengangguk penuh semangat. "Iya, tentu saja! Kedengarannya oke. Ya kan, Irene?"

Irene berusaha sebaik mungkin untuk tidak memelototi Hoseok: Tidak, tidak oke! "Tentu saja tak apa-apa." Yang Mulai merangkulkan lengannya ke bahu Hoseok serta Taehyung dan mengarahkan mereka ke konter kosmetik.

"Mari, Anak-Anak." Irene tidak punya pilihan kecuali mengikuti. Irene benci toko serbaada— terutama karena dia pernah kepergok mencuri di sejumlah toko tersebut. Yah, sebetulnya bukan kepergok, dan sebetulnya bukan mencuri. Irene membujuk pramuniaga agar memberinya komputer, sepatu bot baru, cincin emas, suatu kali bahkan mesin pemotong rumput, walaupun dia tidak tahu apa sebabnya dia menginginkan mesin pemotong rumput. Dia tidak pernah menyimpan barang-barang tesebut. Dia melakukan itu semata-mata untuk mencuri perhatian ayahnya. Biasanya Irene membujuk sang kurir agar mengembalikan barang tersebut. Tapi tentu saja pramuniaga yang kena tipu selalu tersadar dan menghubungi polisi, yang pada akhirnya melacak Irene. Singkat cerita, Irene tidak antusias karena kembali ke toko serbaada—terutama toko serbaada yang dikelola olah seorang putri gila yang bisa berpendar dalam gelap.

"Dan ini," kata sang putri, "adalah aneka ramuan sihir terbaik di dunia." Konter tersebut disesaki gelas piala berisi cairan menggelegak dan vial berasap yang disangga tiga kaki. Pada rak pajang berderetlah botol kristal—sebagian berbentuk seperti angsa atau beruang madu. Cairan di dalamnya berwarna-warni, dari putih cemerlang hingga berbintik-bintik. Dan baunya—ih! Sebagian enak, seperti biskuit yang baru dipanggang atau mawar, tapi aroma tersebut bercampur baur dengan bau ban terbakar, semprotan sigung, dan Joker ruang olahraga. Sang putri menunjuk sebuah vial merah darah—tabung reaksi merah darah dengan sumbat gabus. "Yang ini bisa menyembuhkan penyakit apa saja."

"Kanker juga?" tanya Hoseok. "Lepra? Bintil kuku?"

"Penyakit apa saja, Anak Manis. Dan vial ini,"—wanita itu menunjuk botol berbentuk angsa berisi cairan biru— "akan membunuhmu dengan sangat menyakitkan."

"Hebat," kata Taehyung. Suaranya terdengar linglung dan me-ngantuk.

"Taehyung," ujar Irene. "Kita punya pekerjaan yang harus dilaku-kan. Ingat?" Dia berusaha mencurahkan kekuatan ke dalam kata-katanya, untuk menyadarkan Taehyung dari keadaan linglungnya dengan charmspeak, tapi suara Irene terdengar gemetar bahkan bagi dirinya sendiri. Si putri ini terlalu membuatnya takut, membuat kepercayaan dirinya hancur berantakan, sama seperti yang dirasakan Irene di pondok Aphrodite saat menghadapi Nay.

"Pekerjaan yang harus dilakukan," gumam Taehyung.

"Tentu. Tapi belanja dulu, ya?" Sang putri memandang Taehyung sambil berbinar-binar. "Lalu kami punya cairan untuk menangkal api—"

"Yang itu sudah diurus," kata Hoseok. "Benarkah?" Sang putri mengamati wajah Hoseok lebih saksama. "Kau kelihatannya tidak memakai tabir surya buatanku tapi tak jadi soal. Kami juga memiliki ramuan penyebab kebutaan, kegilaan, lelap, atau—"

Adventures of The Demigods Season 2 #1(Bangvelt)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang