Sekolah (Kisah SMK part 2)

8 0 0
                                    

Hai hoooo...
Balik lagi guys, sekarang updatenya cepat, karena semester udah kelar yey

Happy reading

Setelah Dwi memarkirkan motornya di parkiran sekolah, Irvi langsung turun dari motor dan menunggu Dwi.
"Ehmm makasih ya, udah jemput aku buat ke sekolah bareng", perkataan Irvi barusan membuat Dwi tersenyum dan membbalasnya "iya sama-sama. Lagian aku juga senang bisa jemput kamu, walaupun agak lama nunggunya". Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Dwi membuat Irvi menjadi malu sekaligus senang.

Jam istirahat

"Yanti, Eli, Welsi, Irvi kantin yuk!" ajak Yola sambil berteriak didepan pintu kelas. Yanti yang mendengar teriakan Yola, menuju pintu tempat Yola berdiri. Dengan kedua tangan dilipat di depan dada, Yanti berkata "Yola, jangan teriak-teriak. Kuping aku tuh sakit dengar suara kamu terus", dan disusul oleh Welsi yang tidak kalah cerewet dari Yola, secara mereka berdua adalah teman duduk " aduh Yanti, jangan ketus begitu dong. Biasalah kalau orang lagi lapar, mulut sudah tidak bisa dikontrol" goda Welsi kepada Yanti yang masih memasang wajah cemberut. Tak lama setelah itu, Eli dan Irvi keluar dari kelas dan mereka menyarankan agar segera menuju kantin, karena ternyata Eli dan Irvi juga merasakan apa yang Yola rasakan. LAPAR. Setiba dikantin, ternyata kantin ramai dengan para siswa karena saat ini adalah jam istirahat. Dan ketika mereka berjalan masuk, Irvi teringat sesuatu dan angkat bicara kepada teman-temannya " guys, aku baru ingat tiga hari yang lalu aku pinjam buku di perpus, dan sekarang adalah tanggal pengembaliannya. Maaf ya, tidak bisa menemani kalian dikantin. Aku takut jika nanti perpus sudah tutup".
"Iya, tidak masalah. Kamu sebaiknya mengembalikan buku yang kamu pinjam sekarang. Nanti kamu kena denda jika terlambat mengembalikannya", balas Eli disertai anggukan dari yang lain. Setelah itu, Irvi berlari kembali ke kelasnya dan mengambil buku yang akan dikembalikan.
TUTUP.
5 huruf yang berhasil membuat badan Irvi lemas seketika. Bagaimana tidak, demi mengembalikan sebuah buku, Irvi harus berlari dari kantin menuju kelasnya yang berada dilantai dua gedung sekolah, kemudian turun lagi menuju perpustakaan yang terletak dipojok sekolah.

"Bayar denda lagi dong" ucap Irvi sambil berjalan meninggalkan perpustakaan. Namun, belum sampai 4 langkah, didepannya sudah ada 3 siswi yang seangkatan dengannya tetapi beda jurusan.

Mereka adalah Irene, Desi, dan Nona. Mereka bertiga tergabung dalam satu geng yaitu geng cetiper yang paling disegani di sekolah.
Bahkan kakak kelas tidak berani menatap mereka. Ketua dari geng itu adalah Irene, sekaligus salah satu siswi yang suka kepada Dwinto. Irvi yang mengetahui maksud kedatangan mereka, secara perlahan berjalan mundur dan berakhir disudut perpustakaan.
Irvi sudah memasang wajah ketakutannya sementara Irene dan kedua temannya tersenyum sinis kepada Irvi.
Kemudian Irene maju mendekati Irvi sambil berkata "kamu gak punya telinga atau pura-pura tuli sih? Bukannya aku pernah bilang ke kamu, janga deketin Dwinto lagi!" sambil menunjuk-nunjuk Irvi. Irvi hanya terdiam karena ketakutan sehingga untuk berkata saja Irvi tidak sanggup. Melihat hal itu, Irene yang merasa terabaikan menjadi muak dan mengangkat tangan kanannya berniat menampar Irvi. Namun, niat itu tidak terjadi karena tangan Irene tertahan oleh tangan seseorang yang entah siapa. Kemarahan Irene memuncak, dia menoleh ke belakang untuk membentak orang yang berani menahan tangannya. Tapi pada saat Irene berbalik, dia terdiam kaku dan tidak jadi membentak orang tersebut karena ternyata orang tersebut adalah Dwinto.
"Jangan pernah berharap kamu bisa menampar Irvi. Sekali lagi aku lihat kamu melakukan itu, aku tidak segan-segan mematahkan tanganmu. Lebih baik sekarang kamu pergi dan jangan mengganggu Irvi lagi."
Akhirnya Irene dan kedua temannya pergi meninggalkan Dwinto dan Irvi.
Dwinto kemudian mendekati Irvi dan berkata "Vi, kamu gak pa-pa?"
"Iya aku gak pa-pa. Makasih ya" balas Irvi sambil tersenyum.

Setelah kejadian tadi, akhirnya Dwinto mengajak Irvi duduk diteras perpustakaan. Ajakan dari Dwinto ternyata memiliki tujuan tertentu yang awalnya dianggap Irvi sebagai ajakan untuk bercerita biasa. Tujuannya ialah Dwinto yang ingin mengungkapkan perasaannya kepada Irvi.
Pengungkapan perasaan pun dimulai...

"Irvi, sebenarnya bukan karena tidak sengaja aku menolong kamu tadi. Tapi dari kelas kamu hingga tiba disini aku sudah mengikuti mu secara diam-diam karena aku ingin mengatakan sesuatu yang penting."
"Apa itu?" Tanya Irvi mulai penasaran
"Aku suka sama kamu"
"Hah? Suka? Yang benar saja"
"Ya memang benar. Aku suka sama kamu. Kamu mau tidak jadi pacar aku?"
Irvi diam.
"Maaf aku tidak seromantis laki-laki lain yang membawa bunga atau mengungkapkan perasaan ditempat yang romantis".
Irvi diam. Lagi.
"Kalau memang kamu belum bisa menjawabnya, baiklah aku akan menunggu jawaban darimu". Usai berkata seperti itu, Dwinto berdiri dari duduknya hendak meninggalkan Irvi. Tapi Irvi dwngan cepat mencekal pergelangan tangan Dwinto dan berkata " aku akan jawab sekarang". Dwinto yang mendengarnya langsung kembali duduk disamping irvi.

"Maaf". Satu kata yang berhasil membuat Dwinto menegang. Dia tidak menyangka, ternyata Irvi akan menolaknya. Namun, perkataan Irvi belum selesai.
"Maaf aku tidak bisa menjadi pacarmu. Tapi bukan berarti aku tidak menyukaimu. Aku hanya belum siap menjalin hubungan, karena aku takut jika menjalin hubungan pelajaran ku menjadi terganggu".
"Baiklah. Aku akan menunggumu, hingga kau siap" kata Dwinto seraya menatap Irvi dengan serius.

Dan Irvi hanya membalas dengan senyuman dan anggukan.







End.
Terima kasih telah membaca cerita pendek ini. Semoga kedepannya saya bisa membuat cerita lagi dengan alur yang lebih panjang dan menarik :)
That's all. God Bless Us

Kisah-Kasih( On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang