2. Renyut Abnormal

360 59 27
                                    

Hari ini benar-benar tidak seperti biasanya. Aku yang nyaris setiap hari datang terlambat kini pukul enam sudah berada di depan gerbang sekolah. Berdiri menanti Aeri tak peduli jika 30 menit telah kuhabiskan di sini. Mengabaikan ajakan beberapa teman lain untuk segera masuk kelas. Alasannya sudah cukup dan sangat jelas; aku mengkhawatirkan Aeri.

Semalam dia benar-benar tidak bisa dihubungi. Sewaktu kutanyakan kemana perginya bocah itu kepada Jungkook, dirinya pun sama halnya denganku—tidak tahu apa-apa. Mendatangi rumahnya pun rasanya percuma, karena sewaktu kuhubungi langsung ke sana, jawaban serupa kudapatkan; mereka tidak tahu, Aeri pergi tiba-tiba.

Dan lihat sekarang, Aeri—gadis tengik—itu sedang berjalan berjalan ke arahku sambil mengumbar senyum lima jari seolah tak terjadi sesuatu. "Eunji!"

Sial. Dia tidak merasa berdosa sama sekali. Awas saja kau Aeri.

"Kemana saja semalam?!" cercaku sebelum Aeri meludahkan banyak kata yang membuatku muak. "Kau tahu? Jimin yang kau hubungi kemarin siang meneleponku menanyakan keberadaanmu. Bagaimana aku tahu, hah?! Aku mencoba menghubungimu berkali-kali tapi nomor teleponmu tidak aktif, orang rumah juga tidak tahu kau di mana, Jungkook juga tidak tahu. Kenapa semuanya tidak tahu?!"

"E-eunji-"

"Apa!" sentakku tidak berkesudahan. Tak peduli pandangan siswa lain yang sedang memasuki gerbang. Sesekali terdengar mereka mencibir bagaimana tingkahku sekarang. Peduli setan! Mereka akan tahu bagaimana khawatirnya diriku jika paham kondisi Aeri yang sebenarnya.

"Ada, kak Jimin," bisiknya menunjuk sosok yang masih berdiri di sisi mobil seraya mengamati kami yang sedang berlakon bak ibu dan anak; aku ibu yang jahat, dan Aeri anak yang nakal.

Wajahku tuntas merah padam. Aku tidak pernah masalah jika orang lain yang melihat bagaimana perangaiku sebagai manusia bar-bar. Tapi laki-laki itu, sepertinya masuk daftar pengecualian. Tidak-tidak, bukan karena aku menyukainya. Hanya saja auranya cukup mengundang rasa malu yang besar. Lihat saja senyumnya, seolah sedang berusaha menamparku dengan kalimat 'kau ini berlebihan dan terlihat konyol, Na Eunji'.

Dia mendekat. Tidak, ini tidak baik untuk kondisi jantungku. Astaga, di mana aku harus menaruh wajah sialan ini?

"Hai, kau Eunji, ya?" sapanya begitu sampai di hadapanku. "Iya," balasku singkat.

Rasanya ingin buru-buru lari saja. Namun, sampai detik berikutnya hingga kudengar alunan merdu suaranya aku masih diam di tempat. Terpaku oleh sorot matanya yang seolah berusaha keras menghipnotisku kemudian pingsan di tempat. "Maaf, ya. Kemarin malam sudah membuatmu panik. Gadis ini ternyata sedang bermain-main di lautan."

Arah pandangku pun mengikuti kemana tangan kak Jimin bergerak, berhenti di puncak kepala Aeri dan mengusapnya sejenak. "Ahah, tidak apa-apa. Lain kali kupastikan Aeri melaporkan kegiatannya padaku. Jadi jika suatu hari nanti menghilang, hanya aku yang tahu keberadaannya lalu kupukul dia," paparku amat panjang dan sedikit sinis.

"Iya, iya. Lain kali aku berpamitan. Janji," balas Aeri penuh gurat penyesalan.

"Terima kasih, ya ... Eunji." Kali ini Jimin bertutur seraya menarik sebelah tanganku, menumpu di atas telapak tangannya kemudian menepuknya beberapa kali, tuntas mengejutkanku detik itu juga. Jika saja tidak ada angin yang menerpa, sudah dipastikan bola mata ini jatuh seketika. "I-iya Ka-"

CRY; Santhemum-JK [TAMAT-REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang