Hai, selamat membaca cerita baru dari aku. Semoga kalian suka dengan cerita ini, dengan karakter baru yang emang nyebelin sangad. Selamat datang didunia Borneo dan Liana.
Seorang cowok berjalan mengendap-endap menuju rumahnya, berharap jika Papanya tak ada di rumah atau paling tidak sedang tidur di kamar. Sepeda motor KLX miliknya ia dorong begitu masuk ke halaman, takut jika ia akan ketahuan oleh Mamanya atau Papanya. Pakaian futsal yang ia pakai telah basah karena keringat.
Setelah masuk ke halaman rumah, cowok itu mengambil kunci motornya lalu berjalan dengan pelan-pelan layaknya seorang pencuri. Helmnya ia tenteng sedangkan tas ranselnya ia gendong. Lalu ia berjalan menuju garasi rumahnya, ia sudah hafal diluar kepala jika ia masuk lewat pintu rumahnya akan tertangkap basah apalagi saat ini ia memakai baju futsal.
"Semoga aja Papa gak ada di rumah, kalo engga ya tidur aja," gumamnya dengan kekehan. Ia berhati-hati dan sangat pelan saat membuka pintu, lalu berjalan dengan sangat pelan dan melepas sepatu futsalnya demi meredam suara.
"Borneo! Dari mana aja kamu?!" Belum sempat ia melangkah masuk ke dalam rumah, suara lantang nan dingin menyambut. Cowok itu, Borneo telah tertangkap oleh Papanya.
"Mampus gue," gumamnya.
Borneo lantas menggaruk tengkuknya, bingung mau menjawab apa. Kalaupun berbohong saat ini tidak bisa, sudah jelas dari baju Borneo jika dirinya habis bermain futsal.
"A-anu Pa, habis dari-"
"Main futsal?!" Belum selesai Borneo berucap Papanya langsung paham.
Borneo menghela napas, sudah tamat riwayatnya. Ia hanya bisa pasrah, meminta pertolongan Tuhan akan ada keajaiban.
"Iya Pa, main futsal," jawab Borneo enteng.
Mendengar jawaban dari putra bungsunya itu Matteo menghela napas dan membuangnya kasar. Jawaban yang dengan entengnya Borneo ucapkan. Matteo menghampiri anaknya yang masih diambang pintu, menyuruh putranya masuk ke dalam rumah. Diruang tengah, sudah ada Mamanya yang masih duduk sembari menonton televisi. Arum memandangi anaknya itu, lalu berdiri dan menghampiri anaknya.
"Kenapa kamu engga izin ke Mama kalau kamu mau main? Kalau kamu izin pasti Papa gak akan marahin kamu," kata Arum dengan lembut. Arum melihat sorot penyesalan dari mata Borneo.
"Sudah berapa kali Papa bilang, jangan kebanyakan bermain. Kemarin kamu bolos, gak ikut upacara dan Mama kamu dipanggil sama BK. Apa kamu belum cukup buat Papa Mama kecewa Borneo!" Borneo hanya diam, menundukkan kepala. Tangannya mengepal, menahan emosi. Ia ingin menjawab semua pernyataan Papanya itu, tapi ia tahan karena pasti akan dimarahi lagi sampai mulut Papanya berbuih.
"Kalau Papa lagi ngomong tatap mata Papa!" Kata Matteo lagi. Borneo menatap Papanya dengan nyalang.
"Iya Borneo bolos, Borneo berantem, Borneo ikut tawuran. Asal Papa tahu itu cara Borneo dapat perhatian. Tapi kenapa sih Papa selalu marahin Borneo kayak gini, Borneo juga manusia Pa. Borneo ingin hidup bebas kayak teman-teman Borneo." Borneo menjawab dengan lantang. Lalu dari arah belakang hadir juga Benua, kakak Borneo itu ternyata pulang ke rumah.
"Borneo! Papa izinkan kamu main kalau nilai kamu itu gak jeblok kayak gitu. Liat kakak kamu, Benua itu pintar, cerdas bisa ngebanggain Papa dan Mama. Kamu justru buat Papa sama Mama kecewa sama kamu Borneo."
Lagi, Papanya membanding-bandingkan dirinya dengan kakaknya. Borneo bosan mendengar itu, sangat bosan. Borneo tahu dirinya tak sepintar kakaknya, bahkan sangat berbeda dengan kakaknya. Mereka bertiga, Papa, Mama dan kakaknya itu adalah orang pendiam sedangkan dirinya sangatlah cerewet. Walau Mamanya terkadang cerewet dalam urusan menasehati.
"Udahlah Pa, Borneo bosan. Borneo capek, mau istirahat. Jangan banding-bandingin Borneo sama Bang Benua karena Borneo sama dia beda."
Borneo lantas pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua rumah mewah itu. Rasanya ingin menghilang saja dari dunia jika Papanya memarahinya lagi. Rumah bagai neraka jika Papanya pulang, Borneo lebih bahagia jika Papanya itu ke luar kota atau bahkan luar negeri untuk urusan pekerjaan.
"Borneo, Papa belum selesai bicara sama kamu!" Borneo sudah pergi dan tak menghiraukan teriakan dari Papanya. Arum hanya bisa menenangkan suaminya, melihat putranya yang bandel dan susah diatur membuat pikirannya kacau. Apalagi hubungan ayah-anak itu makin hari makin tidak harmonis.
"Nanti aku aja yang ngomong sama Borneo ya," ucap Arum pada suaminya. Benua yang melihat itu semua hanya bergeming, hubungannya dengan Borneo pun tak begitu harmonis karena Borneo tak suka dengan sikap dingin dan cueknya.
-serenade-
Tunggu kelanjutannya guys, see you soon😍
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE
Teen FictionHidup dibeda-bedakan menjadikan Borneo anak yang pemberontak. Dia memang bukan anak yang jenius, bisa dibilang Borneo tak sepandai kakaknya. Sangat membenci mata pelajaran matematika, fisika dan kimia. Jika disuruh menghitung sin dan cos lebih baik...