Selamat membaca
Di kantin Borneo benar-benar tidak nafsu makan. Borneo tadinya sangat lapar karena ia hanya sarapan roti oles buatan mamanya saja. Air muka Borneo berubah menjadi sangat kusut seperti uang kembalian dari warung. Teman-temannya sibuk mengobrol, tertawa seperti tak menganggap Borneo ada di depan mereka.
"Borneo kok kamu enggak makan sih, nanti makanannya keburu dingin," kata si cewek yang selalu berada disamping Borneo itu. Berusaha untuk memberi perhatian.
Borneo memandangi cewek itu dengan tajam, seharusnya tadi ia tidak mengangguk dan mengiyakan. Ahh, nasi sudah menjadi bubur. Dasar Borneo payah!
"Bor buruan ntar ada yang tahu kalau kita tuh bolos buat makan," ucap Bryan, teman laki-lakinya yang pintar namun sangat ceroboh.
"Iya iya, ini gue makan." Borneo menjawab dengan nada ketus, saat ini ia benar-benar ingin kabur dari jeratan cewek yang menurutnya menyebalkan ini.
Dengan lesu ia memakan makanannya, si cewek yang hampir setiap waktu ingin selalu bersamanya itu benar-benar cerewet. Tidak seperti Liana yang pendiam namun bisa berlaku tegas kepadanya. Omong-omong Liana mau tidak ya cokelat batang pemberian si Medusa ini. Borneo tersenyum, semoga saja mau dan tidak beri racun cinta oleh si Medusa.
****
Di kelas Liana mengerjakan soal-soal bersama dengan teman sebangkunya. Liana dan Tasya memang selalu bersama mengerjakan soal-soal latihan, namun pada saat ulangan mereka berdua sepakat untuk tidak saling bekerja sama. Teman memang terkadang menjadi seorang musuh jika dalam situasi berkompetisi.Soal matematika ini sulit untuk dipecahkan. Mereka berdua sempat berdebat bagaimana cara dan rumus yang tepat untuk memecahkannya.
"Gue yakin deh Li harusnya ini dibagi bukan dikurang gitu," kata Tasya mencoba beberapa kali mengikuti kata hatinya.
"Tapi pas gue ngerjain dengan cara lo itu kok malah tambah susah sih."
Liana dan Tasya hampir putus asa, mencoba terus-menerus namun hasilnya tetap nihil. Saat mereka berdua sibuk mengerjakan latihan soal, Borneo masuk ke kelas dan berjalan menuju tempat mereka berada. Langkah Borneo tampak lunglai, tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Gaya berjalan yang khas dari Borneo.
Borneo lalu mengambil benda yang ada dalam saku celananya. Memberikan benda itu pada sahabatnya yang masih sibuk sendiri. Menyadari bahwa Borneo ada disampingnya, Liana mendongak dan menatap Borneo penuh heran.
"Ini buat lo, si maniak cokelat." Borneo memberikan cokelat batangan dengan tanda hati dipucuk.
"Eh ngapain sih lo kesini, jangan ganggu Liana dia sama gue lagi ngerjain soal." Tasya mulai kesal dengan kedatangan Borneo, walau Borneo tidak berniat menganggu namun Tasya selalu bersikap waspada dan antipati padanya.
"Dari siapa? Cokelatnya lo yang beli?"
Borneo menggeleng, membuat Liana bertambah heran.
"Dari Sharen, tadinya buat gue tapi gue gak suka," jawab Borneo lugas. Dan Liana peka untuk mengetahui bahwa Borneo tidak dalam mood baik.
Daripada melihat Borneo kesal lebih baik Liana ambil cokelat batang itu, terlihat sangat menggoda baginya yang mempunyai julukan si maniak cokelat. Liana berterimakasih pada sahabat laki-lakinya itu.
"Kalo lo tiba-tiba suka sama Sharen bilang ya, nanti gue bawa lo ke dukun buat ngobatin. Ati-ati kena pelet sama si Medusa." Kalimat yang Borneo ucapkan sukses membuat Liana menatap horor si pelaku, Tasya pun sama. Takut jika mereka benar-benar dipelet.
"Ini beneran ada racun cintanya? Udah jangan dimakan, buang aja."
"Bohong kali dia, keliatan menggoda Sya." Liana tak tahan dengan godaan cokelat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE
Teen FictionHidup dibeda-bedakan menjadikan Borneo anak yang pemberontak. Dia memang bukan anak yang jenius, bisa dibilang Borneo tak sepandai kakaknya. Sangat membenci mata pelajaran matematika, fisika dan kimia. Jika disuruh menghitung sin dan cos lebih baik...