Rangga mengayunkan kakinya pelahan-lahan menyusuri jalan setapak yang melingkari Kaki Gunung Anjar. Siang ini udara cerah sekali. Langit tampak bersih, tanpa sedikit pun awan menggantung. Pantas saja sinar matahari begitu bebas menerobos permukaan bumi. Namun angin yang berhembus agak kencang, membuat terik sang surya siang ini agak berkurang. Rangga benar-benar menikmati kecerahan hari ini.
Pendekar Rajawali Sakti itu terus melangkah sambil sesekali menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Meskipun matahari bersinar terik, namun udara di sekitar Gunung Anjar cukup terasa sejuk. Bahkan cenderung dingin. Pemuda berbaju rompi putih itu menghentikan ayunan kakinya, ketika melihat seekor kelinci gemuk berbulu putih bersih. Mendadak saja perutnya berkeruyuk seperti minta diisi. Sejak pagi tadi Rangga memang belum menemukan sedikit makanan pun untuk mengganjai perutnya.
Pelahan Rangga membungkuk, lalu memungut sebutir kerikil. Lalu dengan tubuh masih terbungkuk, Pendekar Rajawali Sakti itu menjentikkan jarinya disertai pengerahan tenaga dalam sedikit. Kerikil yang dipungut tadi, seketika melesat cepat bagai kilat. Maka kelinci gemuk yang malang itu menggelepar begitu kepalanya tersambit oleh Rangga.
"Waow...!" Rangga bersorak kegirangan.
Bergegas pemuda berbaju rompi putih itu berlari menghampiri kelinci yang sudah tidak bernyawa lagi. Namun mendadak saja dia jadi tertegun, karena pada leher kelinci itu tertancap sebatang anak panah. Padahal tadi kelinci itu dilempar hanya dengan batu kerikil.
Belum sempat Rangga berpikir jauh, tiba-tiba saja terdengar suara bergemerisik dari arah depan. Sebentar kemudian muncul seorang gadis berwajah cantik sambil membawa sebuah busur dan sekantung anak panah pada punggungnya. Dia juga nampak terkejut melihat seorang pemuda berdiri dekat bangkai kelinci.
"Kau akan mencuri kelinciku, ya...?!" bentak gadis itu galak.
"Heh...?! Ini kelincimu...?" Rangga menunjuk kelinci berbulu putih yang masih tergeletak di depan kakinya.
"Apa matamu sudah buta, heh...?!" sentak gadis itu semakin berang.
"Kau lihat...! Panahku menancap di lehernya, maka berarti kelinci ini milikku!"
Rangga menatap bangkai kelinci di depannya. Selain kepala kelinci itu berlubang akibat kena timpukan batu kerikil, juga di lehernya menancap sebatang anak panah hingga tembus. Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu bisa berbicara lebih jauh lagi, terdengar derap langkah kaki kuda menuju tempat ini. Tak berapa lama kemudian, muncul lima orang penunggang kuda. Satu orang tampak masih muda, dan mungkin berusia sebaya dengan Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan empat penunggang kuda lainnya sudah setengah baya. Mereka semua mengenakan pakaian cukup indah.
Belum juga ada yang membuka suara, dari arah yang sama muncul lagi sekitar tiga puluh orang berkuda bersama satu kereta kuda barang. Yang membuat Rangga semakin tidak bisa buka mulut, rombongan terakhir ini ternyata para prajurit dari sebuah kerajaan. Dari lambang yang dibawa, Pendekar Rajawali Sakti itu sudah bisa menebak, kalau mereka berasal dari Kerajaan Kedung Antal. Sebuah kerajaan yang cukup besar di wilayah Kulon ini.
"Ada apa, Adik Ranti?" tanya pemuda yang sudah turun dari punggung kudanya. Dihampirinya gadis yang masih berdiri berkacak pinggang di depan Rangga.
"Ini...! Dia akan mengambil kelinci yang baru saja kupanah!" sahut gadis yang dipanggil dengan nama Ranti itu, seraya menuding Pendekar Rajawali Sakti.
"Kakang Nadara, hukum saja dia karena berani mengakui hasil buruanku!"
Pemuda yang dipanggil Nadara itu menatap bangkai kelinci sebentar, kemudian beralih pada Rangga yang masih diam saja. Kakinya melangkah maju dua tindak mendekati, kemudian memungut bangkai kelinci itu. Dan kini kepalanya terangguk seraya menyunggingkan senyum.
"Kisanak. Boleh aku tahu, siapa namamu?" lembut dan ramah sekali nada suara Nadara.
"Rangga," sahut Rangga singkat
"Maafkan atas kekasaran adikku, Kisanak. Aku yakin, kelinci ini milikmu," tegas Raden Nadara seraya menyodorkan kelinci itu pada Rangga.
"Terima kasih. Tapi, Nisanak ini menginginkannya. Biarlah aku mencari kelinci lain," dengan halus sekali Rangga menolak.
Raden Nadara berpaling memandang adiknya yang memberengut tidak puas akan sikap Rangga. Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis itu membalikkan tubuhnya dan melompat naik ke punggung kuda yang dibawa salah seorang berpakaian prajurit Seekor kuda putih yang gagah sekail Wajah Ranti masih memberengut tertekuk.dalam. Pandangannya begitu tajam menusuk langsung pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Adik Ranti, dia sudah memberikan kelinci ini padamu. Kau tidak ingin menerimanya?" lembut sekali nada suara Raden Nadara.
"Berikan saja padanya. Aku tidak butuh!" ketus sekali jawaban Ranti.
Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali menyodorkan kelinci itu pada Rangga
"Terimalah. Adikku akan semakin marah jika kau tidak suka menerimanya. Maafkan dia, Kisanak," ujar Raden Nadara.
Sebentar Rangga menatap Ranti yang langsung mendengus sambil membuang muka, kemudian kembali memandang Raden Nadara yang masih menyodorkan kelinci itu.
"Baiklah. Tapi akan kuberi gantinya, nanti," kata Rangga menyerah.
Pendekar Rajawali Sakti itu menerima kelinci dari tangan Raden Nadara. Sedangkan pemuda itu menganggukkan kepalanya sedikit, lalu melompat naik ke punggung kudanya. Gerakannya sangat ringan dan indah, menandakan kalau kepandaiannya cukup tinggi.
Tidak berapa lama kemudian, rombongan itu bergerak meninggalkan Lereng Gunung Anjar ini. Rangga masih berdiri mematung memandangi rombongan yang terus bergerak menuruni lereng. Dipandangi kelinci itu, lalu diangkat ke atas, hingga sejajar wajahnya. Bibirnya tersenyum dan kepalanya menggeleng beberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
40. Pendekar Rajawali Sakti : Pemburu Kepala
ActionSerial ke 40. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.