"Buka pintu...!" teriak Patih Karuni begitu sampai di depan pintu gerbang benteng istana.
Dua orang prajurit penjaga pintu gerbang, bergegas membuka pintu itu. Patih Karuni langsung menerobos masuk, tapi cepat berhenti dan membalikkan tubuh.
"Jangan biarkan siapa saja masuk, mengerti...?!" lantang sekali suara Patih Karuni.
"Mengerti, Gusti Patih," sahut kedua prajurit penjaga pintu itu bersamaan.
"Tutup lagi."
Patih Karuni kembali memutar tubuhnya, lalu bergegas berjalan cepat setelah pintu gerbang ditutup. Laki-laki tua itu berteriak-teriak memanggil kepala penjaga dan memerintahkan untuk memperkuat penjagaan di sekitar istana ini Setelah itu dia langsung menerobos masuk ke dalam bangunan besar itu. Ayunan langkahnya kembali terhenti setelah berada di bagian dalam ruangan depan. Di sana sudah menunggu empat orang, yang terdiri dari dua orang laki-laki berusia setengah baya dan dua orang wanita. Yang seorang masih muda dan cantik, sedangkan seorang lagi sudah berusia sekitar enam puluh tahun.
"Ada apa kau berteriak-teriak, Ki Sakar?" tanya wanita tua yang mengenakan baju warna hitam. DI pinggangnya melilit selembar selendang berwarna kuning gading yang pada bagian ujungnya terdapat untaian baja putih berbentuk jarum halus dan lemas.
"Raden Nadara.... Rupanya masih hidup! Sekarang dia bersama Pendekar Rajawali Sakti!" sahut Patih Karuni. Sama sekali tidak dipedulikan saat wanita tua itu memanggil nama aslinya.
"Apa kau juga melihat ada Ranti bersamanya?” tanya perempuan tua berbaju hitam itu lagi.
“Tidak," sahut Patih Karuni.
Perempuan tua itu melirik gadis muda yang berdiri di sampingnya.
"Kau kembali bekerja, Nini Calak. Kali ini kau tidak boleh gagal," perintah perempuan tua itu lagi.
Gadis cantik berbaju biru muda itu tersenyum.
"Jauhkan Raden Nadara dari sini, lalu kau harus melenyapkan untuk selamanya. Kau pasti tahu bagaimana caranya, Nini Calak. Lakukan sekarang juga sebelum bocah itu sampai ke sini," kata perempuan itu lagi.
"Jangan khawatir, Nyi Pari. Tapi aku tidak ingin ada yang mengusik pekerjaanku," sahut Nini Calak seraya mengerling.
"Ini bukan saatnya bersenang-senang, Ni Calak!" dengus perempuan tua yang dipanggil Nyi Pari Itu.
Ni Calak hanya tertawa saja. Suara tawanya begitu lepas dan terdengar merdu sekali. Diayunkan kakinya dengan langkah gemulai meninggalkan ruangan yang besar dan indah ini. Sedangkan Nyi Pari hanya mendengus saja melihat tingkah gadis itu. Namun dua orang yang berada di sampingnya hanya tersenyum-senyum saja. Mereka seperti menikmati lenggak-lenggok langkah Ni Calak yang begitu gemulai dan mempesona, membuat mata laki-laki mana pun tidak akan mampu berpaling bila menatapnya.
"Sagala, Parangrang. Kau ikut Ki Sakar. Lenyapkan Pendekar Rajawali Sakti malam ini juga," perintah Nyi Pari tegas.
"Baik, Nyi," sahut dua laki-laki setengah baya yang berada di samping perempuan tua berbaju hitam itu.
"Hm..., Apakah kalian melihat adikku?" tanya Nyi Pari setengah bergumam.
“Tidak, Nyi," sahut Sagala seraya memandang Parangrang di sampingnya.
"Sudahlah. Sebaiknya, kalian cepat pergi. Ki Sakar, kau antarkan mereka ke tempat Pendekar Rajawali Sakti itu."
"Baik, Nyi," sahut Ki Sakar yang juga memakai nama Patih Karuni.
Tiga orang laki-laki itu bergegas melangkah keluar. Sedangkan Nyi Pari masih berdiri di tengah-tengah ruangan itu sampai tiga orang laki-laki itu tidak terlihat lagi di balik pintu. Nyi Pari membalikkan tubuhnya. Tapi baru saja hendak melangkah, muncul seorang perempuan tua lain yang mengenakan jubah warna merah, dan rambutnya memutih tak teratur. Tampaknya dia lebih tua dari Nyi Pari, tapi sebenarnya lebih muda.
"Dari mana saja kau, Dewi Merah?" tanya Nyi Pari. Perempuan tua berjubah merah itu tidak menjawab, tapi malah menghenyakkan tubuhnya di sebuah kursi. Wajahnya nampak murung dengan pandangan mata kosong menatap lurus ke lantai. Dihentak-hentakkan ujung tongkatnya ke lantai.
"Kau ke penjara bawah tanah lagi...?" tebak Nyi Pari.
"Huh! Dia tetap keras kepala. Kalau tidak ingat bahwa aku pernah mengandung anaknya, sudah kuhancurkan batok kepalanya!" rungut Dewi Merah Penghisap Darah.
"Aku sudah peringatkan padamu, tidak akan mungkin dia akan mengakui. Kau tidak cantik lagi, Dewi Merah. Lihat! Tubuh dan wajahmu, kelihatan lebih tua dariku dua puluh tahun."
"Ini semua gara-gara laki-laki keparat itu! Aku sudah cukup banyak berkorban hingga rela menjadi tua sebelum waktunya. Ini hanya karena ingin membahagiakannya. Kulanggar semua pantangan untuk mempunyai anak. Sepertinya aku tidak lebih dari seonggok sampah busuk!" nada suara Dewi Merah Penghisap Darah masih terdengar geram.
"Itulah akibatnya jika kau tidak suka menuruti nasihatku, Dewi. Kau terlalu percaya pada rayuan manisnya."
"Huh! Seandainya anak yang kulahirkan laki-laki, mungkin tidak akan seperti ini jadinya. Malah aku masih bisa membendung ketuaan, paling tidak sampai tiga puluh tahun. Tapi kenapa aku harus melahirkan anak perempuan...? Kenapa tidak kubunuh saja anak itu sejak lahir...?"
"Kau tidak boleh menyesali anakmu, Dewi. Kau lihat, dia cukup berbakat dan pandai menyamar. Kepandaiannya tinggi dan selalu setia, meskipun tahu kalau ibunya berwajah buruk dan sudah tua. Kau patut bertangga memiliki Calak, Dewi."
"Yaaah..., aku memang bangga. Hanya saja rasa sakit hatiku belum tuntas kalau tidak membunuh semua keturunan si keparat Raketu!"
"Pasti, Dewi. Semua pasti terlaksana. Sekarang saja, mungkin anakmu sudah menghabisi nyawa Raden Nadara," Nyi Pari membesarkan hati adiknya.
"Heh...! Dia menemukan bocah setan itu...?!" Dewi Merah Penghisap Darah terperanjat, dan langsung bangkit berdiri.
"Ki Sakar diserang Pendekar Rajawali Sakti dan Raden Nadara. Sekarang anakmu sedang mengejar Raden Nadara. Sedangkan dua orang muridku serta Ki Sakar mengejar Pendekar Rajawali Saka," jelas Nyi Pari.
“Tanpa prajurit...?"
"Untuk apa? Manusia-manusia tolol itu toh sebentar lagi akan mati. Mereka tidak ada gunanya. Mereka akan patuh pada siapa saja yang terkuat Aku tidak pernah suka dengan para prajurit yang hanya memikirkan gentong nasi, tapi kerjanya tidak pernah becus!" dengus Nyi Pari.
"Aku akan pergi, Nyi," kata Dewi Merah Penghl sap Darah.
"Ke mana?"
Dewi Merah Penghisap Darah tidak menyahut, bahkan langsung saja melesat pergi. Sekejap saja bayangannya sudah tidak terlihat lagi di ruangan ini. Nyi Pari hanya mendesah panjang dan mengangkat pundaknya. Dia sendiri kemudian meninggalkan ruangan besar dan indah itu. Suasana kembali menjadi sunyi senyap, tak terdengar lagi suara sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
40. Pendekar Rajawali Sakti : Pemburu Kepala
ActionSerial ke 40. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.