1

41 7 1
                                    

Jeana Rachel, itulah namaku. Seorang remaja yang masih duduk di kelas 2 sma.
Aku punya julukan disekolah, sebut saja aku bintang lugu. Yah begitulah kira-kira panggilan dari mereka, katanya sih karena kepolosanku yang sudah tak bisa ditangani lagi.

♡♡♡♡♡

Hari itu aku tak sengaja berpapasan dengan seorang murid baru, yah aku tau di murid baru karena seragam sekolah kita yang berbeda. Tapi papasan kali ini berbeda sekali, papasan yang terasa kaku. Karena baik aku maupun dia sama-sama tak ada yang mengeluarkan suara. Entahlah dia sangat berbeda dengan pria yang ada di sekolah yang kerjaannya hanya menggodaku.

Setelah papasan itu kukira aku bisa langsung melupakannya. Tapi aku salah, beberapa hari setelah kejadian itu. Aku merasa ada yang aneh dengan diriku,karena bingung jadi aku putuskan untuk menceritakan hal ini kepada sahabatku. Namanya Arin Keynara, dia satu-satunya sahabatku di sekolah. Aku sebut hanya dia, karena memang cuma dia yang berteman penuh ketulusan, bukan karena kekayaan ataupun popularitasku di sekolah.

"Arin apa aku boleh bertanya",ucapku.

Arin lalu menghentikan aktivitasnya yang sedari tadi tengah sibuk menyalin tugas sekolah.

"Bintang lugu, kau tinggal bertanya saja gausah izin dulu. Memangnya ada apa", tanya arin.

"Beberapa hari yang lalu aku tak sengaja berpapasan dengan seorang lelaki di depan ruang kepala sekolah, dia murid baru di sekolah kita. Hm ntah kenapa setelah kejadian hari itu, aku selalu memikirkannya. Apa otakku sakit, apakah kamu mau menemaniku kedokter nanti"tanya ku serius.

Tapi bukan nya menjawab Arin malah tertawa seperti orang gila, aku semakin bingung dengan apa yang terjadi. Tapi aku ingat pesan mama, katanya kalau ada orang yang kaya gitu, bacakan saja lantunan ayat al-quran. Saat mulai kubacakan, ia malah memukul kepalaku dengan pena.

"Aku tidak sedang kerasukan jeana tolol, je jangan-jangan kamu cinta ama Gwala "

Pernyataan arin semakin membuat aku bingung.

"Gwala",tanyaku.

"Iya murid baru itu namanya Gwala Sadewa, memang tampan sih. Siapa coba yang gasuka sama dia, tapi sayang aku denger dari anak-anak katanya dia itu dingin banget, diem terus gapernah ngomong ama orang lain di sekolah, kesambet tu anak jangan jangan",ucap arin lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Ah arin, apa jatuh cinta itu bahaya buat kesehatanku",tanyaku mulai takut.

"Pulang nanti ruqyah dulu yah. Jeana gimana sih kata nya juara umum di sekolah masa ini doang gabisa. Ya nggak bahaya lah. Jatuh cinta itu manusiawi",jawab arin sambil menggelengkan kepalanya.

Jatuh cinta terus suka ama Gwala. Bagaimana bisa, yang aku tau kata mama cuma boleh jatuh cinta sama orang tua, sodara ,terus temen. Nampaknya aku harus lebih banyak belajar lagi.

Sepulang sekolah aku menunggu jemputanku datang, akan tetapi sudah lama aku berdiri disini tapi belum juga ada tanda-tanda dari mang diman, sopirku. Karena lelah, aku memutuskan untuk menunggu di halte depan sekolah, setidaknya untuk duduk disana. Kulihat ada seorang lelaki keluar dari dalam sekolah, dengan hodie putih yang membungkus seragam sekolahnya. Ia berjalan mendekat kearahku, sebentar aku seperti mengenal lelaki ini, dan ternyata benar dia ada Gwala, murid baru yang aku temui beberapa hari yang lalu. Kami duduk bersebelahan tapi terhalang tiga kursi halte. Aku sangat gugup, keheningan menjadi backsound sore kami berdua.

"Kenapa jantungku berdebar kencang seperti ini. Apa jantungku bermasalah, kukira aku benar-benar harus ke dokter nanti", gerutuku dalam hati.

Cuaca mendung mulai meluapkan apa yang ia tampung, tetes hujan mulai menyapa kami berdua. Derasnya hujan ditambah angin kencang membuat dingin menusuk sampai ke tulang. Tetapi raut wajahnya tetap sama datar dengan pandangan fokus kedepan menatap derasnya rintik hujan yang berjatuhan, kupikir dia tengah memikirkan sesuatu.

Berbeda sekali denganku yang sedari tadi sibuk meringkuk mengahalau dingin.
Ia tiba-tiba menggeser posisi duduk nya ke arah ku, kaget tentu saja apa lagi ia mulai melepas hodie yang sedari tadi melekat ditubuh kekarnya.

"Oh tuhan astaga,apa yang akan dia lakukan.tolong aku", batinku sambil memejamkan kedua mataku.

"Pakai"perintahnya sambil mengulurkan hodie itu kepadaku. Tanpa pikir panjang langsung saja kupakai, terserah dia mau menilaiku seperti apa yang penting aku nggak kedinginan lagi.

Tetapi setelah itu dia malah berlalu pergi, memilih menerobos derasnya hujan yang tak ingin mengalah. Karena merasa tak enak hati aku berlalu ikut menyusulnya.

"Ini hodiemu aku kembalikan, kau akan kedinginan jika berjalan ditengah hujan seperti ini" ucapku sambil menggigil kedinginan.

"Kembali ke halte"perintahnya datar, aku tau dia pasti juga kedinginan hanya saja ia terlalu pandai berpura-pura.

Aku tak memperdulikan ucapan nya, dan terus membuntuti langkahnya. Aku tau jika hujan-hujanan seperti ini aku bisa sakit, tapi ah sudahlah berdoa saja aku kan anak baik. Ia tiba-tiba menghentikan langkah kakinya, sehingga aku menambrak punggungnya. Ia berbalik lalu menatapku beberapa menit.

"Pakai kembali hodie itu", perintahnya lagi. Tapi kali ini nampaknya lebih serius.

"Tapi ini basah"

"Lebih baik memakai hodie yang basah, daripada baju yang menampakan warna bra", ucapnya lalu kembali berjalan. Oh astaga ini benar-benar memalukan.

Aku kembali berjalan mengikutinya, tetapi suara klakson mobil di sebrang jalan membuat langkah kaki kami berdua terhenti. Kulihat seorang pria paruh bayah keluar dari mobil itu dengan sebuah payung. Ah ternyata itu adalah sopirku, niat hati ingin mengajak Gwala pulang bersama akan tetapi ternyata ia sudah berlalu pergi menghilang entah kemana.

Jeana RachelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang